
Dalam Kis 2: 14.23-32 dikisahkan: “Pada hari Pentakosta, bangkitlah Petrus berdiri bersama dengan 11 rasul itu, dan dengan suara nyaring berkata kepada orang banyak: “Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di Yerusalem, ketahuilah dan camkan perkataanku ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.
Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan para bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu. Daud berkata tentang Dia: Aku senantiasa memandang kepada Tuhan, karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram.
Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan sukacita di hadapan-Mu.
Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini. Dia adalah seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri di atas takhtanya.
Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.
Matius dalam injilnya (Mat 28: 8-15) mewartakan: “Ketika itu kaum perempuan segera pergi dari kubur itu, dan diliputi rasa takut dan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukan bahwa Yesus telah bangkit kepada para murid Yesus. Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Maka kata Yesus kepada mereka: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sana mereka akan melihat Aku.”
Ketika mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada para imam kepala. Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada para serdadu itu.
Mereka berkata: “Kamu harus mengatakan, bahwa para murid Yesus datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.” Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, Petrus bersama dengan para murid Yesus memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah Anak Allah sekaligus keturunan Daud. Dia telah ditetapkan Allah sebagai penyelamat dengan mengadakan mukjizat dan tanda-tanda karena Allah menyertai Dia. Petrus dan para murid-Nya adalah saksi. Iman kepada Kristus yang bangkit melibatkan banyak saksi. Dengan bahasa yang dapat dimengerti masyarakat setempat para saksi mengajar dan mewartakan pengalaman mereka.
Pengalaman iman jauh lebih penting daripada memberikan pengetahuan. Maka hendaknya ketika bersaksi, kita lebih banyak menyampaikan pengalaman kita akan kasih Kristus daripada bercerita tentang Yesus.
Dua, para ahli taurat dan tua-tua yang seharusnya memberi kesaksian tentang kebenaran, malah memberi uang suap kepada para serdadu agar mereka memberikan kesaksian palsu.
Semoga para petinggi masyarakat, para pemimpin umat beriman dan pejabat waspada akan tugas mereka dan menghidari praktik-praktik suap-menyuap. Amin.
Mgr Nico Adi, MCS