Dalam kesempatan Temu Pastoral Kevikepan Semarang, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang (KAS) Mgr Robertus Rubiyatmoko menyampaikan rasa prihatinnya terkait dengan iman Umat Katolik KAS, Semarang, 21 November 2023. Di antaranya adalah tidak sedikit umat Katolik yang pindah ke agama lain karena perkawinan, lingkungan, anggapan bahwa agama lain dirasa lebih menarik, tidak mengenal Gereja Katolik dan ajarannya, dan merasa tidak diperhatikan atau “diopèni”.
Dalam kesempatan itu, Mgr Rubi juga menyampaikan hasil survei yang diselenggarakan oleh UAJY yang mengukur indeks militansi iman OMK di 37 keuskupan dengan 5.659 responden OMK berusia 13-35 tahun. Survei itu mengukur 3 unsur yakni: pengetahuan iman (pemahaman akan pengajaran iman), keterlibatan dalam peribadatan (pengungkapan iman melalui doa dan ibadat), dan implementasi iman dalam cara hidup (perwujudan iman dalam perilaku sehari-hari). Dari survei itu dtemukan bahwa tingkat militansi iman OMK Indonesia memiliki indeks pengetahuan iman yang tinggi, sedangkan tingkat peribadatan dan cara hidup pada level sedang. Secara rerata, tingkat militansi iman OMK untuk ketiga dimensi ada pada taraf sedang (3,86). Hal ini menunjukkan bahwa OMK Indonesia perlu meningkatkan keterlibatan dalam peribadatan dan implementasi iman dalam keseharian, sehingga tidak hanya pada taraf pengetahuan iman saja. Salah satu temuan yang menarik lainnya adalah 6.4% (482 responden) OMK Indonesia menyatakan ingin pindah karena pengaruh lingkungan. Dalam survei tersebut juga ditemukan, peran orangtua (75.1%) memengaruhi pertumbuhan iman OMK. Melihat kondisi tersebut, Mgr Rubi melihat adanya kebutuhan program pendalaman iman yang menarik bagi OMK yaitu katekese.
Menurut Mgr Rubi, katekese sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan tersebut, baik sejak usia dini maupun usia lanjut. Ia menambahkan, katekese merupakan sebuah panggilan, tanggung jawab dan tugas Gereja karena Gereja lahir dari evangelisasi. “Tanpa itu nggak ada Gereja. Kita bisa belajar bagaimana dulu para rasul, khususnya, Paulus, Barnabas dan teman-temannya keliling dari daerah ke daerah untuk mewartakan Injil. Dan dari sanalah muncul Gereja, menyebar sampai ke Indonesia ini. Ini semua karena evangelisasi. Gereja juga hidup karena evangelisasi. Tanpa itu Gereja tidak akan bisa berkembang,” kata Mgr Rubi.
Dengan mengutip buku Formatio Iman Berjenjang dan Berkelanjutan, Mgr Rubi menegaskan, karena itu evangelisasi bukan sekadar tugas Gereja, namun menjadi jatidiri dan alasan Gereja ada.
“Karena itu mewartakan Injil, berkatekese, berevangelisasi sungguh-sungguh merupakan tugas dan kewajiban Gereja yang utama. Bahkan Kanon 747 mengatakan ini merupakan hak asli Gereja kita. Hak asli artinya ya memang harus kita pakai, kita manfaatkan tanpa tergantung dari kuasa manusiawi manapun atau kuasa sipil bahkan,” ungkapnya.
“Kepada Gereja dipercayakan oleh Kristus Tuhan khasanah iman agar Gereja dengan bantuan Roh Kudus menjaga tanpa cela kebenaran yang diwahyukan,” demikian bunyi Kanon yang dimaksud tersebut.
Menurutnya, Gereja menjadi depositum fidei, penjaga iman dan penjaga kebenaran iman. “Dan di dalamnya, Gereja bertugas untuk menyelidiki, dalam arti untuk menafsirkan, untuk menerapkan dalam konteks yang baru sehingga tetap update, tetap aktual, dan sungguh-sungguh menjawab kebutuhan riil yang kita hadapi dari waktu ke waktu. Juga itu secara mendalam mewartakannya, mewartakan dan menjelaskannya. Ini tugas evangelisasi. Gereja mempunyai tugas dan hak asli untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa, juga dengan alat-alat komunikasi sosial yang dimiliki Gereja sendiri tanpa tergantung pada kuasa manusiawi apapun juga. Gereja berwenang untuk selalu dan di manapun memaklumkan prinsip-prinsip moral, juga yang menyangkut tata kemasyarakatan dan untuk membawa suatu penilaian tentang segala hal Ikhwal manusiawi sejauh hak asasi manusia dan keselamatan jiwa-jiwa menuntut,” kata Mgr Rubi.
