Mendesain Kurikulum Laudato Si’ Sekolah di Indonesia

Romo Darmin kembali menegaskan, yang paling menderita dari krisis ekologi adalah rakyat kecil. “Itu sangat nyata sekali dalam Laudato Si’ ini. Lingkungan alam dan lingkungan manusia merosot bersama-sama. Ada kemerosotan manusia dan masyarakat. Pengalaman sehari-hari dan penelitian ilmiah menunjukkan bahwa dampak terburuk dari semua serangan terhadap lingkungan diderita oleh rakyat miskin. Tetapi dalam pendidikan kita, pendidikan untuk rakyat ini, mungkin dulu ada sekolah rakyat, tetapi konsep sekolah-sekolah kita justru bukan konsep untuk membela rakyat kecil, tetapi justru konsep-konsep yang sudah tercemar atau terpolusi dengan konsep-konsep kapitalis, konsumerisme, eksploitasi alam, dan lain sebagianya,” katanya.

Maka, ia pun menawarkan desain kurikulum kerakyatan dengan teori demokrasi sosial kosmopolitan yang berlandaskan Laudato Si’.

Terkait dengan sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, Romo Darmin mengritik ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sosial hampir terbengkali karena tidak betul-betul menjawab situasi sosial yang ada. “Maka, memang dalam desain tentang kurikulum Laudato Si’ ini, ilmu-ilmu sosial seperti ekonomi, geografi, geologi, ilmu bumi, itu sangat penting. Ilmu bumi dilihat dari perspektif bukan komoditas yang yang harus dieksploitasi tetapi dilihat bahwa ilmu bumi itu adalah ilmu juga untuk manusia,” katanya.

Maka, Romo Darmin menegaskan, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan integral holistik, bahwa semua ilmu, baik itu ilmu sains, ilmu humaniora, estetika-seni, budaya merupakan satu kesatuan supaya kita bisa memelihara planet bumi ini sebagai ruang hidup bersama dan manusia. “Tetapi juga ada catatan  bahwa jangan sampai kita begitu peduli terhadap anjing tapi menganjingkan sesama yang lain. Itu di dalam Laudato Si’, ini dikatakan inkonsistensi, yaitu begitu banyak orang peduli terhadap perdagangan satwa liar, tetapi hampir tidak pernah peduli terhadap perdagangan manusia. Maka, sekolah, menurut saya, terutama sekolah formal yang saya geluti selama ini, sungguh-sungguh memberikan kontribusi yang sangat signifikan untuk mengubah cara berpikir, konsep-konsep ilmu, supaya konsep-konsep ilmu pengetahuan, sains, humaniora dan lain sebagainya itu betul-betul membawa kita kepada apa yang Paus Fransiskus selalu mengatakan peradaban kasih persaudaraan manusia-semesta,” katanya. Maka, hal penting untuk mewujudkan hal tersebut, menurutnya, adalah menyiapkan guru kehidupan.

Romo Darmin kembali menegaskan perlunya mendesain kurikulum Laudato Si’ supaya bisa dipakai di sekolah-sekolah. Hal ini, menurutnya, penting agar kita mampu membentuk sikap, pengetahuan, ketrampilan, serta praksis kehidupan sehari-hari pelajar sekolah  supaya hidup semakin bersahabat dan  bersaudara dengan sesama saudara sebangsa, setanah air dan semua makhluk.

“Semua berarti. Semua diciptakan untuk mencinta. Dengan kurikulum Laudato Si’ School, saya mengajak kita semua untuk mengubah ruang kelas menjadi ruang cipta kerja untuk kehidupan yang lebih baik, benar, indah, dengan kehadiran guru-guru kehidupan yang bermodelkan pada Yesus Kristus Sang Guru Kehidupan dari Nazaret dan Fransiskus dari Assisi sebagai model pendidikan ekologi integral,” harapnya.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *