Renungan Harian 10 Februari 2022

Hari ini kita memperingati 1 orang kudus, St. Skolastika. Dia  adalah seorang biarawati, adik kandung St Benediktus. Mereka berdua saling mengunjungi dan meneguhkan panggilan masing-masing. Menjelang ajalnya, dia minta Benediktus untuk menemaninya sambil menceritakan kisah orang-orang kudus. Dia meninggal pada tahun 543 di hadapan kakaknya sendiri dan dimakamkan di Monte Kasino.

Dalam Kid 8: 6-7 disampaikan firman ini:  “Taruhlah aku seperti meterai di hatimu, seperti meterai di lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!

Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, itu pasti masih kurang.

Lukas dalam injilnya (Luk 10: 38-42) mewartakan: “Ketika Yesus dan para murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani.

Marta mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”

Tuhan menjawab: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil darinya.”

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, Skolastika dan Benediktus saling mengunjungi dan menguatkan dalam panggilan masing-masing. Kedua kakak beradik itu digelari santa dan santo.

Mereka bersaudara bukan hanya sebatas karena hubungan darah, kebutuhan makan minum, tetapi juga menghidupi  bidang rohani secara istimewa.  Mereka telah mengalahkan keinginan duniawi dan manusiawi, karena iman, harapan dan kasih mereka kepada Kristus. Mereka memberi teladan agar kita tidak tenggelam dalam urusan-urusan duniawi.

Dua, dikisahkan: “Marta yang sedang sibuk urusan dapur,  mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”

Rupanya suatu wujud tata sopan santun orang Timur adalah “menyiapkan/menghidangkan” sesuatu bagi tamunya. Itu tanda bahwa tuan rumah senang mendapat tamu dan diharapkan tamu itu kerasan.

Sering hidangan ini tidak segera selesai, sehingga tujuan kedatangan tamu terabaikan.

Hendaknya tamu dan maksud kedatangannya  didahulukan  sehingga kita tidak kehilangan yang utama (=pribadinya, waktunya, sukacita dan pesan-pesan pentingnya). Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *