Renungan Harian 2 Februari 2025

Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah

Minggu, 2 Februari 2025

Bacaan I          : Mal 3:1-4

Bacaan II        : Ibr 2:14-18

Bacaan Injil     : Luk 2:22-40

Persembahan hidup

Keluarga adalah sekolah belajar. Di keluarga, kita belajar menjadi anak. Belajar menjadi orangtua. Belajar menjadi besan. Belajar menjadi mertua. Belajar menjadi menantu. Belajar menjadi suami/isteri dan sebagainya. Paus Fransiskus mengungkapkan dalam Anjuran Apostolik Amoris Laetitia (Sukacita Kasih): “Tidak ada keluarga jatuh dari surga dalam bentuk yang sempurna. Keluarga perlu terus bertumbuh dan dewasa dalam kemampuan untuk mencintai. Semoga kita tidak patah semangat karena keterbatasan kita” (AL, no. 325).

Pada hari ini kita merayakan Pesta Yesus Dipersembahkan ke Kenisah atau Bait Allah di Yerusalem. Pesta ini tepat 40 hari setelah Yesus lahir (25 Desember). Keluarga Nazareth mempersembahkan kanak-kanak Yesus di Kenisah Yerusalem. Hal ini sebagai bentuk ketaatan Keluarga Nazareth pada peraturan Hukum Taurat bahwa anak lak-laki sulung harus dipersembahkan kepada Tuhan sesuai dengan Hukum Tuhan.

Keluarga Nazareth adalah keluarga yang sederhana dan saleh. Mereka taat pada hukum atau tradisi agama. Mereka rajin beribadah. Mereka memang tidak kaya secara ekonomi. Mereka pun tidak terpandang secara status sosial. Maria melahirkan Anak Tunggalnya di sebuah kandang domba.

Saat mempersembahkan kanak-kanak Yesus ke Bait Allah, Bapa Yosef dan Bunda Maria membawa sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati. Ini menjadi tanda pasutri Yusuf-Maria dari keluarga sederhana (miskin). Dalam tradisi Yahudi, jika seseorang itu berasal dari keluarga menengah, mereka akan mempersembahkan seekor domba (Im 12:8). Jika berasal dari keluarga kaya, mereka akan mempersembahkan seekor lembu jantan, tepung, dan anggur (1 Sam 1:24).

Bagi Tuhan yang penting bukan banyak atau sedikitnya yang dipersembahkan, tetapi lebih pada ketulusan mempersembahkannya kepada Tuhan. Sedikit ikhlas, syukurlah. Banyak ikhlas, puji Tuhan. Sithik ora ditampik, akeh saya pikoleh, begitu sesanti Bapak Kardinal Darmojuwono. Mari kita ikhlas memberi dan tidak owel/pelit untuk persembahan bagi Tuhan dan Gereja-Nya. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima. Mari juga tulus iklas mempersembahkan anak kepada Tuhan untuk menjadi imam, suster atau bruder.

Aneka macam kekurangan dan kelemahan keluarga kita secara ekonomi dan sosial, jangan sampai menghalangi kita untuk taat dan peka pada kehendak Allah. Kita perlu terus belajar mencintai: keluarga kita, hidup kita, tradisi agama, kehendak Tuhan, dan sebagainya. Kita juga perlu terus bertumbuh dalam memberikan persembahan hidup kita pada Tuhan dan sesama.

Semoga kita terus berproses untuk menjadi kudus dengan taat dan peka mendengarkan kehendak Tuhan, peka terhadap suara hati, dan maneges kersa Dalem Gusti. Mari kita terus mensyukuri keluarga kita masing-masing. Pertanyaan refleksinya, apa yang sudah Anda persembahkan kepada Tuhan dan Gereja? Faktor apa saja yang selama ini menghalangi Anda untuk mempersembahkan hidup Anda pada Tuhan, Gereja dan bangsa?

Romo Yohanes Gunawan, Pr

Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani Sanjaya,

Jangli, Semarang

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *