
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, dikisahkanTUHAN berfirman kepada Musa bahwa bangsa yang dia pimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak lakunya. Maka, mereka patut untuk menerima hukuman.
Atas situasi itu, Musa melunakkan hati (= meredakan amarah-Nya) TUHAN, Allahnya, dengan mengingatkan kembali sejarah bangsa Israel itu yang diprakarsai Allah sendiri. Dan hasilnya, TUHAN mencabut malapetaka yang akan dijatuhkan kepada mereka.
Artinya Tuhan kita bukan Tuhan yang egois. Ia mau mendengarkan dan mengampuni mereka, karena Dia menghendaki keselamatan dan bukan kematian umat-Nya.
Hendaknya kita pun lebih mengutamakan keselamatan/kehidupan sesama daripada egoisme dan maunya sendiri.
Dua, Yesus bersabda: “Kalau Aku bersaksi tentang diriKu sendiri, kesaksianKu itu tidak benar. Ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar”.
Kesaksian atas diri sendiri pada saat itu, memang tidak/kurang disertai bukti-bukti tertulis. Maka kesaksian itu bisa (= sering tidak benar). Pada zaman sekarang alat bantu berupa tulisan, foto, rekaman suara, video, rekaman cctv, foto satelit dan lain-lain dapat memperkuat kesaksian diri itu.
Meski demikian, dengan teknologi yang canggih dan kemampuan/ketrampilan yang luar biasa, orang dapat merekayasa banyak hal. Tampaknya asli/murni tetapi sesungguhnya dia itu palsu.
Maka, selain alat-alat bantu tadi, kehidupan harian, kata-kata dan perbuatan sepanjang hidup, itulah kesaksian yang paling dapat diandalkan. Semoga pikiran, perbuatan dan perkataan kita, dapat diandalkan sebagai kesaksian yang benar karena merupakan buah dari iman, harapan dan kasih kita kepada Allah. Amin.
Mgr Nico Adi MSC