Renungan 12 September 2021

HARI MINGGU BIASA XXIV

12 September 2021

 

Bacaan I          : Yes 50: 5-9a

Bacaan II        : Yak 2: 14-18

Bacaan Injil     : Mrk 8: 27-35

 

Kekalahan yang memesona

Terlalu banyak kita menemukan pribadi-pribadi yang kalah dalam persaingan. Mereka bukan mengalah, melainkan bertarung dan kalah.  Dalam pekerjaan, mereka tersingkir oleh prestasi teman yang lebih moncer, di dunia politik mereka diolok-olok karena salah pilihan, di dalam hidup bertetangga mereka malu karena kalah kaya dibanding tetangga, dan sebagainya. Betapa itu semua membawa luka dan kesakitan, marah dan kekecewaan. Seolah-olah setiap pribadi dilahirkan untuk bersaing dengan yang lain, untuk bertarung memenangkan pertandingan. Betapa melelahkan. Sadar atau tidak sadar semangat untuk meraih nomor satu sudah ditanamkan sejak pendidikan dasar dan bahkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.

Hari ini kita diajak untuk berkaca pada sosok ideal, Hamba Yahwe. “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabuti  janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi” (Yes 50: 6). Sosok Hamba Yahwe yang digambarkan dalam Kitab Yesaya adalah pribadi penyelamat. Dia mengorbankan dirinya dengan penghinaan dan aniaya, tanpa memberontak, sekalipun Dia berkuasa untuk membalikkan keadaan. Dia adalah saksi kemuliaan sikap ‘ngalah’, dan bukan kalah. Kita semua terhenyak ketika membaca kisah Hamba Yahwe. Hamba Yahwe membawa pesan yang sangat kuat untuk setiap beriman. Yaitu bahwa mengalah itu tidak berarti kalah. Bahkan kalaupun kenyataannya kalah, tidak berarti dunia runtuh dan berhenti pada frustrasi, kecewa dan kemarahan. Melainkan bisa menjadi jalan untuk berdamai dengan situasi, menemukan kegembiraan dalam Tuhan. Sebab ketika tidak bisa berharap pertolongan pada siapapun, kepada siapa lagi kita meminta perlindungan jika bukan kepada Allah?

Rupa-rupanya Hamba Yahwe adalah semacam prafigurasi sosok Yesus Anak Allah. Dia yang berkuasa dan adalah Allah sendiri, rela mengalah atau menjadi kalah demi keselamatan semua orang. Dia tidak berdaya dan berlaku sebagai ‘tebusan’ dan korban dengan menumpahkan darah di salib. Dia penyaksi bahwa kemuliaan itu bukan gegap gempita kemenangan. Itulah yang dipesankan-Nya kepada para murid. “Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal diri, memikul salibnya, dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya” (Mrk 8: 34b-35).

Romo Agus Suryana Gunadi, Pr

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *