
Hari Minggu Prapaskah II
Minggu, 16 Maret 2025
Bacaan I : Kej. 15:5-12.17-18
Bacaan II : Flp 3:17-4:1
Bacaan Injil : Luk. 9:28b-36
Di mana Gunung Tabor hidupmu?
Beberapa tahun yang lalu saya mengenal seorang ibu yang wajahnya selalu ceria. Orangnya energik. Beliau murah senyum dan murah hati. Saya tahu beliau seperti ibu-ibu yang lain pasti mempunyai masalah (mungkin juga hutang hehe…). Tetapi beliau tetap gembira, tegar dan kuat menjalani hidup ini. Saya pernah tanya, “Ibu kok selalu bahagia. Resepnya apa yaaa, bu?” Beliau menjawab, “Pasrah pada Tuhan dengan berdoa, Romo”.
Berdoa. Berserah diri pada Tuhan. Itu pula yang dilakukan Yesus bersama tiga murid inti-Nya (Petrus, Yakobus dan Yohanes) di atas gunung. Dalam tradisi, gunung itu adalah Gunung Tabor. Dengan berdoa di Gunung Tabor itu, ditegaskan siapa Yesus dan apa misinya. Di sana terjadi peristiwa transfigurasi (penampakan kemuliaan-Nya). Yesus berubah rupa dan wajahnya berseri-seri. Bahkan Ia dinyatakan sebagai Anak Allah.
Melalui sabda Tuhan pada hari Minggu Prapaskah II ini kita semua diingatkan untuk menyediakan waktu untuk berdoa seperti Yesus. Di tengah-tengah karya pelayanan-Nya, Yesus mengkhususkan waktu untuk menyepi, masuk dalam keheningan dan berdoa kepada Bapa-Nya.
Inilah yang dikisahkan dalam bacaan Injil hari ini bagaimana Yesus naik ke Gunung Tabor. “Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa”. Teladan Yesus ini semakin menegaskan kepada kita mengenai pentingnya doa dalam kehidupan kita. Di tengah kesibukan, pekerjaan, dan kegiatan-kegiatan kita sehari-hari, yang seringkali menyita banyak waktu dan tenaga, kita harus berani mengkhususkan waktu untuk masuk dalam keheningan dan berdoa.
Pentingnya keheningan dalam hidup ditegaskan oleh Santo Antonius Abas (250-356). Beliau mengungkapkan, “Jika seekor ikan keluar dari air, ia akan lemas dan mati. Demikian juga manusia. Jika manusia keluar dari keheningan, kita akan lemas dan mati”. Kalau selama ini kita merasa masih kurang dalam berdoa dan mengusahakan keheningan, baiklah salah satu bentuk pertobatan dan matiraga di masa Prapaskah ini adalah meningkatkan doa dan keheningan kita. Mari menemukan ‘gunung tabor’ hidup kita.
Doa yang kita lakukan dengan tekun dan sungguh-sungguh, akan menghasilkan buah dalam kehidupan kita sebagaimana dialami Yesus, “Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan.” Doa itu memancarkan kemuliaan, kedamaian, dan kesucian. Maka, kita seringkali menjumpai bahwa orang-orang yang tekun berdoa itu memancarkan kesucian dan menunjukkan kematangan dan kedamaian hidup.
Mereka selalu gembira, wajahnya ceria, kata-katanya menyejukkan dan mencerahkan. Meskipun mereka tetap harus menghadapi aneka persoalan dan menanggung beban serta penderitaan hidup, mereka tetap bersemangat dan penuh pengharapan. Hal ini pun akan kita alami, kalau kita semakin tekun berdoa dan mundur sejenak dari aktivitas dengan hening.
Pertanyaan refleksinya, bagaimana hidup doa Anda akhir-akhir ini? Di manakah “gunung tabor” Anda selama ini?
Yohanes Gunawan, Pr
Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani Sanjaya,
Jangli – Semarang