Gereja yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus akan didirikan sebagaimana kita dengar dalam bacaan Injil memang akhirnya berdiri. Dan sampai sekarang sudah berusia 2000 tahun lebih. Perjalanan selama itu diwarnai dengan aneka proses dan dinamika, tentu dalam bimbingan Roh Kudus menuju kepada perkembangan sehingga Gereja menjadi semakin baik bahkan menuju kepada kesempurnaan. Demikian Mgr Yustinus Harjosusanto, MSF mengawali homilinya dalam Misa Perayaan Syukur 60 Tahun Berkah Pembaharuan Konsili Vatikan II di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta, 15 Oktober 2022.
“Kata-kata Yesus “alam maut tak akan menguasainya” kiranya tetap berlaku, dan kita mensyukurinya. Gereja memang Gereja yang berciri ilahi sehingga suci. Sekaligus juga di sana ada secara lembaga insani dengan kelemahan dan juga bahkan dengan kejatuhan. Sehingga tidak mengherankan kalau dinamika Gereja atau dalam perjalanan sejarah Gereja ada dinamika seperti itu. Tapi tentu kita percaya bahwa pada ujungnya akan sampai kepada kepenuhan yaitu pada akhir zaman,” kata Uskup Agung Samarinda itu.
Meski diwarnai kelemahan dan kejatuhan, Mgr Harjosusanto bersyukur perjalanan Gereja ditandai dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang sangat signifikan melalui Konsili Vatikan II itu. Ia meyakini Konsili Vatikan II terinspirasi dari Roh Kudus. “Tentu inspirasi untuk mengadakan Konsili ini yang kemudian diberikan kepada Paus Yohanes XXIII kita yakini berasal dari Roh Kudus,” katanya.
Dengan Konsili tersebut, Bapa Suci Yohanes XXIII mengadakan Konsili Vatikan II dan membawa perubahan yang sangat mendasar dalam kehidupan Gereja.
“Tapi kiranya yang sangat mendasar adalah bahwa ada kesadaran baru dan pemahaman baru oleh Gereja bagi dirinya sendiri dengan seluruh implikasinya, dengan seluruh konsekuensinya yang tentu konsekuensi-konsekuensi yang baik, implikasi-implikasi yang bermanfaat, bahkan juga penuh berkat,” katanya.
Melalui Konsili Vatikan II, menurutnya, Gereja diajak untuk menyadari dirinya di tengah dunia yang semakin kompleks dan mencari cara menyikapinya. Gereja juga diajak untuk menyadari keberadaannya di tengah dunia dan keterlibatannya bahkan juga ketika memandang saudara-saudara yang beragama lain atau berkeyakinan lain.
Mgr Harjosusanto mengajak umat untuk bersyukur atas anugerah Konsili Vatikan II. “Kita sungguh bersyukur karenanya, karena Gereja sungguh menyadari dirinya secara baru, memahami dirinya secara baru juga dan bagaimana itu kemudian mempunyai implikasi dan konsekuensi dalam sikapnya bagi diri sendiri, bagi dunia ini dan juga bagi masyarakat dunia,” katanya.
Mgr Harjosusanto juga mengajak bersyukur karena Konsili Vatikan II merupakan sebuah pertobatan radikal sebagai lembaga insani. “Di sana memang ada perubahan-perubahan karena diakui bahwa ada sesuatu yang mungkin dilalaikan, kurang diperhatikan di masa-masa yang lalu. Tentu kita sadari bahwa Gereja sebagai lembaga insani juga mempunyai keterbatasan, mempunyai kelemahan bahkan seperti sempat saya katakan mungkin juga kejatuhan. Dan inilah realitas yang harus diterima,” katanya.
Maka, tandasnya, kita juga bisa melihat bagaimana Gereja sendiri selama 60 tahun sejak Konsili Vatikan II masih terus berjuang untuk merealisasikan apa yang menjadi gambaran dan impian para para bapa Konsili Vatikan II ini. “Dan kiranya masih cukup jauh untuk sampai kepada apa yang diimpikan oleh Bapa Konsili itu,” katanya.
Meski sudah 60 tahun, masih ada umat yang belum tahu tentang Konsili Vatikan II. “Bahkan dalam salah satu WA yang saya baca di grup, mungkin banyak umat yang juga belum pernah dengar mengenai Konsili Vatikan II. Istilahnya pun barangkali masih sulit untuk diucapkan, apalagi dipahami. Tapi tentu kita tidak pesimis seperti itu karena kita tahu bahwa apa yang dicita-citakan, digambarkan oleh para Bapa Konsili ini sudah dilakukan tanpa menyebut istilah-istilah yang kadang-kadang begitu tinggi, yang dikaitkan di langit, yang katakan sungguh sulit dalam kehidupan yang sehari-hari,” imbuhnya.
Kendati ada hal-hal yang belum sampai kepada realisasi impian para Bapa Konsili, sambung Mgr Harjosusanto, tapi banyak hal yang sudah dilakukan. “Dan saya sungguh percaya itu. Memang masih jauh, tapi kiranya sudah melangkah, bahkan langkahnya barangkali kita sebagai Gereja Indonesia cukup progresif. Artinya apa? Artinya berani melangkah melebihi yang lain-lain,” katanya.
Mgr Harjosusanto mengajak umat untuk bersyukur sekaligus menyadari kelemahan Gereja setelah Konsili Vatikan II. “Selain mensyukuri, kita juga menyadari kelemahan ini, menyadari kekurangan ini, menyadari bahwa kita bahkan juga tidak hanya lemah, tapi juga jatuh dalam dosa-dosa. Secara insani, Gereja memang begitu dan terus menerus perlu melakukan pertobatan. Oleh karena itu, kita tidak akan pesimis, tapi kita optimis untuk mensyukuri sekaligus menghayati apa yang menjadi cita-cita Bapa Konsili itu,” ajaknya.
Selain ada umat yang belum mengetahui tentang Konsili Vatikan II, ada juga sebagian orang yang tidak menyetujui bahkan menolak Konsili Vatikan II. “Memang kita melihat ada orang-orang, ada kelompok orang yang tidak menyetujui atau bahkan menolak Konsili Vatikan II ini dengan cara-cara yang tertentu. Tapi tentu kita percaya bahwa ini adalah bimbingan Roh Kudus sendiri sehingga inilah yang perlu kita teruskan. Inilah yang perlu kita realisasikan dan bukan hanya mendengarkan kelompok-kelompok tertentu yang memang dengan pertimbangan dan pikirannya sendiri kadang-kadang kurang setuju dengan apa yang dibuat oleh para Bapa Konsili yang sungguh kita yakini sebagai gerakan dari Roh Kudus sendiri dalam Gereja,” katanya.
Menurutnya, bahkan juga ada noktah-noktah kecil yang menciderai Gereja. Ada oknum atau orang-orang tertentu dari warga Gereja yang membuat Gereja mengalami noktah-noktah negatif. “Ya, begitulah realitasnya. Tapi jangan sampai pandangan seperti itu kemudian menghilangkan sikap optimis kita. Sikap untuk melihat masa depan yang lebih baik, justru berangkat dari hasil-hasil Konsili itu,” katanya.
“Selamat bersyukur kita sekalian atas Konsili Vatikan II yang sungguh membawa berkat bagi Gereja bahkan juga bagi dunia ini,” pungkasnya.