Renungan Harian 6 Juli 2025

Minggu Biasa XIV

Minggu, 6 Juli 2025

Bacaan I          : Yes 66:10-14c

Bacaan II        : Gal 6:14-18

Bacaan Injil     : Luk 10:1-12.17-20

Bersyukur Tanpa Libur

Orang sakit bisa menderita; orang sehat bisa menderita. Orang sibuk kerja bisa menderita; orang menganggur bisa menderita. Orang sukses bisa menderita; orang gagal bisa menderita. Orang terkenal bisa menderita; orang yang tak dikenal bisa menderita. Hanya orang yang bersyukur, hidupnya bahagia.

Bersyukur itu bisa membahagiakan. Bersyukur menjadi tanda bahwa seseorang itu beriman. Bersyukur bisa membuat orang bahagia. Kita bersyukur, maka kita bahagia. Rasa syukur itu membahagiakan. Maka, kiranya sangat penting kita terus mengupayakan untuk bersyukur. Mari kita bersyukur tanpa libur. Bapa Ignatius Kardinal Suharyo pernah mengungkapkan, ”Bersyukur itu membahagiakan, membebaskan dan menyelamatkan. Sebaliknya orang tidak tahu bersyukur, segala sesuatu adalah kewajiban, beban, paksaan atau nasib”.

Bacaan Injil pada hari Minggu ini mengajak kita untuk bersyukur dan bersukacita karena kasih Tuhan dalam hidup ini. Para murid bersyukur dan bersukacita karena pelayanan dan pewartaan mereka diterima banyak orang dan diberi kelancaran. Bahkan ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” Atas kesuksesan para murid itu, Tuhan Yesus mengingatkan mereka untuk mempunyai alasan bersyukur yang lebih besar. “Janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga”, tegas Yesus.

Bersyukur saat mengalami kesuksesan itu gampang. Tetapi jika bersyukur saat mengalami  kegagalan dan penderitaan, bagaimana? Tentu kita masih ingat akan peristiwa pandemi Covid-19 pada waktu itu. Bersyukur di tengah pandemi Covid-19 saat itu, masih mungkinkah? Memang situasi saat itu tidak mudah. Banyak hal serba terbatas. Kita ingat, waktu itu kegiatan ke luar rumah juga dibatasi. Perjumpaan dengan teman-teman juga terbatas. Perayaan Ekaristi juga dibatasi dengan protokol kesehatan. Bahkan kita harus misa secara online atau live streaming dari rumah. Di mana-mana selalu ada ajakan untuk 3 M: Memakai masker, Menjaga jarak, dan Mencuci tangan.

Masih bisakah kita bersyukur di tengah situasi yang seperti itu? Sebagai orang beriman, kita perlu memelihara semangat dan budaya bersyukur di dalam situasi yang tidak mudah saat itu. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin, iya nggak? Dengan bersyukur, hati kita akan bahagia. Kita bisa bersyukur, misalnya, karena masih bisa bangun pagi hari ini, masih bisa bernafas menghirup udara segar, masih bisa menikmati makanan, masih bisa mencium sesuatu, masih bisa berkontak dengan teman-teman atau kerabat lewat telepon dan media sosial (WhatsApp, Facebook, Instagram, dll), masih bisa mengikuti misa online, masih berganti baju yang bersih, dll.

Dengan hati yang bersyukur, orang akan menerima kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi aneka kesulitan dan tantangan dalam hidup ini. Bersyukur memberikan daya tahan banting dan tidak mudah menyerah. Bahkan juga akan membuat orang tetap setia pada imannya sampai akhir.

Semoga kita mempunyai hati yang penuh syukur dan iman yang kuat dalam menghadapi pergulatan hidup dan menjalani salib pada zaman ini. Pertanyaan refleksinya, apa yang membuat Anda bersyukur akhir-akhir ini? Apa yang Anda lakukan jika kenyataan tidak sesuai dengan harapan Anda?

Yohanes Gunawan, Pr

Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani Sanjaya,

Jangli – Semarang

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *