Hari ini Saudara-saudari kita yang beragama Islam merayakan Hari Raya Idul Adha.
Pada hari ini diperingati bahwa Nabi Ibrahim mentaati perintah Allah untuk mengorbankan Ismail anak yang telah lama dinantikannya. Karena melihat ketaqwaan Ibrahim dan anaknya, Allah mengganti Nabi Ismail dengan domba.
Dalam Kel 14: 21-15: 1 dikisahkan: “Pada waktu itu, Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu.
Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka sampai ke tengah-tengah laut. Dan pada waktu jaga pagi, TUHAN yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu.
Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkata: “Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab Tuhanlah yang berperang untuk mereka melawan Mesir.” Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda.”
Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu. Demikianlah TUHAN mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut. Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka.
Tetapi orang Israel berjalan di tempat kering di tengah-tengah laut, sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Demikianlah pada hari itu TUHAN menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut.
Ketika dilihat oleh orang Israel, betapa besarnya perbuatan yang dilakukan TUHAN terhadap orang Mesir, takutlah bangsa itu kepada TUHAN dan mereka percaya kepada TUHAN dan kepada Musa, hamba-Nya itu.
Pada waktu itu Musa bersama mereka menyanyikan nyanyian ini bagi TUHAN yang berbunyi: “Baiklah aku menyanyi bagi TUHAN, sebab Ia tinggi luhur, kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut.
Matius dalam injilnya (Mat 12: 46-50) mewartakan: “Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. Maka seorang berkata kepada-Nya: “Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.”
Tetapi jawab Yesus: “Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?” Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: “Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, apa yang diajarkan dan diimani oleh saudara/saudarai kita (=umat Islam) ada kemiripan (= kedekatan/kesamaan) dengan yang diajarkan kepada kita dan kita imani, yaitu Abraham diminta untuk mengorbankan anaknya. Dia taat. Perbedaannya: bagi mereka, yang dikorbankan adalah Ismail. Bagi kita yang dikorbankan adalah Ishak.
Ketaatan Abraham itulah yang membuat dia, berkenan kepada Allah dan menjadi berkat bagi bangsa manusia. Ketaatan itu pulalah yang tetap diminta Allah kepada umat-Nya sepanjang zaman. Marilah kita menyadari bahwa ketidaktaatan sering membawa banyak kesulitan, kemalangan dan derita yang berat bagi kehidupan diri sendiri dan orang lain.
Dua, diwartakan bahwa ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia”.
Kepedulian dan perhatian seorang ibu tidak pernah bisa dihentikan meski anaknya sudah besar/dewasa. Demikian pula yang dialami Yesus. Dia dikunjungi oleh ibu dan saudara-saudara-Nya. Pertemuan pribadi dengan pribadi secara langsung jauh lebih terasa dan mendalam serta joss daripada pertemuan lewat hp atau zoom atau sarana komunikasi lainnya. Namun demikian, tali kasih dan nilai-nilai kemanusiaan itu perlu ditanamkan dan ditumbuhkan sejak kecil oleh orangtua mereka.
Pada zaman now ini, patut disuarakan kembali bahwa peran penting dari para orangtua ini tidak pernah bisa digantikan oleh pembantu atau gadget atau sejumlah uang. Amin.
Mgr Nico Adi MSC