HARI MINGGU BIASA XIV
4 Juli 2021
Bacaan I : Yeh 2: 2-5
Bacaan II : 2Kor 12: 7-10
Bacaan Injil : Mrk 6: 1-6
Kuasa Allah dalam keterbatasan kita
Pasti Anda bisa memberi kesaksian tentang pribadi yang kharismatik dan mengagumkan yang pernah Anda kenal. Berkarya sebagai imam di berbagai paroki, saya mengagumi banyak tokoh awam yang ‘tandang-gawe’nya bagi Gereja ‘mrantasi’. Sebut saja tentang guru agama atau katekis yang membantu paroki dalam pewartaan. Ada banyak pengajar, guru agama, katekis yang tidak berlatar pendidikan guru secara formal. Bahkan jauh dari pendidikan umumnya. Seorang petani sederhana, yang selalu menyediakan waktu bagi mereka yang ingin mengenal iman Katolik, akhirnya membawa jiwa-jiwa untuk mengenal Kristus. Menurut kesaksian murid les agamanya, katekis tersebut jika menerangkan sangat jelas dan gamblang, mudah diterima dan ‘nyetroom’. Padahal sejauh saya mengenalnya, dia adalah pendiam, tidak banyak omong ketika diajak rembugan. Dari mana ilmu mengajar didapatkan, atau dari mana sikap hidup yang memesona bisa menarik seseorang untuk menjadi katekumen?
Paulus adalah seorang rasul yang hidupnya penuh antusias. Dia berkeliling ke mana-mana tanpa kenal letih dan tidak takut mati. Yang diwartakan adalah Yesus yang adalah Kristus, Mesias. Dia sangat serius dan fokus pada tanggungjawab dan iman. Walau telah berupaya sedemikian rupa, ia tetap mendapati diri yang tidak sempurna. Dan kesaksiannya dalam bacaan hari ini menyatakan betapa terhadap ketidaksempurnaannya, dihayati sebagai kesempatan bagi Allah untuk melengkapinya. “… agar aku jangan meninggikan diri karena pernyataan luar biasa yang aku terima, aku diberi suatu duri dalam dagingku…” Dan lebih jelas lagi: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna” (2Kor 12: 9).
Kita bukanlah pribadi-pribadi yang sempurna. Bukan suami yang sempurna, bukan istri yang sempurna, bukan orang tua yang sempurna, bukan anak yang sempurna, bukan lektor yang sempurna, bukan imam yang sempurna, bukan anggota dewan yang sempurna. Akan ketidaksempurnaan itu, tidak perlulah kita gelisah berlebihan. Namun demikian, juga tidak boleh berhenti bertindak dengan mengatakan bahwa kita memang tidak sempurna. Mintalah pada Allah agar Dia menyempurnakan apa yang terbatas, melengkapi apa yang kurang dalam diri kita. Itu yang dilakukan oleh Paulus, sampai dia bermegah atas kelemahan karena yakin Tuhan akan menyempurnakan. “Sebab itu aku lebih suka bermegah atas kelemahanku, agar kuasa Kristus turun menaungi aku”.
Romo Agus Suryana Gunadi, Pr