
Akar permasalahan ketiga, yang berasal dari dalam diri manusia, menurut Bapa Suci, adalah “antroposentrisme modern”, penempatan pola pikir teknis di atas realitas, karena “manusia tidak lagi merasakan alam sebagai norma yang berlaku, atau sebagai tempat perlindungan hidup. Ia melihat alam tanpa asumsi secara objektif, sebagai ruang dan bahan untuk dikerjakan. Segalanya dibuang ke dalamnya, tidak peduli apa hasilnya. Dengan demikian nilai intrinsik dunia sendiri melemah” (hlm 74, no. 115), karena manusia kurang mengakui nilai intrinsik makhluk-makhluk lain itu. Walaupun demikian, kita tidak bisa mengabaikan manusia pada saat menaruh hormat kepada makhluk lain dengan mengakui nilai-nilai intrinsiknya, karena tidak ada ekologi tanpa antropologi (hlm 76, no. 118).
Paham antroposentrisme sesat, menurut Bapa Suci, mendorong orang jatuh ke dalam relativisme praktis, gaya hidup menyimpang. “Ketika manusia menempatkan dirinya di pusat, ia akhirnya memberikan prioritas tertinggi kepada kepentingan sesaat, dan semua yang lain menjadi relatif” (hlm 78, no. 122). Budaya relativisme ini tidak hanya mendorong manusia mengeksploitasi alam tanpa bertanggungjawab, akan tetapi bisa juga menggiring orang kepada bahaya eksploitasi atas sesamanya.
Dalam konteks membangun ekologi integral, harus diperhitungkan nilai pekerjaan, untuk menopang tata dunia, karena manusia memang seharusnya memandang diri sebagai sarana Allah untuk membantu mewujudkan potensi yang telah diletakkan Allah sendiri dalam segala sesuatu (hlm 79, no 124). Dengan bekerja, manusia belajar mencari pematangan dan kekudusan dalam permenungan dan pekerjan yang saling memengaruhi. “Cara menghayati pekerjan secara demikian membuat kita lebih peduli dan lebih hormat terhadap lingkungan …” (hlm 80, no. 126).
Pada bagian ini tidak bisa diabaikan eksistensi teknologi biologi baru, yang di satu sisi sebagai bagian ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan salah satu wujud partisipasi manusia dalam tindakan kreatif Allah di dunia, di lain pihak ini bisa berdampak negatif kalau merupakan intervensi dalam bidang ekosistem atau, kalau terkait dengan eksperimen pada binatang apabila dilakukan di luar batas-batas wajar (hlm. 83, no. 130-131).
Ekologi integral
Dalam banyak kasus, kerusakan lingkungan hidup barangkali tidak dapat ditanggulangi lagi, namun di banyak tempat lain kerusakan mungkin masih dapat ditahan. Tidak bisa tidak seluruh komunitas manusia, individu, negara, organisasi-organisasi internasional, nasional dan lokal, masing-masing punya tanggungjawab serius.