HARI MINGGU BIASA X
09 Juni 2024
Bacaan I : Kej 3: 9-15
Bacaan II : 2 Kor 4: 13-5: 1
Bacaan Injil : Mrk 3: 20-35
Sungguh, kita ini saudara Tuhan Yesus
Mungkin pengalaman kebahagiaan yang saya alami juga pengalaman kegembiraan Anda. Saya sedang berada di daerah pedalaman yang cukup asing. Tidak punya kenalan dan saudara di sana. Ketika saya sedang menghadiri sebuah perayaan yang dihadiri oleh banyak orang, tiba-tiba saya melihat beberapa orang yang membuat tanda salib ketika mau bersantap siang. Sontak saja hati saya terasa senang dan sejuk. Oh ternyata ada orang Katolik juga di tempat asing seperti itu. Maka kemudian saya menyapa mereka dan memperkenalkan diri sebagai seorang Katolik juga. Mereka senang, dan dengan penuh pengharapan mengajak saya untuk mampir di rumah. Dan kami pun gembira karena menemukan saudara baru, saudara seiman di tengah masyarakat yang bahkan saya sangka tidak ada seorang pun yang Katolik. Sesungguhnya peristiwa itu sudah terjadi belasan tahun lalu. Namun sampai hari ini pun kami masih kontak dan jika ada kesempatan bertemu kami manfaatkan sebaik-baiknya.
Jika saya berfikir apa sih yang menyatukan kami dalam persaudaraan itu? Mungkin adalah misi yang didasari iman yang sama. Juga tentu saja orientasi yaitu sama-sama mengarahkan hidup pada Yesus sebagai pusat iman. Dialog dalam Injil hari ini menarik sekali. Sementara Yesus sibuk dalam pelayanan dan dikerumuni banyak orang, ibu dan saudara-saudaranya datang ingin menemui-Nya. Namun karena banyaknya orang berkerumun, akhirnya seseorang menyampaikan pesan: “Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau”. Tidak ada yang sangsi, bahwa ibu dan saudara-saudara adalah relasi terdekat seseorang. Demikian juga bagi Yesus. Namun ketika itu Yesus ingin memperluas wacana tentang persaudaraan. Dia menjawab: “Siapa Ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” Lalu sambil menunjuk orang-orang yang berkerumun Dia berkata: “Ini Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku”
Banyak yang salah menafsirkan dialog Yesus itu. Dikatakan bahwa Yesus menomor-duakan ibu dan saudara-saudaranya dan mengangkat setiap orang menjadi saudara-saudara baru. Begitukah? Tentu saja tidak. Dua pesan bisa diambil dari perikop tersebut. Pertama, Yesus mengakui ibu dan saudara-saudaranya sungguh sebagai ibu dan saudara-saudara bukan hanya karena keturunan darah, melainkan karena mereka pelaksana kehendak Allah. Tentu ini dasar persaudaraan yang lebih berkualitas daripada sekadar ‘tunggal darah’. Kedua, setiap pribadi beriman yang terus menerus mewujudkan kehendak Allah adalah saudara-Nya. Jadi, saya dan Anda serta kita semua adalah sungguh saudara ketika kita masing-masing dan bersama mewujudkan kehendak Allah dalam kehidupan.