Dalam kesempatan tersebut, Mgr Rubi juga menegaskan, katekese merupakan upaya mempelajari dan mendalami pokok-pokok ajaran iman Gereja (unsur informasi), agar umat menjadi dewasa dalam iman (unsur formasi) serta membawa perubahan (unsur transformasi). Hal tersebut dijabarkan dalam 4 hal.
Pertama, mengenal secara mendalam Yesus Kristus yang diimani. “Karena tanpa mengenal dengan baik maka kita tidak akan mencintai-Nya dengan sepenuh hati,” ungkapnya.
Kedua, memahami ajaran-Nya. “Tidak sedikit umat kita, orang-orang muda kita yang tadi dibilang secara pengetahuan tinggi tingkatnya, namun ketika diajak berdiskusi, diajak berwawan hati dalam arti berembuk bersama, tukar pikiran, ternyata banyak yang lari. Lebih baik tidak ikut daripada nanti bingung menjawabnya. Ini berarti masih perlu ditempa dengan baik. Dan kita berhadapan dengan masalah sekarang ini dengan medsos yang sangat gencar sekali, banyak menyerang ajaran Gereja kita,” katanya.
Ketiga, menghidupi dan memperjuangkan apa yang diyakininya. “Nah, menghidupi dalam arti sungguh-sungguh dalam keseharian, entah dalam internal Gereja maupun dalam internal masyarakat, termasuk membela iman itu sekuat tenaga, nek (kalau) perlu nganti dadi (sampai jadi) martir, wani (berani) mati, wani nggetih (berani berdarah-darah),” tuturnya. Bahkan, Mgr Rubi juga mengatakan, ketika dihadapkan dengan tawaran-tawaran menarik tertentu, iman seseorang bisa ditinggalkan.
Keempat, mewartakan kabar gembira keselamatan dalam Yesus Kristus.
Menurut Mgr Rubi, tujuan akhir dari katekese adalah salus animarum atau keselamatan jiwa-jiwa. “Percaya kepada-Nya dan akhirnya mengalami keselamatan dalam Kristus sendiri. Ini tujuan akhir dari seluruh katekese atau evengelisasi, atau formasi iman kita,” kata Mgr Rubi.
Mengapa katekese?
Dalam kesempatan itu, Mgr Rubi juga menyampaikan alasan Gereja harus berkatekese. “Tidak lain karena kita telah mengikatkan diri pada Kristus dan Kristus sendiri datang ke dunia ini untuk mewartakan Injil, melaksanakan kehendak Allah Bapa,” kata Mgr Rubi.
Dalam Yohanes 4:34 dikatakan, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. “Dan Yesus melakukannya dengan tuntas sampai wafat di kayu salib. Maka, kita pun yang menjadi murid-murid-Nya mesti mengikuti jalan salib itu, jalan yang sama, melakukan kehendak Bapa sampai tuntas,” tegas Mgr Rubi.
Dalam Yoh 5:30 dikatakan, “…sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku”. Sedang dalam Yoh 6:39-40 tertulis “Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya semua yang telah diberikan kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman”.
“Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Maka kita semua yang menyatakan Diri sebagai murid-Nya, dibaptis dalam nama-Nya mesti mengikuti jalan yang Dia tempuh, ikut berdinamika dalam karya keselamatan-Nya. Ini yang menjadi tekad kita,” katanya.
Katekese yang dimaksudkan untuk formasio iman, menurutnya, perlu dirancang sedemikian rupa baik berjenjang maupun berkelanjutan. “Maka perlu dirancang sedemikian rupa supaya dari tahap ke tahap itu ada keberlanjutan, ada kesinambungan, ada benang merah yang selalu mengalir ya, sehingga semakin hari, semakin mendalam, semakin maju dan akhirnya semakin membuat orang sungguh-sungguh dewasa di dalam imannya,” katanya. Menurutnya, katekese atau formasio iman juga perlu direncanakan dengan baik. “Terencana dalam arti pengajaran iman disusun dengan memperhatikan jenjang usia, perkembangan kejiwaan dan pergulatan iman yang dihadapi dengan metode pembelajaran yang mengena, efektif dan efisien,” kata Mgr Rubi.