Renungan Harian 13 Desember 2022

Hari ini kita memperingati 1 orang kudus, St. Lucia, perawan dan martir. Dia lahir di Sirakusa – pulau Sisilia, Italia dari keluarga Kristen. Sejak remaja dia sudah berniat untuk hidup suci murni. Dia didesak ibunya untuk menikah dengan pemuda kafir namun dia menolak.

Pada suatu hari ibunya sakit. Lucia mengajak ibunya untuk berziarah ke makam St. Agatha dan memohon kesembuhan. Ternyata sang ibu sembuh, bahkan St Agatha menampakkan diri kepada mereka.

Pada masa penganiayaan, pemuda yang ditolak itu melaporkan kepada kaisar bahwa Lucia adalah orang Kristen. Mereka membujuk Lucia untuk menyerahkan kemurniannya, namun dia menolak sehingga akhirnya dibunuh tanggal 13 Des 304.

Dalam 2Kor 10: 17 – 11: 2, Paulus menyapa umatnya: “Saudara-saudari, barangsiapa bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan, sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan.

Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil itu. Memang kamu sabar terhadap aku! Aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi, karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus.

Matius dalam injilnya (Mat 25: 1-13) mewartakan Yesus mengajar orang banyak dengan suatu perumpamaan: “Kerajaan Sorga itu seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Mereka yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan mereka yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur.

Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itu pun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Mereka yang bodoh berkata kepada mereka yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Jawab mereka yang bijaksana: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.

Ketika mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup.

Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tuan itu menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, Lucia yang lahir dari keluarga Kristen, sejak remaja sudah punya pilihan untuk hidup suci murni. Pilihan hidup itu tentu dipengaruhi keluarga dan lingkungan kekristenan pada saat itu.

Hendaknya kita turut andil dalam menciptakan suasana keluarga/lingkungan kristiani yang hidup, bersemangat dan damai serta rukun dan berbelas kasih. Suasana itu akan menjadi bekal bagi anak-anak kita untuk melanjutkan dan mengembangkan iman (kristen) dalam hidup mereka. Dalam hal memberi teladan keimanan dan kesetiaan kepada anak-anak dan cucu-cucu, tidak ada kata pensiun.

Dua, ketika gadis-gadis bodoh itu datang dan mengetuk pintu, tuan itu menjawab: “Aku tidak mengenal kamu”. Mereka semua terlambat datang, karena mengambil keputusan yang keliru justru pada saat-saat terakhir yang amat penting.

Maka, hendaknya kita sadar bahwa kepada Tuhan, kita tidak bisa main-main atau tawar menawar. Bos besar kehidupan adalah Tuhan, bukan kita. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *