‘Laudato Si’ dan  Aksi Penyelamatan Bumi

Dunia politik, berbagai kelompok masyarakat, Gereja, dan semua komunitas kristiani harus memainkan peran penting dalam pendidikan ekologis ini. Bahkan Bapa Suci berharap bahwa di “seminari-seminari dan rumah-rumah pembinaan hidup bakti diberikan pembinaan keugaharian yang bertanggungjawab, kontemplasi dunia dengan penuh syukur, dan kepedulian akan kerapuhan orang miskin serta lingkungan hidup. Mengingat pentingnya apa yang dipertaruhkan, kita membutuhkan lembaga-lembaga yang berwenang untuk menghukum orang yang merusak lingkungan, tetapi juga perlu saling memantau dan saling mendidik” (hlm. 130, no 214).

Pertobatan ekologis

Kejahatan dan pengrusakan lingkungan hidup serta dampaknya yang mengglobal terhadap keberlangsungan hidup lingkungan itu dan manusia adalah buah dari suatu visi reduktif dan innatural, yang menggambarkan suatu penghinaan serius dan mendasar terhadap alam itu sendiri, manusia, dan bahkan terhadap Allah sebagai Pencipta tunggal. Sama dengan itu kerusakan ekologis juga terjadi karena tidak terkontrolnya pemusnahan terhadap spesies binatang atau tumbuh-tumbuhan atau karena pemanfaatan sumber-sumber alam atas cara salah, juga apabila dilakukan atas nama kemajuan dan kesejahteraan, pada kenyataannya tidak menguntungkan manusia, dan merupakan dosa ekologis!

Bapa suci menawarkan kepada umat kristiani suatu kerangka spiritualitas ekologis yang berakar dalam keyakinan iman Katolik, bukan sekadar ide-ide, tetapi merupakan motivasi yang lahir dari spiritualitas, yang bertujuan menumbuhkan semangat pelestarian dunia. Dan pertobatan ekologis yang bermakna membiarkan seluruh perjumpaan dengan Yesus Kristus berkembang dalam hubungan dengan dunia di sekitar. Ini bagian dari panggilan untuk melindungi karya Allah bukan sebagai pilihan atau aspek sekunder, tetapi menjadi bagian integral keberadaan sebagai orang beriman.

Teladan St. Fransiskus dari Assisi menyadarkan kita bahwa hubungan sehat dengan dunia ciptaan menjadi salah satu dimensi pertobatan utuh; orang mengakui kesalahannya, segala dosa, kejahatan, kelalaian, dan bertobat dengan sepenuh hati. Hal ini sangat penting dalam upaya mencapai rekonsiliasi dengan dunia ciptaan (hlm 132133, no 218).

Karena permasalahan kerusakan itu kompleks,  tidak cukup pertobatan dilakukan sendiri-sendiri. Perlulah ada jaringan untuk menuntaskan masalah sosial ini. “Tuntutan-tuntutan tugas begitu besar sehingga tidak dapat diselesaikan oleh prakarsa individual atau bahkan kerja sama pribadi-pribadi yang dididik secara individualistis. Ini akan memerlukan gabungan kekuatan dan kesatuan usaha. Pertobatan ekologis yang diperlukan untuk menciptakan suatu dinamisme perubahan yang berkelanjutan, juga merupakan pertobatan komunal” (hlm. 133, no. 219). Pertobatan ini menyirat berbagai sikap yang bersama-sama menumbuhkan semangat perlindungan yang murah hati dan penuh kelembutan, kesadaran penuh kasih; kemampuan melihat dunia dari dalam, seraya menyadari ikatan-ikatan yang telah dijalin Bapa antara kita dan semua makhluk (hlm. 134,no. 220).

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *