Kardinal Suharyo: Kasih Kepada Sesama Mesti Diwujudkan Di Dalam Gerakan-Gerakan Yang Nyata

Tanggal 9 Juli 2025, Bapak Ignatius Kardinal Suharyo berusia 75 tahun. Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-75, umat Katolik bersama Gereja Katedral Jakarta mengadakan Misa Syukur untuk gembala kelahiran Sedayu, Bantul, DIY ini di Gereja Katedral Jakarta, Sabtu, 12 Juli 2025 sore. Misa dipimpin oleh Kardinal Suharyo sebagai selebran utama dan didampingi Bapak Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ (Uskup Emeritus KAJ), Mgr Piero Pioppo (Duta Besar Tahta Suci Vatikan untuk Indonesia), Mgr Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Ketua Konferensi Waligereja Indonesia dan Uskup Keuskupan Bandung), Mgr Robertus Rubiyatmoko (Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang), Mgr Henricus Pidyarto Gunawan, OCarm (Uskup Keuskupan Malang), Mgr Cristophorus Triharsono (Uskup Keuskupan Purwokerto), Mgr Agustinus Tribudi Utomo (Uskup Keuskupan Surabaya), dan Mgr Pius Riana Prapdi (Uskup Keuskupan Ketapang).

Melalui homilinya, Kardinal Suharyo menekankan pentingnya menumbuhkan dan menghidupi sikap belarasa. Berikut ini adalah homili lengkapnya.

Dalam rasa syukur yang mendalam, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih. Terima kasih kepada Bapak Kardinal Julius, Bapak Nuncio, Bapak Ketua KWI beserta para Bapak Uskup, para Imam, Biarawan-Biarawati, Ibu dan Bapak, Kaum Muda, Remaja dan Anak-anak sekalian, para Sahabat, Lembaga-lembaga pelayanan di Keuskupan Agung Jakarta dalam bidang pendidikan, pelayanan sosial, pelayanan kesehatan atas doa, dukungan, dan apapun yang telah ikut membentuk pribadi saya selama peziarahan hidup saya.

Saudari-saudaraku yang terkasih, hidup kita termasuk hidup saya dapat kita baca dengan kacamata sabda Tuhan yang kita dengarkan pada hari ini. Pertanyaan yang diajukan oleh ahli Taurat. Kalau kita mendengarkan suara batin kita sebenarnya adalah pertanyaan kita juga. Pertanyaan mendasar, pertanyaan eksistensial hidup kita masing-masing. “Guru, apakah yang harus aku lakukan untuk memperoleh hidup kekal?” Bukankah itu pertanyaan eksistensial untuk kita semua? Jawaban yang diberikan oleh ahli Taurat itu setelah Yesus bertanya balik kepadanya juga sangat kreatif. Ia berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Kita sudah hafal dengan jawaban itu. Tetapi sebetulnya kalau kita melihat Kitab Suci, jawaban itu adalah suatu revolusi di dalam kehidupan beriman. Kalau kita baca ayat-ayat itu, jawaban tadi berasal dari dua kitab yang berbeda. Yang pertama dari kitab Ulangan dan yang bagian kedua dari kitab Imamat. Kedua-duanya semula tidak berhubungan satu sama lain. Mencintai Allah adalah satu hal. Mencintai sesama adalah lain hal. Tidak ada hubungannya. Ahli kitab itu menggabungkan kedua perintah itu menjadi satu. Suatu revolusi, sekali lagi, di dalam keyakinan iman atau menurut istilah teknis di dalam perkembangan teologi.

Pertanyaan ahli Taurat yang selanjutnya, siapakah sesamaku itu memberi kesempatan kepada Yesus untuk mengembangkan pengajaran-Nya dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati.

Kalau diringkas, perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati mesti diwujudkan di dalam kasih kepada sesama. Kasih kepada sesama mesti diwujudkan di dalam gerakan-gerakan yang nyata. Dan gerakan-gerakan itu mesti bersumber pada hati, segenap hati dan didorong oleh kompetensi etis yang namanya kemudian disebut compassion, bela rasa.

Saudari-saudaraku yang terkasih, kalau saya renung-renungkan, Tuhan menuntun saya di jalan ini, di dalam garis perenungan ini. Pada tahun 1987, sudah lama, saya menterjemahkan suatu buku yang berjudul Compassion,  tahun 1987.

Pada waktu buku itu saya terjemahkan, kata bela rasa belum biasa dipakai. Setelah mencari-cari kemungkinan yang macam-macam, akhirnya judul buku dalam bahasa

Indonesia adalah “Sehati Seperasaan”. Tanpa saya sadari makna kata itu berinkubasi sangat lama di dalam diri saya. Dan sesudah beberapa lama, sekian lama berinkubasi di dalam diri saya, salah satu buahnya adalah logo Keuskupan Agung Jakarta dengan tulisan “Gembala yang baik dan murah Hati”. Murah hati menterjemahkan kata yang sama, compassion, yang mulai dipakai pada tahun 2012.

Bagian yang pertama “Gembala yang Baik” diletakkan sebagai dasar Keuskupan Agung Jakarta oleh Bapak Kardinal Julius. Saya menambahkan dengan kata “murah hati” sesuai dengan jalan, semangat yang entah bagaimana ditanamkan  Tuhan di dalam diri saya.

Lambang itu mendorong Keuskupan Agung Jakarta pada tahun 2014, Aksi Puasa Pembangunan dengan semboyan “Semakin Beriman, Semakin Bersaudara, Semakin Berbela Rasa”. Dan atas persetujuan Bapak Uskup Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, semboyan inilah yang dipakai ketika Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia pada tahun yang lalu. Temanya sama. Di dalam bahasa Inggris tentu saja “Faith, Fraternity and Compassion”.

Sebelumnya dalam surat pribadi Paus Fransiskus yang saya terima, beliau menegaskan lagi pentingnya compassion itu. Saya kutip sebagian dari surat yang saya terima. “Ketika saya mengingat Anda, satu kata muncul di dalam diri saya (maksudnya Paus Fransiskus) yaitu compassion. Semoga Anda terus bertumbuh dalam bela rasa yang akan membuat Anda mengikuti Yesus Kristus lebih dekat lagi.”

Bela rasa untuk saudari-saudara yang menjadi korban dan dijadikan budak oleh berbagai macam kejahatan yang mengharapkan sentuhan kasih dari semua orang yang percaya kepada Tuhan.

Semoga Keuskupan Agung Jakarta pada khususnya dan Gereja Katolik di Indonesia pada umumnya, apapun tema pastoral tahunan yang diangkatnya terus menjadikan bela rasa sebagai rohnya.

Semoga kompetensi etis ini mendorong kita semua untuk terus berusaha mencari jalan-jalan baru mewujudkannya untuk Gereja dan untuk tanah air. Semoga Tuhan menganugerahkan rahmat, bimbingan, dan tuntunan yang kita perlukan bagi Gereja Katolik di Indonesia untuk terus meniti jalan bela rasa itu. Tuhan memberkati!”

Foto: Tangkapan Layar Youtube Komsos Katedral Jakarta

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *