“Menjadi Gereja yang Bahagia, Menginspirasi dan Menyejahterakan”
“Setelah kami belajar dari waktu ke waktu mengenai penyebutan di nama Ardas ini lalu seperti yang saya tampilkan ini namanya menjadi “Nota Pastoral dan Panduan Implementasi Arah Dasar IX Tahun 2026-2030 Keuskupan Agung Semarang”, demikian Romo Y.R. Edy Purwanto, Pr mengawali paparannya tentang Nota Pastoral tersebut dalam Temu Pastoral Keuskupan Agung Semarang (KAS) daring, 17 Oktober 2025. Romo Edy menjelaskan tentang pembakuan penyebutan Nota Pastoral.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Nota Pastoral? Menurut Romo Edy, Nota Pastoral tidak pernah ada dalam hierarki magisterium atau ajaran Gereja.
“Tidak pernah ada. Tetapi Nota Pastoral mulai ada di Keuskupan Agung Semarang dan sekarang sudah menjadi sangat biasa di Gereja-gereja dan di keuskupan Indonesia,” katanya.
Nota Pastoral, menurutnya, adalah catatan kegembalaan dari uskup untuk kebijakan dasar dan penting. “Nota Pastoral itu menjadi panduan, bukan pedoman. Bapak Uskup dalam naskah promulgasinya itu menuliskan sesuatu yang bagi saya menarik sekali, yakni bahwa Nota Pastoral ini menjadi panduan atau pendamping resmi Arah Dasar. Dan dengan kata panduan ini, lalu kita memberi ruang gerak yang lebih terbuka bagi kevikepan dan paroki-paroki. Beda kalau pedoman. Pedoman itu harus dipegang teguh dan harus diikuti secara rigid,” terangnya.
Kerangka Nota Pastoral
Romo Edy pun menjelaskan kerangka Nota Pastoral yang terdiri dari teks Arah Dasar 2026-2030 dan naskah-naskah lainnya. “Ada naskah promulgasi, ada pengantar, ada pendahuluan dan sebagainya. Lalu diikuti bagian-bagian, bukan bab, tetapi bagian untuk menegaskan mengenai apa yang ada pada masing-masing bagian, mulai dari Ardas IX dalam konteks RIKAS ada di bagian pertama. Lalu membedah Ardas IX itu di bagian kedua dan Strategi Pelaksanaan Ardas di bagian yang ketiga. Lalu diikuti dengan lampiran-lampiran. Ada apa namanya? Panduan programasi. Lalu juga ada alur penyusunan program. Ada doa Ardas. Doa terdiri dari (bahasa) Indonesia dan bahasa Jawa,” paparnya.
Selanjutnya, Romo Edy menjelaskan Ardas 2025-2030 yang dibaginya menjadi 4 bagian dalam masing-masing alinea.
Alinea 1, menurut Romo Edy, menjelaskan tentang visi Ardas. Visi Ardas merupakan turunan dari visi Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS). “Di mana dalam alinea pertama, di sana ditampilkan “jati diri umat Allah sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban murid Kristus,” katanya.
Namun, sekarang ini ada hal baru, yakni sinodalitas atau semangat berjalan bersama. “Di situ ditekankan, ditegaskan mengenai jati diri yang adalah communion of communities, persekutuan paguyuban-paguyuban. Dan ini akan selalu ditampilkan dari Ardas ke Ardas,” katanya.
Alinea kedua, menurutnya, memuat misi yaitu upaya yang di sana diterjemahkan dengan mewujudkan tatanan kehidupan bersama berdasarkan Pancasila dengan memperlihatkan konteks dan kontekstualisasi dalam seluruh gerak pastoralnya. “Nah, di sini misi yang hendak dicapai dari Ardas IX ditampilkan,” katanya.
Alinea ketiga, lanjutnya, berbicara tentang strategi. “Yang dimuat dalam strategi ini adalah langkah-langkah pastoral yang harus dilakukan untuk mewujudkan atau mencapai visi. Dan di situ ada empat strategi. Dan empat strategi itu meliputi bicara tentang formasio iman, berani mengambil langkah pertama, berbela rasa dan bekerja sama dan pastoral dengan memanfaatkan teknologi,” kata Romo Edy. Ini dirasa sangat penting dan ditonjolkan dalam RIKAS edisi penyelarasan atau adjustment tahun 2024.
