Menjadi Manusia Yang Sungguh Berbelas Kasih Kepada Sesama

Uskup Keuskupan Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM menekankan pentingnya ziarah dan transformasi menjadi manusia yang sungguh berbelas kasih. Hal itu disampaikannya dalam misa pembukaan Tahun Yubelium 2025 di Gereja Katedral Beatae Mariae Virginis, Bogor, pada Pesta Keluarga Kudus, Minggu, 29 Desember 2024. “Kita diundang, kita diajak selama masa Yubileum ini setidak-tidaknya kita mengubah hidup kita, mentransformasi diri kita menjadi manusia yang sungguh berbelas kasih kepada sesama kita, mengampuni, memaafkan orang yang bersalah kepada kita,” katanya.

Berikut ini adalah homili lengkap yang disampaikannya pada waktu itu.

Shalom! Selamat Natal lagi ya. Iya. Berziarah bersama keluarga merupakan bagian atau praksis hidup dalam tradisi kitab suci bagi orang-orang Yahudi. Berziarah ke tempat suci, ke bait Allah, ke Yerusalem.

Jadi itu bagian dari praktik hidup beriman, hidup beragama bagi orang-orang Yahudi. Dalam bacaan pertama tadi kita mendengar keluarga Hana dan Elkana. Mereka berziarah ke Silo, tempat bait Allah dan bertemu dengan Imam Eli. Sebelumnya Hana berdoa mohon agar ia memperoleh anak atau tepatnya Tuhan menganugerahkan anak dalam keluarga ini. Mereka sudah merindukan untuk mendapat anak. Dan mereka berziarah untuk itu.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kebiasaan tahunan yang dilakukan oleh keluarga Nazaret. Yosef dan Maria menghantar kanak Yesus untuk mengikuti tradisi berziarah ke Yerusalem dan masuk bait Allah, tentunya untuk berdoa. Dan yang dilakukan oleh Yesus justru kemudian Dia mengajar kan ahli-ahli Taurat bersoal jawab tentang iman mereka.

Berziarah itu boleh dikatakan kata dan tindakan-aktivitas yang dalam tahun Yubileum ini, itu menjadi bagian yang diangkat oleh Gereja kita, oleh Paus kita dan oleh kami di Keuskupan agar itu menjadi agenda utama, agenda penting dari hidup kita masing-masing. Baik itu agenda dalam keluarga maupun juga agenda dalam komunitas-komunitas dalam lingkungan-lingkungan, dalam paroki-paroki, usahakanlah agar ada peziarahan. Ada aktivitas berziarah ke tempat suci, ke tempat yang kudus. Dan itulah yang diharapkan dalam Tahun Yubileum biasa. Jadi kita bisa lihat di YouTube, bisa dilihat, bisa lihat di media sosial lainnya, bahwa tahun 2025 yang sudah dimulai dibuka oleh Paus Fransiskus bahwa umat kita Gereja Katolik seluruh dunia memasuki atau memaknai tahun 2025 sebagai tahun rahmat khusus atau tahun untuk mendapat rahmat khusus, Tahun Yubileum. Dan tradisi kita biasanya setelah 25 tahun, hitung saja berarti tahun 2025, nanti 2050 itu, itu akan ada Yubileum biasa. Tapi ada juga Yubileum luar biasa seperti kita rayakan tahun 2015. Itu ada Yubileum luar biasa yang ditawarkan atau yang diusahakan, diberikan oleh Paus Fransiskus ini dengan tema agar kita sungguh-sungguh menghidupi Allah yang penuh  berbelas kasih kepada kita. Maka waktu itu disebut Tahun Kerahiman. Dan Keuskupan kita akhirnya memberi tanda konkret bahwa tahun kerahiman itu menjadi suatu tahun yang terus-menerus kenangan bagi kita, maka ada Paroki Bojong Gede, Paroki Kerahiman Ilahi. Di sanalah kita berusaha bersama menghidupi apa artinya Allah yang Maharahim kepada kita dan bagaimana kita yang percaya kepada-Nya juga hidup dalam Kerahiman Ilahi itu terhadap sesama kita.

Nah, sekarang tahun 2025 itu kita merayakan Tahun Yubileum ini. Dan di sini kalau Paus sudah membukanya tanggal 24 dan kita seluruh gereja-gereja lokal di seluruh dunia membukanya tanggal 29 Desember hari ini. Dan kebetulan, bukan kebetulan sebenarnya, pas juga itu bersamaan dengan Pesta Keluarga, Hari Raya Keluarga Kudus.

Tentu ini memberikan pesan khusus untuk kita. Artinya bahwa hal Kerahiman Ilahi itu atau perayaan Tahun Yubileum itu diharapkan terjadi sungguh-sungguh mulai dari keluarga-keluarga kita. Tadi kalau kita dengar bacaan pertama dan bacaan Injil juga bicara mengenai keluarga, keluarga Hana dan Elkana, keluarga Yosef dan Maria dan ada anak dan ada juga cita-cita mereka. Dan mereka melakukan peziarahan ke bait-bait suci, ke tempat kudus.

Nah, Saudara dan saudari, tema Tahun Yubileum kita ini ialah “Peziarah Pengharapan”. Kita menjadi orang-orang yang berziarah. Orang-orang yang melakukan perjalanan, tapi dengan satu pengharapan. Tahun ini Gereja juga mengajak kita untuk menghidupi keutamaan pengharapan. Di tengah macam-macam tantangan kehidupan, kita diberi keutamaan, diberi karunia pengharapan. Berharap terus-menerus. Kalau dalam bulla untuk surat resmi dari Paus, di situ dikatakan dengan mengutip Mazmur 27, dikatakan di sana harapan pada Tuhan.

Pegang teguh tegar dan berharap pada Tuhan. Jadi pesannya kepada kita sekalian agar kita tidak kehilangan pengharapan. Kita mempunyai harapan, kerinduan, dambaan akan terjadi sesuatu yang lebih baik dari yang ada sekarang.

Nah, Saudara dan saudari, kalau saya mendalami atau membaca apa yang diharapkan oleh Gereja pada masa Yubileum ini, sebenarnya ada tiga hal yang kita harapkan bahwa itu bertumbuh, berkembang dalam diri kita, dalam keluarga-keluarga kita.

Yang pertama ialah bahwa kita merasakan kita mengalami kerinduan kita untuk mengalami bahwa Allah yang saya imani, yang kita percayai itu adalah Allah yang memperlihatkan wajah belas kasih-Nya kepada kita. Dan kita merindukan agar belas kasih kerahiman Tuhan itu benar-benar kita rasakan, kita alami. Maka, kita diajak untuk mendatangi Tuhan yang berbelas kasih, Tuhan yang memperhatikan apa yang kami cita-citakan, impikan, doakan, harapkan. Seperti Hanna, dia datang ke bait Allah, berdoa di sana setahun sebelumnya untuk memohon agar Tuhan memberikan dia anak. Belas kasih Tuhan terjadi padanya. Setahun kemudian dia datang lagi, dia membawa anaknya. Ini, melalui Imam Eli, inilah anak yang saya tahun lalu minta kepada Tuhan. Tuhan berbelas kasih kepadanya. Dan dia merasakan itu. Nah, sesungguhnya wajah Allah yang berbelas kasih, wajah Allah yang tidak meninggalkan kita. Kehadiran Allah dalam peristiwa Natal ini mestinya membangkitkan harapan kita. Apapun harapan kita, kita masing-masing punya harapan, punya cita-cita, punya kerinduan agar terjadi sesuatu yang lebih baik dalam hidup saya, hidup kita masing-masing. Sampaikanlah itu kepada Tuhan. Maka kalau kita berziarah ke tempat-tempat yang ditentukan oleh Gereja baik oleh Gereja universal maupun oleh Gereja Keuskupan Bogor, pergilah, berdoalah menyampaikan apa yang menjadi harapan kita, karena kita percaya bahwa Allah yang kita imani itu. Bertahun-tahun kita mengimani Tuhan ini. Dan Dia pasti tidak membiarkan kita berjalan sendirian. Allah berbelas kasih kepada kita. Dan tentu saja Saudara-saudari, belas kasih Allah itu juga bisa kita rasakan melalui belas kasih dari sesama kita.

Maka hal yang kedua, yang juga kita usahakan, kita rindukan agar terjadi dalam masa  Tahun Yubileum ini dan seterusnya ialah bahwa kita berubah. kita masing-masing ini berubah membaharui diri menjadi manusia yang berbelas kasih kepada sesama kita. Manusia yang menaruh perhatian kepada sesama kita. Orang yang tidak terus-menerus mempersalahkan orang. Bertobatlah! Jadilah tangan kasih Allah kepada sesamamu. Walaupun kita kadang-kadang dalam konteks tertentu kita menjadi orang yang mungkin bertindak sebagai penguasa, menguasai hidup orang.  Dan mungkin di situ kita bertindak kejam terhadap sesama kita. Tidak memperlihatkan belas kasih kita. Nah, kita diundang, kita diajak selama masa Yubileum ini setidak-tidaknya kita mengubah hidup kita, mentransformasi diri kita menjadi manusia yang sungguh berbelas kasih kepada sesama kita, mengampuni, memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Dan kita menerima juga kalau orang menyampaikan mohon pengampunan dari kita. Kita menjadi manusia yang berbelas kasih. Maka dalam surat kami untuk Tahun Yubileum ini kami mengajak Anda sekalian tidak hanya menerima sakramen-sakramen pengampunan dosa, tetapi juga melakukan karya-karya belas kasih kepada sesama kita. Berusahalah untuk mencari titik di mana kita memang menghidupi Tahun Yubileum ini, belas kasih kepada orang tua. Anak-anak tidak menuntut terus-menerus dari orang tua harus memenuhi permintaannya, karena banyak anak-anak yang minta-minta banyak toh terhadap orang tua. Kadang-kadang orang tua sudah setengah mati mencari uang, tapi masih dituntut, bahkan dimarahin, orang tua dari anak-anak. Maka kesempatan Yubileum ini kita sedikit berbelas kasih terhadap orang tua kita. Lihatlah bapa-mamamu mungkin sudah berjuang. Jangan juga kita tinggalkan orang tua-orang tua kita. Jangan lepaskan orang tua kita di rumah jompo, lalu dibiarkan di sana. Kunjungi! Karena ada orang-orang yang sudah lepaskan orang tuanya di sana. Orang tuanya rewel karena sudah tua ya. Seperti pastor juga kalau tua ya rewel. Ini manusiawi, hehehe. Nah, dalam situasi seperti itu, apakah kita juga yah tidak peduli? Biarkan saja atau kita mengorbankan diri dengan mengimani, saya mau memperlihatkan wajah belas kasih kepada saudara kami ini.

Kalaupun orang bersalah kepada kita, ya maafkan. Ini kadang-kadang kita mengatakan ah, tidak mudah, Bapak Uskup. Ya, memang tidak mudah kalau kita hanya berpikir bahwa kita ini manusia yang tidak pernah menerima rahmat Tuhan. Artinya orang yang tidak percaya bahwa Tuhan memberikan karunia kepada kita untuk berbuat baik. Dan itu pasti.

Nah, hal yang ketiga ialah berkaitan dengan Gereja kita. Gereja khususnya dalam hal ini para imam, Uskup itu memberikan pelayanan. Hidup sebagai seorang gembala yang berbelas kasih kepada umatnya. Memberi pelayanan, siap melayani, siap mengampuni, siap menguduskan, siap mewartakan, menganimasi, memfasilitasi umat agar umat merasakan, oh kami dibimbing oleh Pastor kami ini. Kami tidak dibiarkan, dilepaskan. Tapi Gereja dalam hal ini para Pastor, Uskup menyediakan rahmat. Rahmat yang karena tabisan itu terjadi. Sakramen ekaristi itu terjadi karena imam yang memimpin. Kalau awam yang memimpin ekaristi itu tidak jadi. Jadi jangan jadi awam lalu dia bertindak sebagai seperti imam saja. Mungkin cita-cita menjadi imam tidak tercapai, tapi ya sudah ini. Tapi maksud saya ialah bahwa kita khususnya para imam dan uskup selama tahun ini berusaha untuk memberi pelayanan. Apalagi kalau ada banyak peziarah-peziarah yang akan datang ke tempat-tempat yang ditentukan untuk itu. Dan tentu saja para imam diharapkan untuk bersedia melayani, menerimakan sakramen-sakramen ekaristi dan sakramen pengakuan dosa. Karena ini juga yang ditegaskan oleh pimpinan Gereja kita, Paus kita, dan itulah tradisi kalau bicara mengenai Yubileum, maka hal-hal ini yang ditekankan oleh Gereja kita, agar terjadi suatu perubahan, pembaharuan batin Gereja secara menyeluruh. Bukan hanya Gereja sebagian, tetapi Gereja secara menyeluruh. Kita bertumbuh, berkembang menjadi orang-orang yang baru melalui karya-karya yang kita lakukan.

Nah, Saudara dan saudari, pada awal kita membuka Tahun Yubileum ini, marilah kita bersama-sama dan masing-masing menuliskan apa tekad saya untuk membaharui, untuk mewujudkan belas kasih Tuhan itu kepada sesama kita? Lakukanlah peziarahan-peziarahan ke tempat-tempat yang kudus, entah secara pribadi atau satu keluarga. Catatlah itu dan semoga akhir tahun, 6 Januari tahun 2026 kita melihat, oh inilah keluarga kami sebagai keluarga mewujudkan belas kasih Tuhan itu dengan cara seperti ini. Kami menjadi orang yang berziarah dalam keluarga. Dan inilah yang kami lakukan. Jadi melalui karya-karya ini, kita mewujudkan belas kasih Tuhan kepada sesama kita dan tentu saja kepada kita sendiri.

Mari Saudara-saudari, inilah cita-cita kita, kita terus menerus menaruh harapan pada Tuhan dan harapan pada sesama kita bahwa kita mampu melakukan kebaikan- kebaikan itu karena rahmat Tuhan tidak pernah berhenti diberikan kepada kita. Allah terus-menerus memberikan rahmat-Nya kepada kita dan rahmat yang paling besar ialah bahwa Yesus lahir di Betlehem, berjalan bersama dan terus-menerus menguatkan, meneguhkan kita. Tuhan memberkati. Amin.

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *