HARI MINGGU PASKAH V
15 Mei 2022
Bacaan I : Kis 14: 21b – 27
Bacaan II : Why 21: 1 -5a
Bacaan Injil : Yoh 13: 31-33a. 34-35
Gereja, dari paguyuban menjadi organisasi
Ada kegelisahan dalam hidup saya sebagai seorang imam. Hidup menggereja zaman kita sekarang ini sudah cukup jauh berbeda dengan cara menggereja 25 tahun yang lalu. Yang saya maksud adalah Gereja sebagai peristiwa, Gereja yang merayakan iman, Gereja sebagai organisme. Sebagai peristiwa, sesungguhnya ketika Gereja merayakan imannya, itu menjadi fokus dan partisipasi semua anggotanya. Dahulu, ketika struktur organisasi (baca: pelayanan) belum sebaku dan sedetil sekarang, perayaan itu menggugah semangat para jemaatnya untuk datang dan terlibat. Sikap yang diambil adalah menawarkan diri untuk menerima tugas apapun yang akan ditunjuk spontan oleh satu dua orang terpercaya. Maka, siapa yang akan mendata janda miskin, siapa yang akan menjamin kelancaran ibadat, siapa yang akan membaca kitab suci, ditentukan spontan dalam rapat. Termasuk di antaranya kesepakatan untuk ‘pasang tarub/tratak/ tenda’, atau juga siapa yang akan mendekor altar.
Pertumbuhan Gereja Awal zaman para rasul sangatlah subur. Terutama di kota-kota luar Yerusalem, perkumpulan jemaat beriman didirikan dan dipelihara. Untuk itu, para rasul dan umat memilih pribadi-pribadi beriman yang akan duduk sebagai penatua jemaat. Sementara para rasul karena panggilan, mereka terus menerus berpindah kota menjelajahi seluruh negeri untuk membangun pondasi bagi Gereja awal. Maka dari itu, dibuatlah koordinasi iman dan hidup bersama.“Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul menetapkan penatua-penatua bagi jemaat setempat, dan setelah berdoa dan berpuasa mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber kepercayaan mereka”. (Kis 14: 21b-27). Penetapan para penatua bagi jemaat setempat dilakukan penuh iman dalam doa. Dari sana lahirlah para tokoh jemaat setempat yang dinilai bijaksana, beriman kepada Allah yang benar, dan siap melayani dengan penuh kasih serta pengorbanan diri.
Kita bisa bercermin pada kisah para rasul. Jemaat awalnya sangat sederhana dalam organisasi, dan lebih menyerupai organisme yang hidup, gotongroyong, ‘sayuk rukun’. Bagaimanakah komunitas iman kita di lingkungan, paroki, atau persekutuan doa dihidupi? Lebih menghargai struktur organisasi atau lebih gotongroyong? Apakah komunitas kita menghidupi kasih sebagai dasar gerakan dan persaudaraan? Inilah pesan Injil kepada kita semua: “Aku memberikan perintah baru kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi…” (Yoh 13: 34-35). Marilah kita perbarui semangat kita.
Romo F.X. Agus Suryana Gunadi, Pr