HARI MINGGU BIASA XXII
1 September 2024
Bacaan I : Ul 4:1-2.6-8
Bacaan II : Yak 1:17-18.21b-22.27
Bacaan Injil : Mrk 7:1-8.14-15.21-23
Haram dan Halal: Jamu Jati Kendi
Dalam sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) di tahun 1977 ditetapkan bahwa Minggu pertama bulan September sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Dan dalam perkembangan selanjutnya selama bulan September ditetapkan sebagai Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Adanya Kitab Suci yang kita miliki sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari jasa besar Santo Hieronimus (347-420). Dia pernah mengungkapkan, “Ignoratio Scripturarum, Ignoratio Christi Est” (Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus). Ia menerjemahkan teks Kitab Suci dari bahasa asli Yunani, Aram, dan Ibrani ke dalam bahasa Latin. Karena ada terjemahan dalam bahasa Latin, teks Kitab Suci lalu bisa diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti: bahasa Italia, bahasa Inggris, Jerman, Indonesia, Jawa, dan sebagainya. Dan hal itu berlangsung sampai saat ini. Dengan mencintai Kitab Suci, kita makin mengenal dan mencintai Yesus. Akhirnya diharapkan kita dapat mengikuti-Nya dengan setia.
Melalui Sabda Tuhan pada hari Minggu ini, kita diajak untuk semakin mengenal ajaran Yesus mengenal halal dan haram. Saya ingat, dalam salah satu sarasehan yang membahas seputar iman Katolik, ada seorang Orang Muda Katolik (OMK) yang bertanya pada saya: “Romo, saya ditanya teman Muslim. Kenapa kamu orang Katolik makan B2 dan B1? Bukankah itu makanan haram? Mohon penjelasan, Romo.”
Soal haram dan halal menjadi bahan pengajaran Tuhan Yesus dalam bacaan Injil Minggu ini. Jawaban saya waktu itu pun saya dasarkan dari ajaran Yesus tersebut. Tuhan Yesus meluruskan pemahaman ‘najis’ atau haram yang salah kaprah dalam masyarakat. Najis atau haram bukan sekadar soal makanan, apalagi ada sertifikat halal atau tidak. Tetapi lebih pada tindakan yang dapat merusak, meracuni, dan berakhir pada dosa dalam diri manusia itu. Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa yang dikatakan ‘najis’ adalah segala sesuatu yang keluar dari hati, bukan yang masuk ke dalam perut manusia.
Pada dasarnya Yesus mengajak kita untuk melihat dasar kehidupan keagamaan kita, yakni hati manusia. Hidup keagamaan yang diajarkan oleh Yesus bukan atas dasar perintah Allah yang tertulis dalam bentuk hukum, melainkan yang tertulis dalam hati manusia. Ditegaskan oleh Yesus bahwa apa yang di luar dan masuk ke dalam manusia itu tidak dapat menajiskan, melainkan yang keluar dari dalam diri manusia melalui mulutnya itulah yang menajiskan (haram). Yang masuk ke dalam perut melalui mulut, akan berakhir menjadi ‘kotoran’. Tetapi yang keluar dari dalam hati manusia dan keluar melalui mulutnya dan tindakannya itulah yang menajiskan.
Sebut saja misalnya: suka marah-marah, berkata-kata kotor, menggosip, menfitnah, caci maki, berzinah, iri hati, dan lain-lain. Yang keluar dari hati dan melalui mulut (dan tangan) orang itulah yang menajiskan. Hati-hati dengan tanganmu. Kini dengan HP atau media sosial tangan bisa lebih kejam dan tajam daripada mulut. Tangan bisa digunakan untuk menyakiti hati, menyebar fitnah dan hujat.
Marilah kita mohon agar kita makin dimampukan untuk mengadakan pertobatan sejati dengan menjaga mulut, menjaga hati dan pikiran kita, agar apa yang kita keluarkan dalam pikiran, perkataan dan tindakan menjadi berkah bagi orang lain, bukan menjadi kenajisan. Hati-hati dengan mulutmu dan tanganmu di masa sekarang ini. Ingat, Jamu Jati Kendi (Jaga mulut, Jaga hati, Kendalikan diri). Pertanyaan refleksinya, sejauhmana Anda menggunakan waktu untuk membaca Kitab Suci agar semakin mengenal Yesus? Selama ini bagaimana penghayatanmu tentang halal dan haram?
Romo Yohanes Gunawan, Pr