Mgr. Aloysius Murwito OFM: Relasi Kasih Dengan Tuhan Yesus Adalah Modal Awal Yang Amat Mendasar Dan Penting Bagi Setiap Kita Dalam Memulai Karya Kegembalaan Kita

Kabar gembira bagi kita semua. Kongregasi Ordo Fratum Minorum (OFM) Provinsi Malaikat Agung menerima para saudara sebagai diakon dan imam melalui tahbisan diakonat dan imamat melalui tangan Mgr. Aloysius Murwito OFM di Gereja St. Paulus – Paroki Depok, Jumat, 11 Juli 2025. Frater Agustinus Firstson Woghe Kega OFM menerima rahmat tahbisan diakonat. Sedangkan tujuh diakon yang menerima rahmat tahbisan imamat adalah Diakon Stefanus Harkam Nampung OFM, Diakon Gabriel Rionaldi Wijaya Emar OFM, Diakon Eugenio Isaac da Silva Tilman OFM, Diakon João Mendonça OFM, Diakon Manuel de Araújo Nunes da Silva OFM, dan Diakon Saturninho da Costa Piedade OFM.

Dalam homilinya, Uskup Keuskupan Agats,  Mgr. Aloysius Murwito OFM menekankan pentingnya relasi kasih antara gembala dengan Yesus Kristus. Berikut ini adalah homili lengkapnya.

Saudara dan saudari sekalian, khususnya calon-calon tertahbis,

Barangkali Anda sempat berangan-angan kalau saya menjadi imam, imam yang bagaimana yang harus saya wujudkan? Barangkali Anda memikirkan kalau saya ingin menjadi imam, saya berusaha menjadi imam yang baik. Dan yang baik itu kami dapat mengumpulkan dana yang banyak atau kami dapat membangun sebuah gereja yang megah atau barangkali aku bisa membaptis banyak orang.

Tetapi Injil hari ini yang kita dengar, hal yang penting dan yang menjadi dasar untuk menjalankan tugas kegembalaan kita adalah relasi kita dengan Tuhan Yesus.

Tuhan Yesus sampai tiga kali bertanya kepada Petrus. “Petrus, Simon, anak Yohanes, apakah kamu mencintai Aku?” Dan itu ditanyakan tiga kali. Dan mungkin kita berkali-kali.

Banyak pengalaman, banyak peristiwa yang kita hadapi dan pertanyaan-pertanyaan itu selalu menggugat kita, “Apakah kamu mencintai Aku?” Dalam berbagai macam peristiwa, menghadapi pelbagai masalah, Tuhan menggugat kita dengan pertanyaan itu. “Apakah kamu mencintai Aku?” Sampai tiga kali, berkali-kali.

Mungkin Tuhan kurang yakin pada kita. Tetapi juga mungkin Tuhan menuntut satu penegasan dari kita. Karena dalam perjalanan waktu, situasi kita berbeda-beda, pengalaman-pengalaman kita beraneka ragam. Banyak hal, banyak persoalan, banyak masalah dan kita sering dihadapkan kepada satu pilihan. Dan Tuhan Yesus mengajukan pilihan itu, “Apakah kamu sungguh mencintai aku?”

Saudara-saudara, relasi dengan Tuhan Yesus itulah yang pertama membangun hubungan yang erat sedemikian rupa sampai segala yang lain itu ditundukkan, dikalahkan. Inilah merupakan sebuah komitmen yang terus-menerus harus diperbarui dalam diri kita sebagai seorang imam. Selalu terus-menerus diperbaharui karena pertanyaan ini menggugat, tapi juga pertanyaan ini membutuhkan sebuah keberanian dalam pergulatan-pergulatan kita.

Karena tawaran-tawaran yang ada di sekitar kita begitu kuat sampai-sampai pertanyaan itu kadang-kadang tidak muncul di dalam pertimbangan-pertimbangan kita.

Kalau itu tidak muncul lagi dan tidak kita tanggapi dengan sungguh-sungguh dalam perjalanan pelayanan kita, kita tidak bisa menjalankan tugas kegembalaan kita dengan baik. Pikiran kita, hati kita terbagi. Tidak bisa sepenuhnya kita menjalankan tugas kegembalaan dan tugas pelayanan. Maka dibutuhkan waktu dan dibutuhkan daya tahan yang kuat untuk bergulat sampai kita bisa memenangkan bagi Tuhan, “Aku mengasihi Engkau!”

Dan ini, Saudara-saudara, merupakan sebuah pergulatan. Menjawab sebuah pertanyaan dari Tuhan Yesus merupakan sebuah tantangan dan sebuah pergulatan. Perlu waktu, perlu masuk dalam keheningan. Perlu masuk dalam kesulitan-kesulitan. Pengalaman-pengalaman kita menunjukkan, mengalami kehadiran Tuhan. Tuhan yang bertanya seperti tadi membutuhkan satu waktu yang cocok. Kita masuk kapel, kita masuk gereja, duduk diam, belum tentu suara itu langsung terdengar dan hati kita langsung menjawab.

Pengalaman menunjukkan bahwa kita duduk terasa berat, setengah hati, bahkan kemudian terjadi pelanturan yang panjang. Maka relasi yang nyata antara Tuhan Yesus dan kita, antara kita dengan Tuhan Yesus itu tidak segera terjadi, membutuhkan waktu.

Tetapi, masih ingat bacaan beberapa hari lalu, di mana Yakub bergulat dengan Tuhan Allah sepanjang malam sampai akhirnya Tuhan Yesus itu menang dalam pergulatan itu. Artinya bahwa kita membutuhkan waktu, ketenangan, dan membiarkan diri Tuhan hadir dan sungguh menyapa kita.

Inilah, Saudara-saudara,pertanyaan itu amat relevan untuk Anda semua, untuk calon-calon imam, untuk calon diakon. Yang paling penting dan paling mendasar agar tugas kegembalaan itu dapat kita lakukan demi sedikit demi sedikit dan semakin dengan hati yang penuh, itu membutuhkan waktu, membutuhkan kerelaan kita menyediakan waktu untuk selalu membaharui menghidupi relasi kita dengan Tuhan. Jangan terjebak pada kesibukan-kesibukan pelayanan. Ambillah waktu secukupnya sedemikian rupa, sehingga dapat merasakan relasi dengan Tuhan Yesus itu sungguh hidup. Kalau itu terjadi dan dilakukan, Saudara-saudara, apapun yang kita hadapi, percayalah bahwa itu akan terlaksana dengan baik.

Hubungan dengan Tuhan Yesus itulah yang harus selalu disegarkan dalam diri kita. Proyek-proyek yang menarik, yang besar, yang membawa kita semua kepada popularitas, seperti awal renungan tadi disampaikan, barangkali itu akan berjalan dalam waktu. Tetapi selalu menjadi pertanyaan, apakah tugas-tugasku, pekerjaan-pekerjaanku, pelayananku merupakan sebuah tindak nyata dari ungkapan aku mengasihi Engkau, Tuhan?

Itulah yang membawa kepada kita sebuah kebijakan-kebijakan dalam mengambil langkah-langkah pastoral kita. Selalu berkonsultasi lebih dahulu dengan Tuhan Yesus. Selalu mendengarkan kira-kira Tuhan menghendaki apa dalam situasi konkretku seperti sekarang ini.

Itu tidak sekaligus jadi, tidak sekaligus nyata, tapi itu sekali lagi membutuhkan sebuah pergulatan-pergulatan. Mula-mulanya berat, tetapi kalau menjadi biasa, maka relasi itu gampang dilakukan.

Pengalaman saya bekerja di daerah yang amat sulit, pada mulanya ditempatkan di daerah yang amat menantang. Dengan berat hati kami melaksanakan itu. Daerah Asmat yang paling unik karena tidak ada tanah darat. Semuanya air. Perjalanan-perjalanan hanya bisa dilakukan dengan perahu atau perahu motor. Banyak air, tetapi air untuk dikonsumsi itu sulit, tergantung dari air hujan. Harus melalui, perjalanan-perjalanan harus melalui laut yang sering bergelombang bahkan berombak. Saya yang ditempatkan dari, yang asalnya bukan dari laut, bukan dari sungai-sungai yang lebar, datang dengan setengah hati pula.

Apalagi kalau umatnya masih amat tergantung sama sekali kepada Bapak Uskup atau kepada pastor. Berangkat mengunjungi umat, kalau di Depok, di sini, tidak perlu bawa apa-apa. Tapi di sana membawa bekal sendiri. Dan umat kadang datang tidak membawa apa, tapi menunggu pemberian dari Bapak Pastor.

Hal seperti itu saja, hal seperti itu tentu saja pada awalnya tidak menarik. Tetapi Saudara-saudara, kalau itu dilakukan dengan disertai sebuah jawaban yang disadari atas pertanyaan Yesus bagi saya dan bagi Teman-teman, “Tuhan, aku mengasihi Engkau!”, maka lama-lama yang merupakan kesulitan dan tantangan itu menarik juga, menimbulkan juga rasa kerinduan untuk tinggal bersama umat seperti itu.

Tidak ada timbang-menimbang kalau ada rencana-rencana perjalanan yang harus melewati laut, yang berombak dan bergelombang. Sudah biasa orang minta sesuatu, maka yang mulanya barangkali agak jengkel, lama-kelamaan bisa sabar dan bisa menerima dengan baik.

Tetapi hal seperti itu merupakan sebuah proses pengolahan. Dan kalau kita semakin berelasi dengan Tuhan Yesus dan mengungkapkan rasa cinta kita kepada Tuhan Yesus, Saudara-saudara, maka kegembalaan kita bisa kita jalankan dengan lebih baik, dengan lebih ringan, dan sungguh dengan kasih.

Begitu pula, Saudara-saudara, yang akan ditempatkan di mana saja. Bangunlah hubunganmu pertama-tama dengan Tuhan Yesus! Hubungan kasih. Sebagaimana Tuhan telah mengasihi engkau, engkau juga harus mengasihi Dia.

Pertanyaan itu bisa direnungkan dan mengandung jawaban yang amat kaya, yang bisa beragam, berbeda hari ini, berbeda besok. Tetapi ungkapan yang berbeda-beda itu mewujudkan satu sikap tanggapan yang satu, “Aku mengasihi Engkau, Tuhan!”

Ini menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat dalam perjalanan pelayanan kita, perjalanan kegembalan kita. Menjadi sebuah kekuatan, menjadi lebih ringan dan menjadi lebih friendly untuk berelasi dengan siapa saja tanpa timbang-menimbang ada pamrih, ada tidak. Tapi semuanya lebih tulus kita layani mereka itu.

Karena itu, Saudara-saudara sekalian, bacaan ini amat tepat mengawali sebuah perayaan tahbisan. Ditegaskan oleh Tuhan Yesus, relasi kasih dengan Tuhan Yesus adalah modal awal yang amat mendasar dan penting bagi setiap kita dalam memulai karya kegembalaan kita.

Tetapi memang kebutuhan-kebutuhan itu cukup banyak. Tawaran-tawaran itu juga cukup banyak. Dan ego kita juga menuntut sesuatu yang sering amat kuat.

Maka sekali lagi, komunikasi dan relasi dengan Tuhan Yesus ini sering menjadi sebuah pergulatan-pergulatan kita yang diharapkan kita bisa memenangkan Yesus daripada memenangkan nafsu-nafsu, keinginan-keinginan cinta diri kita.

Mari kita mohon kepada Tuhan dalam perayaan tahbisan ini. Semoga tumbuh, bersemi, mekar rasa cinta kita kepada Tuhan Yesus yang diutamakan dalam karya kegembalaan kita.

Sebelum kita memulai berkarya, selalu kita datang kepada Yesus, berkomunikasi dengan Dia dan sampai kepada kita memiliki satu sikap, “Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan!” Amin. Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin!

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *