Renungan Harian 24 Maret 2024

MINGGU PALMA

24 Maret 2024

Bacaan I               : Yes 50: 4-7

Bacaan II              : Flp 2: 6-11

Bacaan Injil         : Mrk 14: 1 – 15: 47

Menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus

Zaman mesianisme dimulai, yaitu ketika Mesias datang ke dunia dua ribu tahun lalu, negeri Israel sedang bergejolak. Ada ketidakadilan perlakuan/diskriminasi, kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin, dan lebih dari semua itu adalah perasaan menjadi warga tanah jajahan. Sebab waktu itu mereka berada di bawah kekaisaran Romawi. Maka wajarlah muncul kerinduan akan datangnya ‘Sang Ratu Adil’, yaitu seorang mesias yang bisa menjadi pahlawan kemerdekaan, baik politik, ekonomi, maupun sosial. Kehadiran Yesus menumbuhkan harapan bagi mereka yang mengalami hidup susah karena ketidakadilan. Mendengar sabda, menyaksikan karya dan mukjizat-Nya, semakin banyak orang Israel menaruh harapan pada-Nya. Maka, betapa kematian-Nya di kayu salib adalah antiklimak seluruh pengharapan itu. Banyak orang sedih dan kecewa atas ‘kekalahan’ itu. Beberapa ungkapan dalam Injil setelah Yesus mati disalib menyatakan kefrustrasian itu.

Nubuat Nabi yang bisa kita buka kembali dalam Perjanjian Lama, meneguhkan kembali iman kita. “Tuhan Allah telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabuti janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi” (Yes 50: 5-6). Sikap Hamba Yahwe itu mencengangkan kita semua. Penghinaan dan perendahan yang luar biasa, dan Dia tidak memberontak, melainkan menerima. Mencabut janggut dan meludahi wajah seseorang adalah penghinaan yang luar biasa (2Sam 10: 4-5; Ayb 30: 9-10; Mat 26: 67). Putra Allah telah merendahkan diri sedemikian rupa, dan kita kagum atas-Nya. Sekalipun itu di luar ide kita, nyatanya kita terkagum dan menaruh hormat pada Dia, hamba Yahwe yang rela menjalani.

Paulus dirasuki oleh semangat Hamba Yahwe yang nyata dalam diri Yesus Kristus yang sangat diimaninya. Maka kepada jemaat di Filipi dia menulis: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Fil 2: 5-7).  Dalam Minggu Suci, marilah kita merenungkan keangkuhan dan kesombongan kita di hadapan Raja yang merendahkan diri-Nya. Semoga kita menjadi malu dan menata diri dengan ‘menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus’. Kita arahkan hati untuk bisa mewujudkan-Nya dengan mohon rahmat pada Sang Mesias.

Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *