Persaudaraan dalam Keheningan

Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*

 

Udara malam menemaninya menyusuri jalan utama di sebuah komunitas pertapaan. Sebuah kehidupan bersama yang dihayati dalam keheningan. Sambil melangkahkan kakinya di jalan yang secara perlahan menanjak, ia menatap barisan pepohonan yang rapi di kedua sisi jalan. Udara terasa sangat sejuk membelai wajahnya malam itu. Ia menghela nafas panjang membuat molekul-molekul udara segar memasuki tubuhnya. Ada kedamaian menaungi hatinya. Dan malam itu, dia semakin menyadari bahwa keheningan sangat diperlukan bagi setiap orang dalam menjalani kehidupan ini. Keheningan sangat membantu dirinya, bukan hanya karena memberikan ketenangan namun terutama keheningan batin memampukannya mengenal secara mendalam pikiran, kesedihan, kemarahan, semua emosi yang ada dalam dirinya dengan kaca mata Allah yang mengasihi.

 

Keheningan tidak harus selalu menyendiri tanpa orang lain. Keheningan bisa dihidupi secara bersama dalam sebuah komunitas membiara, bahkan dalam sebuah keluarga. Harus selalu kita ingat bahwa menghayati keheningan sejati berarti kita menjalin relasi pribadi dengan Kristus Tuhan. Dan relasi pribadi dengan Tuhan adalah dasar bagi kita dalam menjalin relasi persaudaraan satu sama lain, baik dalam hidup membiara, keluarga, bermasyarakat dan bernegara. Keheningan akan mengembangkan persaudaraan dalam kehidupan dan sebaliknya persaudaraan seseorang yang terjalin dengan baik dalam komunitas atau keluarga dapat mengantarnya pada keheningan batin. Keheningan akan membawa kebahagiaan jika ada cinta kasih persaudaraan, karena kasih yang murni yang membawa seseorang masuk dalam keheningan. Bersama Allah dalam keheningan akan membuka hati kita untuk mencintai dan memahami sesama. Keheningan dan persaudaraan tidak bertentangan satu sama lain, namun saling mendukung. Pada akhirnya, penghayatan keheningan seperti itu menjadi landasan perkembangan hidup rohani pribadi dalam kehidupan bersama. Dan jika setiap pribadi mengalami perkembangan secara rohani, maka kehidupan rohani komunitas juga akan berkembang dengan baik.

Namun harus diakui, dapat terjadi keheningan menjadi sebuah pengalaman yang suram dan tidak memberikan kedamaian. Dalam pengalaman kehidupan sehari-hari, baik itu dalam keluarga, komunitas dan di dunia kerja, bisa terjadi keheningan dialami karena hubungan yang tidak baik yang disebabkan adanya konflik. Dari luar terlihat hening, namun situasi ini bukanlah sebagai pengalaman keheningan tetapi sedang terjadi sebuah silent treatment, artinya mendiamkan orang lain tanpa mau berkomunikasi, menolak keberadaan orang lain karena adanya persoalan. Situasi seperti ini bukan sebagai pengalaman keheningan sejati tetapi keheningan palsu. Keheningan palsu membunuh relasi persaudaraan dan merendahkan martabat manusia sebagai mahluk sosial. Pengalaman negatif tersebut akan membuat orang sulit untuk menemukan dan mengalami persaudaraan dalam keheningan. Seseorang tidak akan mungkin masuk dalam keheningan, khususnya keheningan batin, jika tanpa cinta kasih persaudaraan. Hidup tanpa cinta kasih menjadikan kita tidak bahagia. Dalam hal ini keheningan tidak lagi menjadi oase yang membahagiakan, tetapi menjadi kesepian yang mencekam diri sendiri.

Jika kehidupan bersama, entah itu dalam komunitas, keluarga, atau di tempat kerja tidak terjalin dengan baik, maka kita tidak akan mampu masuk ke dalam keheningan. Jangan masuk ke dalam keheningan untuk menghindari kehidupan bersama. Temuilah Allah di dalam hidup bersama, maka kehidupan itu akan membimbingmu masuk ke dalam keheningan, di mana Allah berada. Jika kita masuk dalam keheningan dengan tujuan untuk mengasingkan atau mengisolasikan diri dari sesama dan menyangkal keberadaan sesama, kita berada dalam keheningan yang palsu. Jika demikian, pengalaman keheningan justru merendahkan martabat diri kita sendiri sebagai mahluk sosial.

Manusia adalah mahluk sosial yang memerlukan orang Iain, namun jika tidak didasari pada keheningan pribadi tempat di mana kita berelasi dengan Tuhan, maka relasi yang terjalin dengan sesama, terjalin hanya sejauh menguntungkan, bahkan menjadi relasi yang memanipulasi demi mencapai keuntungan pribadi. Thomas Merton mengatakan: “Masyarakat yang tidak dibangun di dalam keheningan pribadi bersama Tuhan akan kehilangan kemanusiaan mereka yang sejati, kehilangan integritas, kehilangan kemampuan untuk mencinta, kehilangan kemampuan untuk menentukan keputusan. Dan kalau masyarakat dibangun oleh orang-orang yang tidak mengenal keheningan batin, masyarakat itu tidak akan dapat menjaga kesatuan yang didasarkan cinta, namun kesatuan yang didasarkan atas kekerasan dan kekuasaan yang kejam yang memaksa. Masyarakat yang mereka bangun dan hidupi adalah masyarakat yang diperbudak kemarahan dan kebencian. Masyarakat berkembang dalam budaya egoisme dan tidak adanya sikap menghargai dan mendengarkan orang lain.”

 

Sampai di ujung jalan yang ia telusuri, ia berhenti dalam hitungan detik lalu membalikkan badannya. Ia memandang jalan di depan yang menurun. Secara perlahan ia berjalan menurun dengan memastikan tumit kakinya menyentuh bumi lebih dahulu hingga ujung jari kaki. Turunan jalan mengundang kakinya untuk segera cepat dalam melangkah, namun ia menahan agar kakinya tidak terlalu cepat melangkah.

Sambil terus berjalan secara perlahan, ia mengingat kembali sharing pengalaman dari seorang rahib tentang nilai keheningan yang mereka hidupi dalam hidup bersama. Praktik keheningan dijalankan untuk menciptakan suasana saling menghormati dan menghargai persaudaraan, bahkan sebagai sarana agar peka terhadap situasi Iingkungan atau peka terhadap kebutuhan orang lain. Dengan didasari nilai persaudaraan itulah, St. Benediktus mengajak para rahib untuk menjaga keheningan agar saudara yang ingin berdoa tidak terganggu atau pada kesempatan lain, St. Benediktus mengajak untuk menjaga keheningan agar saudara yang ingin beristirahat tidak terganggu. Dikatakan juga bahwa meskipun saat makan bersama keheningan dijaga, namun St. Benediktus tetap meminta para saudara yang melayani memperhatikan kebutuhan saudara yang ia layani saat di ruang makan. Keheningan tidak menghalangi untuk membina sebuah persaudaraan. Dan satu pesan penting yang sangat mengesan baginya dalam sharing tersebut adalah bahwa dalam keheningan doa, kita akan menyadari dasar kesatuan kita dengan sesama adalah Sang Keheningan Sejati yang mempersatukan di dalam cinta-Nya. Waktu telah menunjukkan pukul 20.30. Biasanya, saat ia bersama keluarga kecilnya di rumah, belum waktunya untuk istirahat, namun ia sadar saat ini ia sedang berada di pertapaan. Ia kembali ke kamar bernomor 18 untuk istirahat karena besok pagi pukul 03.30, ia akan ikut bersama para rahib dalam vigili menyanyikan mazmur-mazmur dalam irama doa dan hati yang berdoa.

*Penulis adalah Rahib and Imam – Our Lady of Silence Abbey –Roscrea Co. Tipperary Irlandia.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *