Renungan Harian 5 April 2023

Dalam Yes 50: 4-9a diungkapkan pengalaman Yesaya: “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Dia telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.

Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.

Tuhan ALLAH menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat.

Siapakah yang berani berbantah dengan aku? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku berperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku! Sesungguhnya, Tuhan ALLAH menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah ?

Matius dalam injilnya (Mat 26: 14-25) mewartakan: “Sekali peristiwa, pergilah seorang dari dua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah para murid Yesus kepada-Nya dan bertanya: “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Jawab Yesus: “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan para murid-Ku.” Lalu mereka melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah.

Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan dua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Dan dengan hati yang sangat sedih bertanyalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?”

Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”

Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus: “Engkau telah mengatakannya.”

Hikmah yang dapat kita petik:

Satu, Nabi mengalami Tuhan Allah memberikan kepadanya lidah yang fasih, membuka telinganya, menolong dia dan meneguhkan hatinya sehingga dia tahan dalam menderita (=dipukul, dianiaya, dinodai dan diludahi) dan tidak mendapat malu. Tujuannya adalah memberikan semangat kepada orang yang letih lesu karena dosa dan kesalahan mereka.

Hamba (= utusan) Allah itu adalah wujud/tanda pembelaan Allah kepada orang berdosa, supaya mereka itu diselamatkan. Hendaknya kita menyadari dan siap untuk menerima realita bahwa pada suatu saat “derita itu juga akan menimpa kita “. Tidak semua rencana Allah ada di jalan yang rata dan lurus.

Dua, ketika Yesus mengatakan: “Seorang dari antara kamu, akan menyerahkan Aku”, para murid bersedih.

Yang menyerahkan Yesus justru ada di antara mereka. Bisa jadi yang menjadi “pengkhianat” ada di keluarga/komunitas/lingkungan kita sendiri. Maka, merasa sedih tidaklah cukup untuk menghadapi situasi yang tidak enak itu. Berbenah dan membaharui motivasi, menumbuhkan nilai-nilai pengorbanan, dan mempererat persaudaraan serta bersikap solider adalah jauh lebih penting dari pada sekadar bersedih. Amin.

Mgr Nico Adi MSC

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *