Kita semua diajak untuk memberikan perhatian khusus pada perintah Yesus kepada para murid agar kita semua ikut ambil bagian untuk mewartakan Injil Kristus, mewartakan karya keselamatan yang diutuskan kepada kita semua berdasarkan apa yang sudah disampaikan oleh Allah Bapa melalui Yesus Kristus. Demikian pesan ketua Komisi Karya Macisioner Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr A.M. Sutrisnaatmaka, MSF dalam homili Ekaristi Puncak Perayaan Pekan Misi Nasional dan Hari Pangan Sedunia 2023 di Kompleks Sekolah Regina Pacis, Bogor, 22 Oktober 2023.
“Pada saat-saat terakhir sebelum Yesus naik ke surga, Yesus berpesan, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku akan menyertaimu senantiasa sampai akhir zaman.” Itulah perintah dan tugas untuk kita semua, para murid Yesus dan diteruskan di dalam Gereja-Nya bahkan kita semua bukan hanya imam, biarawan-biarawati, tetapi seluruh umat awam yang sudah dibaptis harus ikut ambil bagian dalam tugas pewartaan Injil ini, tugas karya keselamatan Allah itu sendiri,” imbuh uskup kelahiran Klaten itu.
Menurutnya, perintah itu secara ringkas juga bisa dikatakan “bertobatlah, Kerajaan Allah sudah dekat”. “Pertobatan sebagai hasil dari keyakinan karya keselamatan berasal dari Yesus, maka kita mau memalingkan diri kita kepada Yesus Sang Juru Selamat itu. Oleh karenanya, ciri dan identitas orang beriman terlihat pada sikap penyerahan dirinya kepada Allah. Dan karena itu, berani untuk memberikan diri dan menyerahkan diri kepada Allah. Dan oleh karenanya, ketika kita hidup di dalam penyerahan diri kepada Allah itu, apapun yang menjadi kehendak Allah, haruslah kita laksanakan,” katanya.
Menurutnya, kalau kita mau menyerahkan diri kepada Allah, Allah yang konkret dan nyata tidak lain adalah sesama kita. “Oleh karenanya, sepanjang perjalanan sejarah Gereja, karya misi dilaksanakan dengan perutusan, dengan pelbagai cara, metode, dan bidang-bidang yang ditekankan seturut kebutuhan zaman itu,” katanya. Adanya sekian banyak tarekat baik imam, biarawan, maupun biarawati, menurutnya, menunjukkan bagaimana misi dari waktu ke waktu mengalami penekanan yang berbeda, namun semakin memberikan kelengkapan dan kepenuhan keperluan kemanusiaan itu sendiri.
Dan dalam perkembangan Gereja selanjutnya, sambungnya, usaha-usaha untuk melaksanakan misi juga ditegaskan oleh ajaran-ajaran para pemimpinnya yaitu para paus, yang antara lain menyampaikan bahwa Gereja pada hakikatnya misioner sebagai peziarah seperti disampaikan dalam Ad Gentes (Kepada Bangsa-bangsa) no 2 itu. “Maka semua orang yang sudah dibaptis harus ikut ambil bagian dalam karya misi itu. Dan setiap orang pasti bisa mengambil bagian dalam bagian yang memang sudah disampaikan, sudah diberikan sebagai bakat, talenta, dan kemampuan untuk kita masing-masing. Mengingat jumlah awam yang begitu besar dibanding dengan, maaf, imam, biarawan-biarawati, maka ketika awam menyadari tugasnya ini, maka, hasil dari misi itu tentu juga akan jauh lebih besar daripada kalau hanya dilaksanakan oleh imam, biarawan-biarawati itu,” jelas Uskup Keuskupan Palangkaraya itu.
Secara konkret Paus Fransiskus, menurutnya, juga menegaskan dalam Evangelii Gaudium bahwa misi yang dimaksudkan adalah agar menciptakan hidup yang damai dan sejahtera. “Dan bahkan dengan mengutip dari Surat Santo Paulus kepada Jemaat di Roma dan di Galatia, maka hidup dalam perdamaian dengan semua orang itu dengan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Dan dalam kaitan dengan itu, yang mau ditekankan oleh Santo Paulus adalah berbuat baik kepada semua orang. Inti yang mau disampaikan dalam Evangelii Gaudium itu sebenarnya berbuat baik kepada semua orang. Bahkan ditekankan lagi dalam kutipan kepada jemaat di Galatia itu, “jangan jemu-jemu berbuat baik”. “Saya yakin itu semua dari kita bisa melaksanakannya,” kata Mgr Sutrisnaatmaka.
Mgr Sutrisnaatmaka pun mengajak, dengan apa yang sudah dijelaskan dalam ajaran Gereja dan Kitab Suci itu, pada era milenial ini, kita diajak mencari cara-cara baru, menggunakan apa yang sudah ditemukan pada era milenial ini.
“Kalau dulu seperti Santo Fransiskus Xaverius harus dengan kapal berbulan-bulan sampai ke tempat untuk mewartakan Injil, sekarang dengan adanya WA Group dan yang lain-lain, segala renungan yang sudah dikemas dalam kata-kata atau video itu sudah bisa dikirimkan dengan sangat cepat dan mungkin lebih tepat guna. Sehingga misi, melaksanakan misi juga harus mempertimbangkan sarana dan prasarana seturut kemajuan zaman itu. Oleh karenanya setiap dari kita pasti bisa melaksanakan tugas misi menurut kemampuan yang diberikan oleh Tuhan kepada kita,” katanya.
Mgr Sutrisnaatmaka menegaskan, pada dasarnya misi itu harus keluar. “Berani keluar dari diri sendiri, dari mulut sendiri, itulah berarti misi. Atau terjemahannya sekarang adalah berani keluar dari kemapanan sendiri karena tidak berani mengambil risiko untuk mengambil bagian dalam tugas misi Yesus,” katanya.
Mgr Sutrisnaatmaka juga mengatakan, dalam arti tertentu, misi juga membawa sesuatu untuk disampaikan kepada orang lain, selain warta Injil, warta sukacita. “Ketika orang-orang setempat memerlukan hal-hal untuk hidup lebih bermartabat, maka, misionaris juga harus berani mencarikan sesuatu itu untuk diberikan kepada mereka. Jadi, kita memberi semangat khususnya kepada kaum awam untuk berani keluar dari kemapanannya dan berani mewartakan injil dengan pelbagai cara dan bahkan bila diperlukan juga dengan bantuan yang nyata,” imbuhnya.
Setelah menyampaikan perumpamaan tentang misi, Mgr Sutrisnaatmaka juga mengatakan, misi adalah memberikan kepada Allah yang menjadi hak Allah. Derma merupakan salah satu tindakan misi. “Kalau secara konkret kita berbuat baik, ya itulah berderma itu menjadi salah satu ungkapan perbuatan baik dari sebagian yang kita miliki yang diberikan oleh Tuhan. Sebagai penghasilan bukan kita monopoli, tetapi kita dermakan untuk orang-orang yang memerlukan,” katanya.
Selain itu, Mgr Sutrisnaatmaka juga mengatakan, bermisi bisa berarti memberikan diri sepenuhnya seperti menjadi imam, biarawan, biarawati atau apapun, namun dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah untuk melaksanakan pewartaan Injil. “Itulah misi dengan keseluruhan hidupnya,” katanya. “Sedangkan misi dalam arti kedua adalah memberikan sebagian apa yang dimiliki untuk menopang, untuk memberikan kepada mereka-mereka yang masih memerlukan,” imbuhnya.
Mgr Sutrisnaatmaka juga menyampaikan makna dari tema Minggu Misi tahun ini “Hati Berkobar-Kobar, Kaki Bergegas Pergi Mewartakan Injil”. Menyoroti frase “Pergi Mewartakan Injil”, menurutnya, bermisi adalah melaksanakan tugas misioner. “Dan dengan mengadakan Pekan Misi ini, diharapkan hati kita menjadi semakin berkobar-kobar dan karena itu, kita melangkahkan kaki dengan bergegas-gegas karena telah mendapatkan penguatan, mendapatkan semangat baru untuk bermisi mewartakan Injil,” tuturnya.