
Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*
Waktu menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit menjelang malam. Langit masih menurunkan air hujan meski hanya tinggal rintik-rintik. Langit tidak ingin menyisakan simpanan air yang ia miliki karena ia yakin esok hari mentari akan membawa kembali air berbentuk kristal-kristal es dalam wadah awan putih, seperti kapas putih yang indah menghiasi langit. Dan pada saatnya mentari akan meminta awan putih agar menyerahkan kristal-kristal itu kepada awan hitam untuk diturunkan ke bumi dalam curahan hujan. Angin berhembus membuat dedaunan di pepohonan yang rindang menari lambat seirama gerak sepoi sang angin. Udara menjadi sejuk mendekati dingin.
Di dalam ruangan tampak beberapa saudara sudah hadir dengan membawa rosario di tangan. Ya, sekali dalam seminggu di setiap hari Jumat, komunitas berdevosi kepada Bunda Maria dengan mendoakan doa rosario bersama, dengan intensi untuk perdamaian dunia, khususnya di tanah air Indonesia.
Sebagai umat beriman Katolik, kita semua mengetahui bahwa bulan Oktober adalah Bulan Rosario. Meskipun setiap saat kita bisa mendoakan doa Rosario, tetapi secara khusus pada bulan Oktober, kita diharapkan mendoakan doa Rosario, baik secara pribadi dan maupun secara bersama. Mengapa bulan Oktober? Dan mengapa harus bersama? Pada tanggal 7 Oktober 1571, Paus Pius V mengajak umat secara bersama-sama mendoakan doa Rosario di Basilika Santa Maria Maggiore, Roma dari subuh hingga petang, dengan intensi agar Bunda Maria mendampingi pasukan tentara Katolik dalam menghadapi serangan pasukan tentara Turki. Bapa Paus bersama umat memohon agar Bunda Maria dan Yesus Sang Putra menjaga para pengikut-Nya dari kaum pemusnah. Akhirnya pasukan tentara Katolik bisa mengatasi pasukan tentara Turki. Dalam sudut pandang iman, kemenangan ini tentu diimani karena adanya pertolongan Bunda Maria. Maka sejak saat itulah Paus Pius V, menetapkan bulan Oktober sebagai Bulan Rosario, dan khususnya tanggal 7 Oktober sebagai hari peringatan St. Perawan Maria sebagai Ratu Rosario.
Berdevosi kepada Bunda Maria dengan mendoakan doa Rosario atau berziarah ke Gua Maria di berbagai tempat, entah itu secara pribadi atau bersama adalah penting untuk dilakukan sebagai penghormatan kita kepada Bunda Maria, namun jauh lebih nyata penghormatan kita kepada Bunda Maria, ketika kita berusaha meneladan penghayatan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui teladan Bunda Maria, kita terbantu untuk menjalani iman kita kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Memang tidak selalu mudah meneladan Bunda Maria karena kita memiliki kelemahan manusiawi dan juga pengaruh kehidupan zaman modern ini bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran Sabda. Meski tidak mudah namun bukan berarti tidak mungkin. Bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin. Bunda Maria akan membantu kita karena ia telah lebih dahulu menjalaninya dalam tingkat komitmen yang tak tergoyahkan. Dalam diri Bunda Maria, kita menemukan dukungan dan arahan dalam perjalanan iman kita kepada Tuhan Yesus.
Setiap ibadat sore kami menyanyikan Kidung Maria, di akhir ibadat. Dalam kidung yang bersumber dari injil Lukas 1:46-55 tersebut, Bunda Maria mensharingkan kepada kita sebagai putra dan putrinya tentang kebaikan dan berkat yang ia terima dari Tuhan. Dalam kerendahan hatinya Bunda Maria menyadari bahwa segala kebaikan dan berkat tersebut berasal dari Tuhan dan bukan dari dirinya. Kesadaran itu mengundang dirinya untuk memuji Tuhan dan mengucap syukur kepada-Nya.
Dalam keadaan yang berlimpah berkat dan kebaikan Tuhan, terkadang bisa membuat kita sebagai manusia jatuh dalam kenyamanan duniawi tanpa ada lagi rasa syukur. Jika kita memiliki rasa syukur maka kebaikan dan rahmat Allah yang kita terima itu, apapun itu bentuknya, tidak hanya untuk kita miliki sendiri tetapi rasa syukur pada Tuhan itu akan mendorong kita untuk mau berbagi kepada sesama, terutama yang membutuhkan. Tanpa rasa syukur, kita akan terjebak pada ketidakpuasan diri yang membawa kita ingin memiliki banyak hal dan menjatuhkan kita pada gaya hidup konsumtif. Alih-alih kita mau berbagi akhirnya manusia tergoda untuk mengambil yang bukan haknya. Tindakan seperti ini dilakukan dengan terang-terangan oleh sebagian besar pejabat negara kita yakni tindakan korupsi. Untuk itu kita perlu memohon bantuan doa dari Bunda Maria agar kita memiliki rasa syukur yang mau berbagi bukan rasa syukur yang hanya berhenti pada kenyamanan hidup saja.
Tentu kita masih ingat pernyataan dari Bunda Maria yang mengatakan; “Terjadilah padaku menurut kehendakmu”. (Lukas 1:38). Bunda Maria menyatakan ketaatan kepada Tuhan dan kehendak-Nya. Sebuah pernyataan iman yang sederhana dan singkat, namun tidak selalu mudah untuk kita lakukan karena kita manusia memiliki ego. Dan lagi, kita hidup di dunia yang menghidupi kebebasan tanpa batas serta mengabaikan kehendak Tuhan dalam hidup. Banyak orang mengambil keputusan hanya berdasar pada kehendak pribadi yang hanya menguntung diri dan mengabaikan kehendak dan rencana Allah dalam kehidupannya.
Dalam injil Lukas 2:9 dikatakan, “Maria merenungkan perkara itu di dalam hatinya.” Artinya bahwa Bunda Maria selalu merenungkan setiap peristiwa hidupnya bersama Tuhan yang ada di dalam hatinya, di dalam dirinya yang terdalam bersama Tuhan, bukan dengan ego. Bunda Maria selalu berpusat pada Tuhan dalam menanggapi setiap peristiwa hidupnya dan dalam mengambil keputusan dalam perjalanan iman. Maka marilah kita memandang Maria sebagai cahaya penuntun dan teladan iman yang mendalam kepada Tuhan Yesus Kristus.
Masih terdengar pendarasan doa Rosario di ruangan yang terhiasi patung Bunda Maria dan lilin putih yang menyala. Namun tiba-tiba terhenti beberapa detik. Beberapa saudara menengadahkan kepala untuk memastikan di mana doa itu terhenti. Lalu seorang saudara menyenggol lengan saudara yang di sampingnya, membuat saudara tersebut tersadar dari lamunannya atau mungkin dari kantuknya, untuk melanjutkan gilirannya mendaraskan, “Salam Maria, penuh rahmat Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu Yesus. Dan kemudian kami semua menanggapi; “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin
*Penulis adalah Rahib and Imam – Our Lady of Silence Abbey –Roscrea Co. Tipperary Irlandia.