
Kegembiraan dan damai
Menarik memperhatikan ungkapan Bapa Suci terkait dengan kegembiraan dan damai yang mewarnai hidup orang beriman dalam konteks pelestarian lingkungan hidup: “Jalan kembali kepada kesederhanaan memungkinkan kita untuk berhenti dan menghargai hal-hal kecil, berterima kasih atas kesempatan yang ditawarkan oleh kehidupan, tanpa kelekatan pada apa yang kita miliki atau kesedihan atas apa yang tidak kita miliki. Hal ini berarti menghindari dorongan penguasaan dan penumpukan kesenangan saja” (hlm. 135, no. 222). Orang bisa menghayati hidup secara intensif walaupun dengan sedikit hal, cakap membatasi kebutuhan yang membius, karena itu terbuka untuk banyak kemungkinan lain, dan hal ini membahagiakan!
“Tidaklah mudah untuk mengembangkan kerendahan hati yang sehat dan keugaharian yang membahagiakan ini jika kita menganggap diri otonom; jika kita mengucilkan Allah dari hidup kita dan ego kita mengambil tempat-Nya; jika kita berpikir bahwa subjektivitas kita sendiri dapat menentukan apa yang baik dan apa yang jahat” (hlm. 136, 224). Selain itu orang juga perlu berdamai dengan dirinya dan meluangkan waktu untuk menemukan kembali suatu keselarasan yang jernih dengan dunia ciptaan, untuk merenungkan gaya hidup dan cita-cita, untuk merenungkan Pencipta yang hidup di tengah-tengah kita dan dalam lingkungan kita, yang kehadiran-Nya tidak boleh dibuat-buat, tetapi ditemukan, disingkap (hlm. 137, no. 226).
Cinta dalam ranah sipil dan politik
Bicara tentang pelestarian lingkungan hidup sesungguhnya juga bicara mengenai cinta, yang memampukan orang untuk hidup bersama dan dalam persekutuan, terwujud tanpa pamrih. Di rumah bumi ini kita saling membutuhkan dan terungkapkan dalam tindakan sehari-hari yang sederhana, mematahkan logika kekerasan, eksploitasi, egoisme, dan konsumerisme.
Kasih ini bisa bersifat sipil dan politis, dan mengungkapkan diri dalam segala tindakan yang berusaha membangun sebuah dunia yang lebih baik. Suatu peradaban cinta kasih yang ditawarkan Gereja kepada dunia, sebagai kunci untuk perkembangan otentik, “Untuk menjadikan masyarakat lebih manusiawi, lebih layak bagi pribadi manusia, cintakasih di dalam kehidupan sosial -pada bidang politik, ekonomi, budaya-, mesti diberikan nilai baru, seraya menjadikannya norma tetap dan tertinggi dari semua kegiatan” (hlm. 139, no.231).