Catatan redaksi: Tulisan ini pernah disampaikan dalam Serial Studi Laudato Si’ Action Platform (LSAP), 17 Februari 2022.
Oleh MGR SAMUEL OTON SIDIN, OFMCAP*
Sampai sekarang manusia tidak berhenti menjelajah alam semesta mencari kalau-kalau di salah satu sudutnya terdapat suatu planet seperti bumi. Terindikasi samar-samar bahwa Mars mungkin pernah menjadi hunian makhluk hidup. Terkhir ada astronom yang “menemukan”, nun jauh di sana, kurang lebih 2 milyar tahun cahaya dari sini, ada sejenis benda angkasa mirip bumi. Namun belum secara jelas dan terbukti menjadi tempat tinggal makhluk-makhluk hidup. Jadi, sampai sekarang bumi-lah satu-satunya rumah tempat tinggal kita. Kalaupun ada “bumi lain”, terlalu jauh untuk dijangkau dan dijadikan tempat pengungsian apabila bumi ini sudah terlalu rusak dan tidak nyaman lagi sebagai tempat tinggal!
Seperti setiap rumah, bumi memiliki aturan-aturan permainan. Sekalian makhluk yang menjadi bagian integral darinya terikat pada hukum-hukum itu dan sedikit banyak ambil bagian dari pembentukan aturan-aturan permainan tersebut.
Secara global hukum alam itu menciptakan suatu dinamisme dan evolusi. Perubahan-perubahan terjadi dari waktu ke waktu dalam skala besar dan kecil (makro dan mikro). Dan lumrah adanya! Keberadaan manusia di bumi, pada awal mulanya terintegrasi dalam alam itu. Namun, seiring dengan pertambahan jumlah manusia, berkembangnya kemampuan berpikir, terlebih-lebih dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditambah dengan modernisasi ekonomi, politik, sosial dan budaya, ada perubahan global. Dinamisme alamiah diwarnai secara signifikan oleh perubahan global akibat campur tangan manusia, dan “perkembangan dan perubahan yang semula bersifat evolutif” menjadi revolusioner! Kini terjadi perubahan drastis dan global yang berpengaruh besar terhadap seluruh dimensi hidup akibat kerusakan lingkungan!
Manusia tidak bisa tinggal diam menghadapi kenyataan ini. Dan memang sudah cukup lama muncul pelbagai inisiatif upaya perbaikan bumi ini baik dalam skala internasional, nasional maupun lokal. Kendati demikian, perjuangan harus berlanjut!
Dalam keprihatinan atas situasi konkret semakin parahnya kerusakan lingkungan hidup dan dengan maksud agar sekurang-kurangnya memotivasi dan mengilhami usaha-usaha konkret “membenahi” kembali rumah tempat tinggal kita bersama, bumi ini, Bapa Suci mengeluarkan sebuah ensiklik yang cukup panjang, Laudato Si’, yang diinspirasi oleh peri hidup Santo Pelindung pegiat Lingkungan Hidup, Santo Fransiskus dari Assisi. Salah satu madah pujiannya tentang Allah dalam kesatuannya dengan sekalian makhluk ciptaan-Nya, Gita Sang Surya, diawali dengan kalimat, “Laudato Si, mi Signore”, “Terpujilah Engkau, Tuhanku”.