Mencermati fenomena maraknya paham radikalisme dan ekstremisme yang terjadi dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Rumah Moderasi Universitas Islam Negeri Walisongo dan DPD Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Kota Semarang mengadakan “Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru Pendidikan Agama se-Kota Semarang” di kampus 1 UIN Walisongo Semarang, 22-27 November 2021.
Pelatihan tersebut bertujuan untuk membekali guru-guru agama dari berbagai keyakinan yang berkarya di Kota Semarang. Ada 30 guru agama yang terdiri dari 26 guru agama Islam, 1 guru agama Kristen, 1 guru agama Hindu, 1 guru agama Katolik, dan 1 guru agama Buddha.
Dalam pelatihan tersebut, para peserta diajak untuk menyadari adanya embrio paham-paham ekstremisme yang masuk di kalangan pelajar, mahasiswa, bahkan lembaga-lembaga pendidikan. Rektor UIN Walisongo Semarang, Dosen UIN Walisongo, Litbang Kementerian Agama RI Materi menjadi narasumber dalam pelatihan tersebut.
Selain mendapat materi dari para narasumber, para peserta juga mengadakan mission trip ke berbagai tempat ibadah serta berdialog dengan tokoh agama di Kota Semarang. Mereka mengunjungi Masjid UIN Walisongo Semarang Kampus 1, Gereja Katolik Santa Theresia Bongsari Semarang, dan Vihara Watugong Semarang.
Kepala Paroki Gereja Santa Theresia, Romo Eduardus Didik Chahyono, SJ mengapresiasi kunjungan para guru dari berbagai agama tersebut. “Kita pantas bersyukur adanya perjumpaan forum- forum guru guru lintas agama. Forum ini menjadi sarana komunikasi dan belajar persepektif dari agama lain dengan lebih jelas. Dengan belajar dari perspektif agama lain harapannya komunikasi ini dapat membantu terjadinya pemahaman yang lebih tepat,” kata Romo Didik.
Romo yang juga menjadi Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Kevikepan Semarang itu menegaskan, guru agama mempunyai peran strategis dalam mendidik agama secara tepat dan jernih.
Romo Didik, berdasar informasi dari pertemuan bersama Staf Khusus Presiden Bidang Hukum beberapa waktu lalu, mengungkapkan bahwa benih- benih radikalisme ekstremisme sudah masuk di sekolah-sekolah negeri. Padahal sekolah-sekolah negeri itu telah dibiayai pemerintah. Pertemuan tersebut dihadiri Gubernur Ganjar Pranowo, Densus 88, Ketua PBNU serta aktivis lintas agama. Ganjar Pranowo mengatakan bahwa guru-guru harus punya pegangan yaitu Pancasila yang dapat mempersatukan berbagai macam perbedaan karena perbedaan merupakan sesuatu yang indah. Guru-guru agama diminta melaksanakan peran strategis untuk mendampingi siswa-siswinya agar bisa mempelajari agamanya dengan tepat.
Ketua DPD AGPAII Kota Semarang, Ahmad Fadlol yang mendampingi para guru ke tempat-tempat ibadah berharap, pelatihan penguatan moderasi beragama dapat membuka wawasan baru bagi para pendidik yang ada di garda depan khususnya guru-guru agama yang memiliki peran penting dalam penguatan nilai-nilai moderasi beragama.
“Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku yang selalu mengambil jalan tengah, berusaha adil, berimbang, dan tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Apalagi hal ini diperkuat dengan kunjungan ke tempat-tempat ibadah sekaligus dialog dengan tokoh-tokoh dan pemuka agama di Kota Semarang,” ungkapnya.
Cara memperkuat moderasi beragama di kalangan masyarakat khususnya dunia pendidikan, menurutnya, adalah dengan memperbanyak perjumpaan dengan siapapun terutama yang berbeda pemahaman, pendapat, dan beda keyakinan.