Dan pada alinea keempat, menurutnya, Ardas selalu menampilkan mengenai keteladanan. “Dan keteladanan itu bersumber pada dua tokoh, yakni Bunda Maria dan Santo Paulus. Ini tidak pernah akan juga ditinggalkan, mengingat Magisterium banyak memuat mengenai siapa Bunda Maria dan bagaimana Santo Paulus ini menjadi murid Yesus yang menjadi pewarta bagi bangsa-bangsa,” ungkapnya.
Karakteristik Ardas IX
Ardas IX, menurut Romo Edy, memiliki tiga karakteristik. Pertama, yakni kelanjutan dari Ardas VII dan Ardas VIII sebagai landasan implementasi RIKAS. Ardas IX ini nanti juga akan menjadi karakteristik Ardas X, mengingat Ardas VII-X adalah landasan implementasi RIKAS.
Kedua, Ardas IX dialaskan pada RIKAS hasil penyelarasan yang juga sudah dipromulgasikan. “Maka (RIKAS) yang diperbaharui inilah yang digunakan sebagai panduan dalam menyusun Ardas IX,” ungkapnya.
Ketiga, Ardas IX menghadirkan kembali fokus pastoral tahunan untuk memberi kepastian arah pastoral bersama. Menurutnya, Ardas VIII yang lalu, lima garapan langsung ditampilkan di awal. Masing-masing paroki bisa secara kreatif memilih sendiri 5 garapan tersebut. “Tetapi untuk Ardas IX ini diberikan fokus pastoral setelah melalui evaluasi panjang ternyata memang dibutuhkan yang namanya fokus-fokus tahunan supaya tidak datang secara tiba-tiba tetapi benar-benar terencana dan menjadi fokus dalam gerakan dari tahun ke tahun,” katanya.
Sedangkan keterkaitan Ardas IX KAS dengan RIKAS bisa di lihat dalam, satu, visi RIKAS yang diwujudkan secara bertahap sebagaimana tampak dalam road map atau peta jalan 5 tahunan. Kedua, setiap peta jalan menjadi pijakan pengolahan dan perumusan Ardas. Ketiga, Ardas ini tidak pernah terpisahkan dari RIKAS karena memang ada dalam konteks RIKAS sehingga selalu akan memiliki keterkaitan, kesinambungan dan keberlanjutan.
Keberlanjutan
Tentang keberlanjutan, Romo Edy kembali menjelaskan kalau Ardas IX merupakan keberlanjutan dari Ardas VII dan VIII. “Tetapi di situ semakin ditingkatkan dan peningkatan-peningkatan itu dirumuskan dalam pencapaian outcomes. Maka kalau kita menderetkan antara outcomes di road map yang pertama, road map kedua, road map ketiga, dan nanti road map keempat selalu akan terlihat semakin meningkat, semakin kelihatan bagaimana capaian-capaian itu benar-benar berupa
buah dari sebuah kemajuan. Nah, jati diri umat Allah KAS selalu ditegaskan sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban murid Kristus. Ini keberlanjutan, yang berada di dalam bimbingan Roh Kudus mewujudkan Kerajaan Allah. Nah, perhatian kepada KLMTD selalu juga akan menjadi tekanan dalam Ardas-Ardas kita, karena ini menjadi prioritas yang terus akan digarap, akan diperhatikan oleh keuskupan kita,” ungkapnya.
Kebaruan
Ardas IX juga memiliki kebaruan. Romo Edy pun menyampaikan sebagai berikut. Kebaruan yang pertama adalah mendasarkan pada konteks yang berkembang, yakni salah satunya kemajuan teknologi. Kemudian yang kedua, mengadopsi atau mengadaptasi spirit menggereja sinodalitas yang menjadi jati diri Gereja KAS, yakni semangat berjalan bersama. Dan ini hendak diwujudkan dalam bentuk paguyuban kelompok-kelompok umat beriman yang membangun communio, menyadari perutusannya (atau missio), dan membangun keterlibatannya atau participatio. Ini letak kebaruan dan ini senada dengan apa yang dijalankan dalam Sinode para uskup sedunia 2022-2025 ini.
