HARI MINGGU PRAPASKAH I
06 Maret 2022
Bacaan I : Ul 26:4-10;
Bacaan II : Rm 10:8-13
Bacaan Injil : Luk 4:1-13
Refleksi panjang atas anugerah hidup
Gereja Katolik mempunyai kekayaan keheningan dalam tradisinya. Ibadah Katolik bukanlah doa yang ‘gedombrengan’ dengan musik meriah, dengan drum dan perkusi lain. Melainkan tenang teduh. Di dalamnya selalu ada saat untuk hening ‘meneliti batin’ mengakui kekurangan dan dosa di hadapan Allah. Itulah salah satu fase dalam setiap ibadah Katolik. Demikian juga dalam doa pribadi dan keluarga, biasanya kita telah dibiasakan dengan penelitian batin. Saya masih ingat dan masih melakukan sampai sekarang, bahwa dalam setiap doa, kita tenang dan hening, menyapa Allah dan memohon ampun setelah sebelumnya meneliti batin dalam keheningan, baru setelah itu menyampaikan doa kita, pujian dan permohonan kita kepada Allah. Pertapaan biarawan atau biarawati mewarnai kekayaan keheningan Gereja Katolik. Demikian kebiasaan-kebiasaan untuk rekoleksi ataupun retret, menuntut sikap hening penuh sesal dan niat membarui.
Masa Prapaskah sering disebut sebagai Masa Retret Agung. Retret, senada dengan atret berarti mundur. Pada masa 40 hari menjelang Paskah, Gereja mengajak segenap umat-Nya untuk mundur, artinya, melihat ke belakang, merefleksikan hidup beriman sepanjang setahun yang telah berlalu. Pada masa itu, disediakan banyak kegiatan iman yang mendukung: Pertemuan APP, berpuasa dan mati raga, jalan salib, misa, pengakuan dosa, dan sebagainya. Kata ‘agung’ menandakan bahwa ini masa yang panjang, besar, mulia. Sebab berlangsung selama 40 hari, mengacu pada puasa Yesus di padang gurun sebelum mulai karya-Nya.
Firman yang disediakan di masa Prapaskah ini mengajak kita untuk melihat dan mengagumi kepedulian Allah pada umat-Nya. “… Ia memperhatikan kesengsaraan, kesukaran, dan penindasan terhadap kami, lalu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda serta mukjizat-mukjizat Tuhan membawa kami keluar dari Mesir..” (Ul 26:7-8). Pengalaman pembebasan dari perbudakan Mesir adalah tonggak utama umat Israel untuk mengandalkan hidup pada Allah. Alasannya, Allah kita adalah Allah yang peduli. Bahkan pada titik terendah ketidakberdayaan kita, Allah mengacungkan tangan dan lengan, menuntun bangsa Israel keluar dari tanah Mesir.
Kita syukuri anugerah kesempatan untuk terus membarui diri dengan refleksi panjang, untuk ikut bangkit dalam hidup baru bersama Kristus.
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr