
Hari ini kita merayakan pesta St. Yakobus – Rasul. Dia adalah kakak dari Yohanes rasul. Dia dan Yohanes adalah anak-anak Zebedus, yang bekerja sebagai nelayan. Beberapa kali, dia diajak Yesus ke gunung Tabor dan taman Zaitun. Dia juga yang meminta jabatan kepada Yesus dan langsung mendapat teguran. Semua itu merupakan petunjuk bahwa mereka adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat/keluarga biasa.
Dalam 2Kor 4: 7-15 Paulus menyapa umatnya: “Saudara-saudara, harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.
Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini.
Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu. Karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: “Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata”, kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata. Kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus. Dan Ia akan menghadapkan kami bersama-sama dengan kamu kepada diri-Nya.
Semuanya itu terjadi karena kamu, supaya kasih karunia, yang semakin besar berhubung dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya, menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah.
Matius dalam injilnya (Mat 20: 20-28) mewartakan: “Ketika itu, datanglah ibu anak-anak Zebedeus dan anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu. Tanya Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya 2 anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.”
Jawab Yesus: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka: “Kami dapat.” Kata Yesus: “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.”
Ketika mendengar itu marahlah 10 murid yang lain kepada 2 saudara itu. Lalu Yesus memanggil mereka dan berkata: “Kamu tahu, bahwa para pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan para pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, meski dipanggil Yesus secara langsung di hadapan ayah mereka, bahkan diajak untuk melihat pelayanan Yesus kepada orang-orang kecil, orang sakit dan orang kerasukan setan, toh “tetap minta kedudukan tinggi”. Itulah tanda nyata bahwa para rasul adalah orang-orang biasa (bukan superman) yang bisa salah, bisa keliru dan kecewa seperti kita. Mereka juga berjuang agar menjadi orang-orang suci dan berkenan kepada Tuhan dan sesama. Suasana/keadaan seperti itulah yang disebuat Paulus anugerah itu diterima dirinya yang keadaannya “bagaikan bejana tanah liat” (= rapuh dan gampang pecah/retak). Maka, layaklah kita mendoakan para pengganti para rasul (para uskup) dan para utusan Tuhan agar tetap setia dan berusaha untuk hidup suci sampai akhir.
Dua, para utusan Tuhan di bidang apapun yang motivasi dan tugasnya “melayani Tuhan melalui sesama” dan mengarahkan meraka ke kehidupan yang membahagiakan, senantiasa dirindukan kehadirannya. Mereka yang telah dengan tulus dan ikhlas melayani sesama, ternyata “tidak dilupakan” bahkan dihargai karena dikasihi sesama dan umat mereka. Sebaliknya mereka yang “kehilangan arah dan melenceng motivasinya, cepat atau lambat, akan ditinggalkan. Semoga kita menjadi utusan-utusan Tuhan yang baik, setia, rendah hati dan tulus ikhlas. Amin.
Mgr Nico Adi MSC