Kebaruan kedua, masih terus mengadaptasi formasio iman berjenjang dan berkelanjutan (FIBB). “FIBB sebagai sarana dan cara pembinaan umat menjadi tekanan yang terus dihadirkan dan gerakan ini akan berjalan seiring dengan perjalanan road map yang kita laksanakan,” katanya.
Kebaruan ketiga, Ardas IX mengajak seluruh umat beriman KAS semakin berani mengambil langkah pertama di dalam menghidupi dan menghidupkan persaudaraan sejati. “Supaya apa? Supaya benar-benar gerak Gereja keluar itu dirasakan dan dialami oleh masyarakat luas sehingga Gereja bukan sekadar memberi inspirasi, tetapi juga benar-benar memperjuangkan kesejahteraan itu. Arah ad extra, arah keluar di tengah masyarakat,” jelas Romo Edy.
Tagline “Gereja yang Bahagia, Menginspirasi dan Menyejahterakan”
Tagline road map III 2026-2030 RIKAS 2016-2030 adalah “Gereja yang bahagia, menginspirasi dan menyejahterakan” yang kemudian dijadikan tema Ardas IX “Menjadi Gereja yang Bahagia, Menginspirasi dan Menyejahterakan”. Apa yang hendak ditekankan di dalamnya? Romo Edy menjelaskan sebagai berikut:
Pertama, kata ‘bahagia’. “Kalau kita mengukurnya dari keterpenuhannya kebutuhan material, emosional, sosial, dan spiritual, maka di situ ada pada tataran yang primer. Tetapi kita perlu ingat bahwa kebahagiaan tidak hanya diukur dari segi yang sifatnya duniawi, tetapi juga diukur dari kedekatan umat dengan Allah sendiri. Maka kata bahagia ini, selain mengadaptasi hal-hal yang sifatnya duniawi, tetapi juga tidak pernah meninggalkan mengenai relasi dengan Allah dan sesama.
Dan itu selama 5 tahun kita jalani dengan bersatu dengan Kristus dan berbuah. Nah, Gereja yang bahagia berarti Gereja yang bersumber pada sukacita Injil yang tidak hanya dialami secara pribadi melainkan dibagikan dalam persekutuan atau communio, dalam bentuk pelayanan yang berarti partisipasi dan dalam perutusan atau misi. Pendek kata, bahagia jangan dinikmati sendiri, tetapi bahagia dibagikan. Bahagia diberikan juga kepada orang lain,” terangnya.
Kedua, kata ‘menginspirasi’. “Menginspirasi ialah mampu mendorong orang lain dan menjadi teladan untuk berpikir, bersikap, dan melakukan hal-hal positif sehingga terjadi pembaruan dan kemajuan di tengah masyarakat, harus memberi yang positif.
Berarti menjadi Gereja yang menginspirasi berarti Gereja yang mampu memberi teladan dan menggerakkan. Dua kata kunci, memberi teladan dan menggerakkan.
Dengan kata lain pula, Gereja menyalakan semangat hidup bersama. Nah, inspirasi ini diambil dari Evangelii Gaudium (EG) 24, yang ditulis oleh Bapa Paus Fransiskus “berani mengambil langkah pertama” untuk membangun kebersamaan dengan orang lain,” jelas Romo Edy.
Ketiga, kata ‘menyejahterakan’. “Menyejahterakan adalah mampu membuat orang lain mencapai kondisi yang sehat, aman, makmur dan damai sejahtera baik secara lahir maupun secara batin. Dan Gereja yang menyejahterakan berarti Gereja yang hadir nyata memperjuangkan kesejahteraan itu utamanya untuk mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Tetapi jangan pernah lupa bahwa kita perlu juga mengupayakan kesejahteraan dengan melestarikan keutuhan ciptaan,” demikian penjelasan Romo Edy.
