MINGGU PRAPASKAH IV
27 Maret 2022
Bacaan I : Yos 5: 9a, 10-12
Bacaan II : 2Kor 5: 17-21
Bacaan Injil : Luk 15: 1-3, 11-32
Tuhan tak pernah lelah mengampuni kita
Saya jengkel dengan orang yang mengingkari janji, ketahuan bahwa benar-benar mengingkari, dan tidak pernah mengklarifikasi apalagi meminta maaf. Lebih jengkel lagi kalau dia membuat alasan demi pembenaran diri, padahal saya tahu bahwa dia hanya sekadar tidak mau disalahkan. Terhadap orang yang seperti itu, rasanya saya ingin tidak mengenalnya, menghindarinya, dan tidak mau bekerjasama dengan dia lagi. Tetapi itukah sikap terbaik yang bisa saya lakukan? Apalagi saya sedang membangun iman kepada Allah yang penuh belaskasih dan pengampunan? “Allah tak pernah lelah mengampuni kita; kita adalah orang-orang yang lelah mencari belaskasihan-Nya. Kristus, yang menyuruh kita untuk mengampuni satu sama lain ‘tujuh puluh kali tujuh’ (Mat 18: 22) telah memberikan teladan-Nya kepada kita; Dia telah mengampuni kita tujuh puluh kali tujuh. Berkali-kali!” (EG. 3). Kutipan ini saya gaungkan terus menerus dalam hidup. Apakah kemudian mengubah sikap? Tidak sempurna, tetapi cukup memberi penghiburan ketika mengalami pengalaman seperti itu lagi. Ternyata, Dia telah dan selalu mengampuni kita tujuh puluh kali tujuh kali, berkali-kali!
Kisah tentang bapa yang murah hati memberi dorongan kuat untuk terus membarui diri dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah, dan terutama ketika kita merasa jatuh terpuruk dalam relasi dengan Allah. Anak bungsu yang secara tidak sopan meminta warisan bapaknya ternyata hanya menghambur-hamburkan bagiannya untuk berfoya-foya. Bapaknya sedih melihat anak yang ‘tidak tahu diri’ dengan terus menerus berharap anaknya kembali dan menjadi miliknya lagi. Dan benar, setelah pergi sekian lama dan menjadi melarat compang-camping, dia kembali ke rumah. Apa yang dilakukan sang bapak? Begitu melihat anaknya memasuki halaman rumah, dia langsung lari menyambut dan memeluknya. Segera ia memerintahkan kepada para pembantunya untuk menyiapkan pesta bagi anak ‘mursal’ nakal tersebut. “Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (Luk 15: 24).
Kisah tentang bapak dan anak bungsunya tersebut rasanya mewakili Tuhan dan kita. Dia adalah Bapa yang siap untuk selalu menerima kita dengan pengampunan-Nya. Bangsa Israel sejak dahulu kala selalu mengalami pengalaman Tuhan yang Bapa tersebut. Ketika mereka tidak taat kepada Tuhan, Allah tetap memberi pengampunan dan menuntun mereka menuju pembebasan. Perbuatan dosa dan pelanggaran masa lalu ketika mereka berada di Mesir tidak menjadikan Allah surut mengasihi. “Hari ini telah Kuhapus cela Mesir dari padamu” (Yos 5: 9), demikianlah warta gembira yang disambut oleh bangsa Israel yang baru saja dibebaskan dari perbudakan Mesir.
Jangan pernah ragu untuk mendekatkan diri pada Tuhan, seburuk apapun kita.
Romo F.X. Agus Gunadi, Pr