Renungan Harian 21 Agustus 2022

MINGGU BIASA XXI

21 Agustus 2022

Bacaan I               : Yes 66: 18-21

Bacaan  II             : Ibr 12: 5-7. 11-13

Bacaan Injil         : Luk 13: 22-30

 

Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya

Ada fenomena demikian dalam pendidikan anak. Yaitu, anak tidak boleh mengalami kepahitan hidup sebagaimana dahulu bapak dan ibunya pernah mengalami. Sebab kepahitan itu sakit, kegagalan itu menderita, kemalangan itu melahirkan olok-olok, tidak bisa makan itu lapar, tidak banyak teman itu menyayat, dan sebagainya. Maka, ketika orang tua mampu melakukan segala hal untuk memenuhi kebutuhan anak, itulah yang difokuskan. Akibatnya, anak tidak pernah merasakan ‘rekasaning urip’, derita hidup. Sejak kecil hingga dewasa, si anak selalu dimanjakan oleh orang tua, dan dijaga jangan sampai dikecewakan oleh suatu peristiwa apapun. Sekolah dibayari, kuliah dibiayai, kerja dicarikan, rumah dibuatkan, dan bahkan pasangan hidup pun dijodohkan. Ketika hanya pengalaman demikian yang didapatkan, malapetaka hidup hanyalah menunggu waktu. Sebab bukankah hidup ini berjuang, bukankah penghidupan itu sebuah peristiwa jatuh bangun, bukankah berkeluarga itu untung-malang senang-susah?

Kitab Ibrani yang difirmankan hari ini, meneguhkan kita yang seringkali frustrasi dan kemudian menjauh dari Tuhan ketika masalah dan perkara rasanya tidak kuat untuk kita tanggung lagi. “Hai anakku, janganlah meremehkan didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan oleh-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu menerima hajaran, maka di situ Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah ada anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Namun kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (Ibr 12: 5-7. 11).

Pengalaman-pengalaman hidup yang membuat kita sakit, menderita, ‘rekasa’, putus asa, terasing, sangat mungkin menyiapkan kita untuk menjadi lebih ‘tough’, kuat perkasa, dan teguh. Bahkan untuk itu, banyak orang tua telah melatih anaknya untuk mandiri sejak remaja. Membantu pekerjaan orang tua, membuat usaha kecil-kecilan, membiarkan mereka mengalami gagal cinta, dan sebagainya. Disebutnya itu sebagai pembelajaran. Sebab bahkan Tuhan pun ‘menghajar orang yang dikasihi-Nya’.

Romo Agus Suryana Gunadi, Pr

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *