
Hari Minggu Biasa ke-5
Minggu, 9 Februari 2025
Bacaan I : Yes. 6:1-2a, 3-8
Bacaan II : 1Kor. 15:1-11
Bacaan Injil : Luk. 5:1-11
Merasa tidak pantas
Kalau mencermati dinamika hidup menggereja di tengah umat, ada sesuatu yang menarik. Ketika periode pelayanan prodiakon dan pengurus lingkungan atau dewan paroki sudah berlangsung satu atau dua tahun, begitu mudah sebagian umat berkomentar agak ‘miring’ atau mudah menyalahkan. Prodiakonnya kurang inilah, kurang itulah. Pengurusnya kurang inilah, kurang itulah. Komentarnya kadang pedas dan (maaf) ‘nyacat–nya’ itu kadang tak kristiani. Bahkan sampai memecah belah umat dan dewan paroki. Menjadi kelompok oplosan…ehhh keliru ding… oposan (golongan oposisi)…hehehe…
Berbeda suasananya ketika proses pemilihan prodiakon dan pengurus lingkungan-dewan paroki. Apa yang terjadi? Mereka yang biasanya kritis tidak muncul alias “sembunyi”. Tak sedikit pula umat menghindar dipilih dengan aneka alasan: merasa tidak pantas, sibuk, tidak ada waktu, belum bisa memberi contoh, masih banyak dosa, dan sederet litani menghindar yang lainnya.
Orang tiba-tiba memilih menjadi sosok ‘jaya endha’, ‘sastra gedeg’, atau ‘prawira muntir’. Alias menghindar dan menolak jika dicalonkan menjadi prodiakon atau pengurus. Apakah hal ini baik dan sehat? Silakan dijawab sendiri yaaa…hehehe…
Bacaan Injil pada hari Minggu ini mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus memanggil dan melibatkan orang-orang yang biasa dan sederhana untuk membantu karya pelayanan-Nya. Mereka adalah para nelayan di daerah pantai danau Genesaret-Galilea. Mereka merasa tidak pantas untuk tugas yang mulia itu.
Yang menarik adalah sikap Simon Petrus. Ketika Simon Petrus melihat banyaknya ikan yang ditangkap, ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Di sana ada kerendahan hati atau pengakuan diri sebagai orang yang tak berdaya, tak pantas, orang yang berdosa, dan orang yang lemah.
Tetapi jika Tuhan menghendaki, tak ada yang mustahil. Petrus dibentuk dan diubah Tuhan. Dari penjala ikan, ia dan teman-temannya dipanggil dan diutus untuk menjadi penjala manusia. Kerapuhan dan kelemahan manusiawi dipersembahkan pada Tuhan. Tuhan pasti menyempurnakannya dalam perjalanan waktu.
Pelayanan dilaksanakan tidak hanya mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi selalu membuka diri akan campur tangan rahmat Allah. Dan Tuhan Yesus menegaskan, “Jangan takut!” Singkatnya, perlu ada kerja sama antara manusia dengan Allah.
Pertanyaan refleksinya, selama ini Anda lebih banyak menjadi solusi atas masalah (problem-solver) ataukah bagian dari masalah (trouble-maker) dalam hidup bersama dan menggereja? Bersediakah Anda –dalam kerapuhan dan keterbatasan– dilibatkan Tuhan dalam karya pelayanan-Nya saat ini?
Yohanes Gunawan, Pr
Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani Sanjaya,
Jangli – Semarang