“Mendengarkan dengan Telinga Hati” adalah Jalan untuk Bertumbuh dalam Kesempurnaan Kasih

Saudari-saudaraku yang terkasih,

Ketika sampai pada tahap ini muncul pertanyaan di dalam diri saya, bagaimana caranya kita dapat mendengarkan firman dengan telinga hati kita? Di dalam istilah bahasa Jawa, tentunya ada juga di dalam bahasa-bahasa daerah yang lain. Dinamika dasar ini diungkapkan dengan kata-kata ini, tiga kata, neng, ning, nung. Neng berarti meneng. Dalam bahasa Indonesia “diam”. Ketika kita diam, semua pengalaman hidup kita mengendap. Dan ketika pengalaman hidup kita itu mengendap, batin kita, mata, dan telinga hati kita menjadi wening, ning, bening. Ketika mata hati kita bening, telinga hati kita bening, kita mampu melihat realitas dan mendengarkan realitas itu dengan jernih, tidak kabur, atau bias.

Inilah kata yang kedua, bening. Wening. Jernih. Ketika batin kita bening, kita dapat mendengarkan kehendak Allah, menemukan kehendak Allah di dalam suatu peristiwa atau apapun yang melintas di dalam hidup kita.

Itulah arti kata yang ketiga, nung. Singkatan dari kata dunung, yang dengan mudah dapat kita artikan sebagai kehendak Allah.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

Dengan mendengarkan dengan telinga hati, kita akan dimampukan untuk membaca kegelisahan sosial yang selalu menyertai hidup manusia sepanjang zaman. Dan di dalam kegelisahan itulah, Allah ingin menyampaikan kehendak-Nya. Kegelisahan seperti itu juga dimiliki oleh Yesus dan diungkapkan dengan sangat pendek di dalam doa yang Ia ucapkan sebagaimana dikutip di dalam Injil yang tadi dibacakan. Rumusannya sangat pendek. Memang dunia tidak mengenal engkau. Di balik kata dunia, adalah kenyataan hidup manusia sepanjang sejarah yang ditandai dengan permusuhan, konflik, kebencian, ketidakadilan, keserakahan dan semua watak manusia yang memisah-misahkan, yang meminggirkan, yang mengekslusikan. Watak yang sudah ada sejak sejarah umat manusia. Dan bahayanya sekarang ini adalah watak seperti itu dengan mudah menjadi daya perusak yang semakin dahsyat kalau kita salah menggunakan alat-alat komunikasi sosial yang semakin modern.

Kegelisahan itu, dalam istilah kita sekarang, berbagai macam bentuk segregasi sosial yang semakin kompleks dipicu oleh berbagai macam kepentingan ditanggapi di dalam doa Yesus yang sama, yang sampai diulang tiga kali yaitu supaya kita dan seluruh umat manusia bersatu menjadi satu, bahkan sempurna menjadi satu. Ketika kita pun pada zaman ini mendengarkan dengan telinga hati, kegelisahan sosial umat manusia zaman ini masih sama dengan yang menjadi kegelisahan manusia pada zaman Yesus hidup dan ditanggapi oleh Yesus dengan berdoa agar kita semua menjadi satu.

Marilah pada hari Komunikasi Sosial Sedunia ini, kita saling mendoakan agar kita dapat menjadi pribadi-pribadi yang terus bertumbuh dalam kemampuan mendengarkan dengan telinga hati di tengah-tengah tantangan zaman yang semakin kompleks ini, mendengarkan dengan telinga hati di tengah-tengah keluarga kita, di dalam masyarakat, dan bangsa kita, di dalam Gereja kita, sehingga kita dapat menjadi benih-benih yang baik yang ditaburkan di tengah-tengahnya, menghasilkan buah yang berlimpah, menjawab kegelisahan zaman kita, Gereja kita, bangsa kita.

Moga-moga dengan terus bertumbuh di dalam kemampuan untuk mendengarkan dengan telinga hati secara konkret, kita pun mampu menggunakan, memanfaatkan alat-alat komunikasi sosial modern untuk mempersatukan, bukan yang sebaliknya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *