
MINGGU PRAPASKAH III
20 Maret 2022
Bacaan I : Kel 3:1-8a.13-15
Bacaan II : 1Kor 10:1-6.10-12
Bacaan Injil : Luk 13:1-9
Sakramen Tobat layak dirindukan
Seseorang memberikan kesaksian tentang belaskasih Allah. Adalah seorang bapak yang sudah tua. Pensiunan karyawan sipil. Kini hampir seluruh waktunya dimanfaatkan untuk pelayanan. Selalu saja dia menawarkan diri untuk mengambil bagian dalam karya pelayanan pada pekerjaan-pekerjaan ‘rendahan’ seperti menjadi sopir bagi tim pelayanan, menata tempat dengan angkat-angkat kursi dan meja, membersihkan tempat dengan sapu dan cabut rumput, dan serabutan lainnya. Hatinya mudah tergerak oleh belaskasih pada mereka yang membutuhkan bantuan. Dia juga menjadi pendoa yang baik bagi siapapun yang membutuhkan. Betapa kaget ketika dia bercerita tentang apa yang menjadi semangatnya dalam pelayanan. “Itu semua karena pengalaman sakramen tobat,” demikian dikatakannya. Baginya, sakramen tobat adalah belaskasih Allah yang dicurahkan kepadanya yang membuat dia merasa ringan memikul beban dosa. Ketika seorang imam memberi absolusi dengan berkata: Aku membebaskan kamu dari segala dosamu… lalu membuat tanda salib, dia merasa plong, lega, dan haru. Baginya, Allah itu begitu baik sehingga dia ingin memberi kesaksian tentang kebaikan Allah dengan sukacita.
Sakramen tobat, banyak orang menghindarinya. Alasannya berbagai macam. Waktunya tidak pas, mengapa harus menghadap seorang imam yang juga manusia biasa, toh Allah telah tahu dosa yang diperbuat, dan seribu satu alasan lain untuk mengatakan ‘tidak’ pada sakramen tobat. Sakramen tobat sering disalahmengerti sebagai penghakiman Allah, yang diakhiri dengan hukuman (penitensi/denda dosa). Di balik semua alasan itu, satu kata mungkin mewakilinya: kesombongan. Dan lawan dari kesombongan adalah kerendahan hati. Hanya satu yang mesti kita taklukkan dalam diri, untuk memperoleh belaskasih Allah melalui sakramen tobat, ialah rendah hati. Jika kita berani rendah hati, dengan wujud merayakan sakramen tobat, Allah menyediakan rahmat yang sangat agung dan menggembirakan: rasa lega dicintai oleh Allah.
Musa adalah seorang pendosa. Dia malu dan ingin bersembunyi dari Allah. Namun Allah mencarinya untuk menjadikannya berkat bagi umat-Nya, dengan mengangkatnya memimpin keluar dari perbudakan Mesir. Dan Musa dengan rendah hati menghadap-Nya, dan Allah sungguh mempercayakan tugas besar kepadanya. Yesus menantang setiap pribadi untuk melakukan pertobatan itu sekarang juga, “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua pun akan binasa dengan cara demikian!” (Luk 13:3).
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr