Paus Boleh Berganti, Gereja Tetap Ada

Senin, 21 April 2025, Paus Fransiskus wafat di Casa Santa Marta, Vatikan, dalam usia 88 tahun. Banyak keutamaan telah diwariskan pengganti Petrus itu yang layak untuk kita hidupi sampai saat ini. Untuk mengenang keutamaan-keutamaan mendiang Paus Fransiskus, baik kalau kita menyimak homili Romo Telephorus Krispurwana Cahyadi, SJ berdasar bacaan Luk 24:13-35 pada misa Requiem Paus Fransiskus di Gereja Katedral Santa Perawan Maria, Semarang, Rabu, 23 April 2025 lalu. Berikut ini adalah homili lengkapnya.

Bapak Kardinal, Bapak Uskup, para Romo, Suster, Bruder, Saudari dan saudara yang terkasih,

Injil hari ini menceritakan tentang perjalanan. Perjalanan kedua murid yang gundah gulana, yang putus harapan, yang kecewa, yang ekspektasinya akan Yesus hancur. Tetapi itulah hidup kita, perjalanan. Tidak lama setelah terpilih sebagai Paus, Paus Fransiskus dalam homili pertama pengukuhannya sebagai Paus tanggal 19 Maret 2013, tepat hari raya Santo Yosef, Paus menggambarkan Gereja ini adalah Gereja yang berjalan. Dan kita diajak untuk berjalan. Karena apa? Karena dia mengatakan jangan berhenti. Berhenti itu artinya mati. Kalau kita mau hidup, berjalanlah. Dan kita menapaki perjalanan ziarah dalam perjalanan Gereja sinodalitas yang dicanangkan oleh Paus Fransiskus, proses yang masih berlangsung, yang belum selesai, karena perjalanan tidak akan pernah usai.

Ada alasan untuk berhenti. Ada alasan untuk marah. Ada alasan untuk mandek. Ada alasan untuk pulang dalam bahasa kasarnya minggat, mulih. Dan itu dialami dua murid Emaus. Dan sesuatu yang wajar, sesuatu yang bisa kita alami. Kegelapan. Kekeringan dan kesepian. Kekecewaan. Itulah pengalaman krisis. Menarik.

Sebelum pemilihan Paus, Paus Benediktus menuliskan surat untuk penggantinya dan waktu itu beliau tidak tahu siapa yang akan menggantikan dia dan dokumen-dokumen yang menunjukkan apa Gereja sedang mengalami krisis. Gereja sedang mengalami perubahan. Dan itu alasan Benediktus XVI mengundurkan diri. Dunia berubah.  Gereja berubah. Dan Gereja membutuhkan gembala yang baru yang lebih segar, yang lebih mempunyai daya kekuatan untuk menuntun Gereja ini. Paus Benediktus XVI dalam kesadarannya mengatakan “Saya bukan orang yang tepat.” Mengapa kita perlu berjalan? Karena perjalanan seperti yang dialami dua murid Emaus adalah perjalanan yang akan membawa kepada perjumpaan, perjumpaan dengan Yesus. Itulah Paskah. Itulah harapan. Kalau kita mandek, kita menutup diri dan kita lari, maka kita tidak melihat masih ada harapan, masih ada masa depan, dan masih akan ada Paskah kebangkitan perjumpaan dengan Tuhan.

Paus Fransiskus menemani Gereja dan kita semua dalam menapaki perjalanan Gereja yang berjalan. Dan Gereja yang berjalan itu bukan Gereja yang kaku, bukan Gereja yang beku, bukan Gereja yang mandek yang senantiasa suka untuk kembali kepada masa lalu. Dulu…., biasanya…, tetapi mengajak kita untuk keluar maju bergerak dan melangkah lagi. Senantiasa muda, demikianlah Paus, menggambarkan. Muda bukan soal usia, tapi muda soal apakah kita mau bergerak atau berjalan lagi, tidak mandek.

Tentu setiap perjalanan selalu ada risiko. Beliau menggambarkan demikian dalam pertemuan Kardinal sebelum pemilihan Paus. Bergoglio, Kardinal Bergoglio menggambarkan Gereja ini mengundang Yesus masuk dalam dirinya, tetapi setelah Yesus masuk pintu ditutup. Lalu Paus mengetuk dari dalam, “Ayo keluar! Ayo keluar mewartakan Injil!”

Maka di akhir sambutannya, Paus mengatakan, Bergoglio, mohon maaf, mengatakan Paus yang saya kehendaki adalah seseorang yang berkat kontemplasinya akan Yesus Kristus membawa Gereja keluar mewartakan Injil. Itulah juga yang dikatakan oleh Paus Benediktus XVI,  krisis semangat evangelisasi, krisis semangat misioner. Dan Paus Fransiskus pun mengatakan yang sama. Maka, beliau mengeluarkan dokumen Evangelii Gaudium, sukacita karena mewartakan Injil. Dan itulah perjalanan yang hendak dituntun dan dibawa Paus dalam menggembalakan Gereja.

Bulan Juni 2022, Paus menuliskan testamen rohani dan baru dibuka hari-hari ini. Dan Juni 2022 masih kurang lebih segar dia sudah menuliskan testamen rohani dan dalam testamen rohani itu menuliskan di mana beliau ingin dimakamkan, di Basilika Santa Maria Maggiore, bahkan sudah menentukan tempatnya di mana. Tidak hanya menemukan tempat, tapi sudah mengatakan nanti biaya pemakaman sudah ada. Saya sudah menyimpan untuk biaya pemakamannya. Menarik! Termasuk biayanya sudah dihitung. Jadi tidak minta kepada Romo Ekonom. Sudah ada biayanya, bahkan dikatakan nanti di makam hanya boleh ditulis Fransiskus. Tidak ada embel-embel yang lain.

Mengapa Santa Maria Maggiore? Karena beliau sangat mencintai Bunda Maria. Sebelum melakukan perjalanan, setelah pulang dari perjalanan selalu menuliskan atau selalu berdoa di depan ikon Maria di Santa Maria Maggiore. Tanggal 7 Februari 2025, Paus Fransiskus menulis kata pengantar dalam sebuah buku yang ditulis oleh Kardinal Angelo Sola, Uskup Emeritus Milan. Dan bukunya itu bercerita tentang apa, mengalami, merasakan dan menikmati hari tua. Yang menarik di dalam kata pengantarnya, Paus Fransiskus mengatakan, usia lanjut itu disyukuri. Tetapi di bagian akhir, dia berbicara tentang kematian. Kematian bukan kehilangan segala-galanya. Kematian adalah awal baru bagi sesuatu. Kematian itu disambut. Sesuatu yang menarik, kata pengantar itu ditulis 7 Februari 2025, sebelum Paus sakit. Dan baru hari-hari ini dikeluarkan tulisan itu. Mungkin karena momennya tepat. Disambut kematian itu.

Hari Minggu Paskah, Paus Fransiskus berkeliling dengan Papa Mobile di lapangan Santo Petrus. Bahkan hadir di Loggia Basilika Santo Petrus dengan berkat Orbi et Urbi.

Dan setelah berkeliling, Paus mengatakan kepada perawat pribadinya, “Terima kasih karena engkau mengajak saya untuk keliling.”  Mengapa? Sebenarnya dokter, ketika Paus Fransiskus keluar dari rumah sakit, meminta Paus istirahat total 2 bulan. Tidak boleh melakukan aktivitas, tidak boleh ketemu orang. Tetapi tampaknya mengatur Paus itu susah. Beliau ketemu orang, keluar, tampil, hadir. Dokternya hanya mengatakan gimana lagi, dia itu Paus. Yo wis! Nah, tetapi menarik. Dengan wajah yang tidak menyembunyikan kerapuhan dan kesakitan, berkeliling. Mengapa bagi dia penting? Perjumpaan. Berjumpa dengan Tuhan yang disongsong dengan kematian dan berjumpa dengan umat, dengan sesama, dengan umat manusia, bahkan hari Minggu sore sempat sebentar bertemu dengan wakil Presiden Amerika Serikat.

Tampaknya paus ini kalau nggak ketemu orang itu malah stres. Awal-awal Bapak Uskup (Mgr Robertus Rubiyatmoko, Red) suka mengatakan srawung. Ternyata idenya dari mana? Paus mengatakan ide ketemu orang tuh dari Monsinyur Rubi ternyata (seloroh Romo Kris, Red). Srawung, ketemu orang. Berjumpa. Dan perjumpaan itu tentu pertama-tama ditandai dengan perjumpaan dengan Yesus Kristus. Paus yang saya kehendaki adalah seseorang yang berkat kontemplasinya akan Yesus Kristus.

Bacaan pertama bercerita tentang orang lumpuh yang sehari-hari ada di Bait Allah, memohon, berdoa dan berharap. Betapapun lumpuh, betapa pun sakit, tetap memohon, berdoa dan berharap. Maka, Paus pun tidak ragu dan tidak malu menunjukkan bahwa saya rapuh, bahwa saya sakit dan tidak menutup-nutupi itu. Dan selalu mengatakan, “Doakan saya!”

Dan dia berterima kasih kepada sekian banyak orang yang berdoa di luar rumah sakit. Bahkan berapa hari sebelum 3 hari suci, bertemu dengan para dokter dan perawat yang merawat dia di rumah sakit dengan mengatakan, “Terima kasih!” Itulah juga yang menurut berita dibuat, Paus di detik-detik terakhir, saat-saat terakhir sebelum wafat.

Diceritakan Paus bangun biasa jam enam pagi. Lalu tidak lama kemudian terkena serangan stroke, lalu jantung bermasalah, tetapi sempat melambaikan tangan kepada perawat pribadinya, seakan-akan terima kasih dan sampai jumpa. Tidak ada sebuah perpisahan yang indah. Dalam perjumpaan dengan Tuhan, perjumpaan dengan umat, dan berterima kasih kepada orang-orang yang merawatnya, para dokter, para perawat, tenaga medis bahkan perawat pribadinya.

Saya tidak bisa membayangkan kalau seandainya saya menjadi perawat pribadinya sudah colaps sih saya. Hanya membayangkan saja.

Pengalaman berjumpa dengan Tuhan itulah yang dirasakan dan dialami oleh dua murid Emaus betapa pun matanya terhalang, namun hatinya berkobar. Demikian dua murid Emaus itu mengatakan perjumpaan dengan Tuhan dan perjumpaan dengan sesama. Dua bentuk dan arah perjumpaan. Dan dalam bacaan Injil dikatakan dalam perjumpaan itu ada saat untuk mendengarkan,  ada saat untuk perayaan bersama, perjamuan dalam kebersamaan, terlebih juga ada bagi pelayanan. Ingat kedua murid Emaus itu ketika setelah mereka menjumpai Tuhan, melihat Tuhan dan sadar bahwa Tuhan itu ada, tapi begitu mereka sadar Tuhan itu “ah, itu Yesus”, Yesus segera hilang. Yesus ternyata tidak suka cipika-cipiki. Langsung hilang. Dan apa yang terjadi? Kedua murid langsung lari kembali ke Yerusalem, mewartakan Yesus sungguh telah bangkit. Dan itulah Paskah. Yesus sungguh telah bangkit. Paus telah mengakhiri perjalanannya. Dua belas tahun menggembalakan Gereja. Tetapi kita percaya, Paus boleh berganti, Gereja tetap ada. Karena Yesus sendiri mengatakan “Aku akan menyertai engkau sampai akhir zaman.” Dan perjalanan itu ditapaki Paus sampai akhir, sampai wafat. Gereja masih berjalan. Dan kita diajak untuk menemani Gereja yang berjalan ini. Maka nggak usah nggosip siapa Paus berikutnya. Nggak usah ikut-ikutan nggosip. Kita berdoa saja. Tidak usah ikut, wah Paus ini nanti ini, ini, nggak usah. Toh tidak ada gunanya. Maka, kita berdoa saja bagi Gereja, bahwa siapapun nanti pausnya, tenang saja! Roh Kudus berkarya. Kristus menyertai dan Bapa memberkati. Amin.

 

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *