Hari ini saudara-saudari kita sebangsa dan setanah air dari suku Tionghoa, merayakan Imlek (Tahun Baru Cina). Shionya: macan air. Tahun Baru adalah tahun yang mengajak banyak orang untuk bersyukur atas kehidupan dan mohon berkat agar rukun dan damai serta sejahtera sepanjang tahun yang baru. Berkat bagi mereka sebetulnya juga berkat bagi kita.
Kita ucapkan selamat berbahagia dan bergembira, kepada saudara-saudari kita yang merayakannya.
Dalam 2 Sam 18: 9-10.14b.24-25a.30-19:3 dikisahkan: “Absalom yang sedang menunggangi bagal, bertemu dengan orang-orang Daud. Ketika bagal itu lewat di bawah jalinan dahan-dahan pohon tarbantin yang besar, tersangkutlah kepalanya pada pohon tarbantin itu, sehingga ia tergantung antara langit dan bumi, sedang bagal yang dikendarainya berlari terus.
Lalu Yoab mengambil tiga lembing di tangannya dan ditikamkannya ke dada Absalom, yang tergantung di dahan pohon tarbantin itu.
Ketika itu Daud duduk di antara kedua pintu gerbang sedangkan penjaga naik ke sotoh pintu gerbang itu, di atas tembok. Ketika penjaga itu melayangkan pandangnya, dilihatnyalah orang datang berlari, seorang diri saja. Berserulah ia memberitahu raja, lalu raja berkata: “Jika ia seorang diri, kabar yang baiklah disampaikannya.”
Kemudian berkatalah raja: “Pergilah ke samping, berdirilah di sini.” Ia pergi ke samping dan tinggal berdiri. Maka datanglah orang Etiopia itu dan berkata: “Tuanku raja mendapat kabar yang baik, sebab TUHAN telah memberi keadilan kepadamu pada hari ini dengan melepaskan tuanku dari tangan semua orang yang bangkit menentang tuanku.”
Bertanyalah raja: “Selamatkah Absalom, orang muda itu?” Jawabnya: “Biarlah seperti orang muda itu musuh tuanku raja dan semua orang yang bangkit menentang tuanku untuk berbuat jahat.” Maka terkejutlah raja dan dengan sedih ia naik ke anjung pintu gerbang lalu menangis.
Beginilah perkataannya sambil berjalan: “Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!”
Lalu diberitahukanlah kepada Yoab: “Ketahuilah, raja menangis dan berkabung karena Absalom.” Pada hari itulah kemenangan menjadi perkabungan bagi seluruh tentara, sebab pada hari itu tentara itu mendengar orang berkata: “Raja bersusah hati karena anaknya.”
Sebab itu tentara itu masuk kota dengan diam-diam pada hari itu, seperti tentara yang kena malu kembali dengan diam-diam karena melarikan diri dari pertempuran.
Markus dalam injilnya (Mrk 5: 21-43) mewartakan: “Sesudah Yesus menyeberang dengan perahu, orang banyak datang lalu mengerumuni Dia. Sedang Ia berada di tepi danau, datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.” Lalu pergilah Yesus dengan orang itu.
Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan di dekat-Nya. Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk.
Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus. Maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Katanya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.
Pada ketika itu juga Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berpaling di tengah orang banyak dan bertanya: “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” Murid-murid-Nya menjawab: “Engkau melihat bagaimana mereka ini berdesak-desakan di dekat-Mu, dan Engkau bertanya: Siapa yang menjamah Aku?”
Lalu Ia memandang sekeliling-Nya untuk melihat siapa yang telah melakukan hal itu. Perempuan itu, yang menjadi takut dan gemetar ketika mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya, tampil dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya. Maka kata Yesus: “Hai anakKu, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!”
Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: “Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru?” Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!”
Lalu Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes, saudara Yakobus. Mereka tiba di rumah kepala rumah ibadat, dan di sana dilihat-Nya orang-orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring.
Sesudah Ia masuk Ia berkata kepada orang-orang itu: “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!” Tetapi mereka menertawakan Dia. Maka diusir-Nya semua orang itu.
Lalu dibawa-Nya ayah dan ibu anak itu dan mereka yang bersama-sama dengan Dia masuk ke kamar anak itu. Dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!” Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun.
Semua orang yang hadir sangat takjub. Dengan sangat Yesus berpesan kepada mereka, supaya jangan seorang pun mengetahui hal itu, lalu Ia menyuruh mereka memberi anak itu makan.
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, dikisahkan: “Ketika bagal itu lewat di bawah jalinan dahan pohon tarbantin yang besar, tersangkutlah kepala Absalom di pohon itu, sehingga ia tergantung antara langit dan bumi, sedang bagal itu berlari terus.”
Mungkin dia begitu bernafsu untuk menang atau terburu-buru karena ada sesuatu yang memenuhi pikiran dan perasaannya, atau karena alasan lain sehingga dia tidak fokus dan tidak konsentrasi. Akibatnya dia dapat musibah.
Hendaknya semua saja waspada, konsentrasi dan fokus saat di jalan (= menyetir, naik kendaraan, jalan kaki) supaya terhindar dari rupa-rupa musibah.
Dua, dikisahkan Markus: “Perempuan yang disembuhkan itu, menjadi takut dan gemetar, lalu tampil dan tersungkur di depan Yesus dan dengan tulus memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya”.
Perempuan itu takut, karena mungkin menyangka Yesus akan marah kepada-Nya, ternyata tidak. Dia malah mendapat peneguhan. Hendaknya kita menjadi pribadi yang simpatik dan membawa ketenteraman, bukan ketakutan. Amin.
Mgr Nico Adi MSC