Prof. Andre yang Baik Hati

Suatu ketika saya hendak mudik dari Semarang ke Yogyakarta. Biasanya, saya naik sepeda motor tua Honda Grand Astrea 1996. Namun, kali itu, saya merasa lelah sehingga saya putuskan untuk naik bus. Harapan saya, di atas bus, saya bisa tidur dan segar ketika sampai di Yogya.

Saya keluar kantor usai makan siang. Kala itu Majalah INSPIRASI, tempat saya berkarya di Perumahan Taman Kradenan Asri, Sampangan, Semarang. Untuk naik bus, saya harus menuju perhentian angkot terlebih dulu.

Sementara untuk mencapai perhentian angkot, saya harus berjalan kaki di bawah terik matahari. Biasanya, jalan kaki dari kantor ke perhentian angkot di jembatan besi Sampangan memakan waktu 20 menit. Lumayan capek dan berkeringat, apalagi saat terik matahari.

Aku pun berjalan pelan mengingat saya harus menghemat tenaga. Berjalan di perumahan itu  aneh, tak lazim, karena kebanyakan warga perumahan biasa mengendarai mobil atau motor. Jadi, bisa dibayangkan, saya berjalan dalam kesendirian.

Tiba di dekat pos satpam perumahan, dari arah belakang terdengar suara sepeda motor. Tiba-tiba, seseorang menyapa saya. Ternyata Pak Andreas Lako yang menunggang motor itu. Melihat saya jalan kaki, ia pun menawari saya untuk membonceng sepeda motornya. Saya menolak karena saya sudah terbiasa jalan kaki dan sekaligus tak ingin merepotkannya. Namun, ia sedikit memaksa. Ia menyatakan bahwa ia tidak merasa repot karena ia juga sedang keluar hendak potong rambut.

Saya pun naik motornya. Di atas motor, dia bertanya tentang tempat perhentian angkutan yang akan saya tumpangi. Saya jelaskan, waktu itu untuk ke Yogya dari kantor, saya harus naik angkot dari jembatan besi, kemudian menuju halte bus di Jatingaleh. Dari halte bus baru bisa naik bus jurusan Semarang-Yogyakarta.

Mendengar hal itu, Pak Andre langsung memutuskan, kalau ia akan mengantar saya ke halte bus di Jatingaleh. Alasannya, ia takut kalau saya terlalu lama menunggu angkot ke Jatingaleh. “Ndak papa, Mas Lukas,” katanya meyakinkan saya. Sebenarnya, saya ingin turun di jembatan besi saja lalu naik angkot ke Jatingaleh.

Kami pun meluncur sampai Jatingaleh sambil membicangkan beberapa hal. “Sungguh orang baik!” kataku dalam hati mengomentari Pak Andre. Di tengah rencananya mau potong rambut, masih sempat dan mau mengantarku meski tempat potong rambutnya tidak searah dengan tempat yang saya tuju.

Kami adalah tetangga satu perumahan waktu itu, hanya berbeda blok. Saya berkarya sekaligus tinggal sehari-hari di kantor majalah INSPIRASI. Kami kerap bertemu kalau ada pertemuan lingkungan. Kami sama-sama tinggal di lingkungan Santo Fransiskus de Sales, biasa disingkat Sanfrades.

Suatu ketika, Pak Andre bertandang ke kantor INSPIRASI, sekadar untuk duduk-duduk atau membincangkan sesuatu. Kadang sendiri, kadang mengajak anaknya, pernah juga mengajak istrinya.

Dari perjumpaan-perjumpaan itu, saya menangkap kesan, Pak Andre yang lahir di Bajawa, NTT, 30 November 1966, adalah orang yang rendah hati dan selalu menghidupi semangat kekatolikan. Ia selalu menghubungkan setiap aktivitas atau pekerjaan dengan cinta kasih. Semua hal mestinya terintegrasi dengan iman. Bahkan termasuk profesi seseorang pun mestinya juga terintegrasi dengan iman. Cinta kasih menjadi core dari semuanya. Sebagai pengajar ilmu Akuntansi di Universitas Soegijapranata, ia pun mengintegrasikan ilmu tersebut dengan semangat cinta kasih.

Akuntansi hijau

Mungkin itulah yang akhirnya mendorongnya untuk mengembangkan pemikiran Akuntansi Hijau baik melalui tulisan-tulisanya ataupun melalui beberapa bukunya. Ia ingin sebuah korporasi mestinya tidak hanya memikirkan keuntungan bagi dirinya. Namun, korporasi mestinya juga mempunyai kepedulian terhadap sekitarnya. Memang, pada waktu itu sudah marak istilah Corporate Social Responsibilty (CSR). Pemerintah terus mendorongnya. Korporasi pun banyak yang sudah menerapkannya.

Namun, bagi Pak Andre, selain CSR, korporasi pun dituntut untuk memiliki tanggung jawab pada lingkungannya. Itulah yang membuatnya terus mengembangkan pemikiran Akuntansi Hijau. Sudah menjadi pengetahuan umum, kehadiran korporasi suka atau tidak suka membawa dampak pada lingkungan alam di sekitarnya, tidak hanya pada masyarakat sosial sekitarnya. Maka, korporasi mestinya memikirkan kompensasi itu, supaya korporasi pun “membayar silih” atas aktivitasnya di tempat tersebut. Dengan demikian, lingkungan sekitar pun tetap lestari.

Pemikiran tentang lingkungan lestari pun ia gumuli. Ia kerap berbagi pemikiran tersebut melalui tulisan yang dikirimnya ke media massa dengan tema mengenai ekonomi hijau atau pembangunan berkelanjutan. Ia sadar benar bahwa pembangunan mestinya berpihak pada kelestarian lingkungan yang otomatis akan membawa dampak positif  bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Pribadi yang total dalam bekerja

Suatu sore, saya bertandang ke rumahnya. Kami bercerita banyak hal. Pak Andre yang waktu itu mempunyai kesibukan baru menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Unika Soegijapranata pun bercerita tentang pekerjaan barunya yang sangat menantang. Dengan jabatan barunya waktu itu, ia kerap harus pulang lebih sore bahkan petang untuk menyelesaikan beberapa hal. Ia pun mengaku menjadi tidak terlalu produktif dalam menulis waktu itu karena tenaga dan perhatiannya tersedot pada pelayanan barunya itu. Ia ingin total dalam mengemban kepercayaan yang telah diberikan kepadanya.

Totalitas yang sama pun ia bawa ketika ia dipercaya sebagai Ketua Program Studi Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) di kampus yang ia cintai itu. Ia ingin program studi yang baru dirintis di kampus tersebut bisa berkembang dengan baik dan bisa melayani para mahasiswanya sebaik mungkin.

Jalan salib kehidupan

Totalitasnya dalam bekerja dan menunaikan tanggungjawab yang dipercayakan padanya rupanya tidak lahir begitu saja. Seperti yang disharingkan dalam tulisannya berjudul “Cobaan adalah Anugerah” di Majalah INSPIRASI edisi Agustus 2013, sejak kecil, ia sudah mengalami kehidupan yang keras di Flores.

Ketika berusia 6 tahun, ayahnya dipanggil Tuhan. Sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara, ia sangat kehilangan sosok ayahnya. Kepergian ayahnya dalam usia yang masih relatif muda menyebabkan ibunya  harus berjuang membesarkannya dan beberapa kakaknya yang masih kecil. Padahal, keluarganya adalah petani miskin. Saat itu, pada era 1970-an, daerahnya dilanda kelaparan.

Karena ingin meringankan beban berat  ibunya, sejak kecil ia rajin berjualan apa saja di pasar dengan berjalan kaki sekitar 7 km. Ia juga berjualan gula-gula (manisan) di sekolah selama menempuh sekolah dasar (SD). Hasil dagangan itu, selain untuk meringankan beban ibunya, juga ditabung agar bisa dipakai melanjutkan studi ke jenjang SMP di kota. Ketika lulus SD, uang hasil tabungannya ternyata cukup untuk membiayai studinya ke SMP.

“Puji Tuhan, ternyata Tuhan turut campur tangan. Berkat kehilangan ayah dan menyaksikan beratnya perjuangan ibu, saya lalu punya tekad yang kuat: bekerja keras, ulet, tekun belajar, rendah hati dalam tutur kata dan tindakan serta tekun berdoa memohon campur tangan Allah dalam segala hal.  Tanpa disadari, Tuhan membukakan saya pintu demi pintu kehidupan. Saya bisa mengenyam pendidikan melebihi SMP. Saya bisa kuliah di Jawa hingga mencapai gelar doktor dan pada akhirnya mencapai profesor. Saya pun bisa berkarya sebagai pendidik di Jawa,” tulisnya.

Baginya, semua pencapaian itu merupakan rancangan Allah yang penuh misteri, luar biasa dan sungguh indah. Ia mengaku sulit untuk menjelaskan semua itu dengan logika manusiawinya. Hanya penalaran imanlah yang mampu menjelaskannya, menurutnya.

Ia pun menyadari bahwa jalan salib kehidupannya pada akhirnya merupakan jalan kemuliaan. “Saya juga baru menyadari bahwa “jalan salib kehidupan” itu yang saya alami sejak kecil dan hingga saya menikah itu merupakan “jalan kemuliaan” yang sengaja dirancang Allah untuk membawa saya mencapai level kehidupan seperti saat ini,” tulisnya.

Berdasar pengalaman iman itu, ia pun berpesan, “Karena itu, kepada umat Kristiani yang sudah, sedang dan akan mengalami pencobaan atau ujian-ujian kehidupan yang berat, janganlah larut dalam kesedihan, penderitaan, dan putus asa. Janganlah juga menyalahkan diri sendiri atau orang lain, apalagi menyalahkan Tuhan. Bangkitlah! Yakinlah, semua pencobaan hidup itu adalah rancangan dan anugerah terindah dari Tuhan yang secara khusus dirancang untuk kita dan keluarga kita. Syukurilah hal itu dari sisi iman yang positif, yaitu sebagai berkat dan berkah. Yakinlah, berkat dan berkah atas anugerah pencobaan tersebut akan datang pada waktunya. Kapan dan dalam wujud apa berkat dan berkah itu akan datang, tak perlu dipertanyakan. Biarkanlah kehendak Tuhan yang berkarya atas diri kita.”

Intelektualitas yang berpihak

Dengan latar belakang pengalaman masa kecil yang penuh perjuangan dan posisi dirinya sebagai kaum intelektual, Prof. Andre sadar betul, intelektualitas mesti mempunyai keberpihakan kepada mereka yang lemah bahkan menjadi korban. Maka, ia merancang “Pendidikan Bisnis Berbasis Kasih” dengan berkonsultasi pada Mgr Ignatius Suharyo yang waktu itu sebagai Uskup Keuskupan Agung Semarang. Prof. Andre tidak ingin Fakultas Ekonomi dan sekolah-sekolah bisnis sering dicap hanya mengajarkan ilmu untung-rugi duniawi dan bagaimana bisa memeras sesama demi mendapatkan laba.

Dalam sarasehan dan bedah Buku “Berani Hidup” di Universitas Katolik Soegijapranata  Semarang (11/4/2013), Prof. Andre menyampaikan dengan tegas, intelektualitas mesti diabdikan kepada sesama, untuk kebaikan sesama, dan untuk kemuliaan Tuhan selain untuk diri sendiri.

Berpulang     

Tentu, banyak orang yang terkejut. Guru Besar Akuntasi FEB Unika itu berpulang karena penyakit jantung pada 23 Februari 2022. Ia meninggalkan istri bernama Anna Sumaryati dan 3 anaknya yang sangat dicintai. Tak ada orang yang mengira, ia dipanggil Tuhan secepat itu.

Meski demikian, kita patut berbangga atas keteladanan dan pemikirannya yang bisa mengilhami banyak orang baik dalam berkarya maupun dalam membangun kehidupan yang semakin ekologis.

Selamat jalan, Prof. Andre yang baik hati!

 

Lukas Awi Tristanto

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *