Dalam Keheningan, Mendengarkan Allah, Diri Sendiri dan Sesama

Oleh BAVO BENEDICTUS SAMOSIR, OCSO*

Dalam keheningan doa, kau putar kembali peristiwa kehidupan yang telah kau jalani. Peristiwa kehidupan tentang keterpurukanmu dan kini sangat kau sesali. Kini kau sadari bahwa keterpurukkanmu disebabkan karena kau tidak mau mendengarkan Tuhan, namun hanya mendengarkan ego dirimu. Meskipun suara hatimu telah mengatakan apa yang harus kau lakukan tetapi kau lebih memilih melakukan apa yang menurut dirimu baik untuk dirimu sendiri. Kau tidak memiliki keberanian untuk melakukan apa yang suara hatimu katakan karena kau tidak berani berenang melawan arus kehidupan.

Mendengarkan Allah

Tuhan menyampaikan pesan-Nya melalui banyak cara. Bagaimana caranya kita mampu mendengarkan pesan dari Tuhan? Kitab Suci adalah sarana utama yang digunakan Tuhan untuk berbicara kepada kita. Itulah sebabnya agar mampu mendengarkan Tuhan dalam keheningan, sangat penting bagi kita untuk meluangkan waktu secara teratur membaca dan merenungkan Sabda Allah. Namun dalam kenyataan hidup, tidak selalu mudah memberikan waktu untuk membaca Kitab Suci. Selalu ada banyak hal yang menghalangi kita untuk mendengarkan Allah melalui Sabda-Nya yang kita baca dari Kitab Suci. Kesibukan merupakan alasan yang sering membuat kita lupa untuk membaca Kitab Suci. Namun di balik semua alasan yang ada adalah karena kita kurang berminat untuk membacanya. Kalau kita punya niat tentu kita akan meluangkan waktu secara teratur untuk membacanya. Bahkan ketika kita sudah ada waktu-waktu khusus untuk membaca Kitab Suci, tidak secara otomatis kita sungguh mendengarkan Sabda-Nya. Dapat terjadi apa yang kita baca, hanya sekadar bacaan yang menjadi pengetahuan belaka. Maka di antara banyak permohonan yang kita sampaikan pada Tuhan, kita perlu meminta rahmat agar kita dimampukan untuk sungguh mendengarkan sabda-Nya. Mendengarkan tidak hanya berhenti pada sikap mendengar saja tetapi sampai pada tindakan dalam ketaatan (Yesaya 6:8). Mendengarkan sampai pada tindakan sangat membutuhkan kerendahan hati, ketaatan pada Allah. Kita harus mengalahkan kesombongan rohani dan ego diri yang menjadi penghalang bagi kita untuk mendengarkan Allah. Harus kita akui, hal ini merupakan perjuangan seumur hidup yang dapat kita usahakan dalam hal-hal kecil dalam hidup harian.

Kita tentu masih ingat tokoh yang bernama Ananias yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul 9:10-19. Tuhan meminta Ananias untuk menyembuhkan kebutaan Saulus. Pada awalnya ia menolak karena Saulus adalah seorang penganiaya para pengikut Kristus. Bagaimana mungkin berbuat baik kepada seorang penganiaya? Namun setelah Tuhan memberikan penjelasan tentang situasi Saulus, Ananias mau melakukan. Jadi, mendengarkan Allah dalam keheningan berarti bertindak dalam ketaatan kepada Allah meskipun bertentangan dengan jalan pikiran kita sebagai manusia.

Kita semua pasti tau dengan pernyataan yang ada dalam Lukas 1:38: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu.” Itulah jawaban Perawan Maria ketika Malaikat yang menyampaikan pesan bahwa ia akan mengandung Bayi Yesus, sekalipun ia belum menikah. Perawan Maria menyerahkan hidupnya kepada rencana Allah, meskipun risikonya ia akan dipermalukan sebagai ibu yang belum menikah, bahkan dapat terjadi ia akan mendapat hukuman rajam. Dalam keheningan yang mendengarkan, Allah mengundang Perawan Maria untuk taat sekalipun di luar kemampuannya sebagai manusia. Ia percaya Tuhan selalu bersamanya untuk bekerja dalam rencana-Nya

Mendengarkan Diri Sendiri

Apa yang dimaksud mendengarkan diri sendiri? Diri sendiri adalah diri kita yang sejati, diri kita sebagai gambaran-Nya, diri kita di dalam Tuhan. Kesibukan bisa membuat kita tidak mampu hidup dengan diri kita sejati yakni diri kita di dalam Tuhan, tetapi diri kita yang palsu yakni diri kita di luar Tuhan. Keheningan akan memampukan kita untuk hidup dalam diri di dalam Tuhan. Dengan kata lain, sebenarnya mendengarkan diri sendiri dalam keheningan berarti mendengarkan suara hati atau hati nurani. Sebagai makhluk yang memiliki ego, kita mudah untuk mencampuradukkan hati nurani dan ego, oleh karena itu kita memerlukan keheningan doa, Sabda Allah dan juga seorang pribadi yang memiliki pengalaman dalam bidang rohani untuk membimbing kita..

Kita pasti ingat pengalaman hidup anak yang hilang yang ditulis dalam Lukas 15:11-32. Anak yang hilang merupakan salah satu contoh pribadi yang mendengarkan dirinya yang terdalam. Saat ia berada di negeri yang jauh, di mana tidak ada harapan lagi, ia berani “masuk ke dalam dirinya yang terdalam” untuk mendengarkan apa yang sesungguhnya diperlukan dirinya dalam situasi lemah, rapuh, gagal dan berdosa. Dan karena keberaniannya mendengarkan dirinya yang terdalam,  akhirnya ia memutuskan kembali kepada bapanya untuk menjalani cara hidup baru bersama bapanya dan meninggalkan cara hidup lama bersama teman-temannya dalam keberdosaan.

Mendengarkan Sesama

Dari pengalaman hidup sehari-hari, kita tidak akan mampu mendengarkan pesan yang disampaikan sesama jika lingkungan di sekitar kita penuh kebisingan, terutama jika suasana hati kita penuh “kebisingan” dan dikacaukan oleh berbagai macam hal. Dalam keheningan batin, kita menyadari bahwa kita tidak hanya perlu memberikan waktu saja tetapi juga pikiran dan hati agar mampu mendengarkan sesama. Mendengarkan sesama dalam keheningan berarti kita bisa merasakan apa yang dirasakan sesama karena dalam keheningan yang mendengarkan ada sikap menghargai sesama sebagai pribadi, sikap ketulusan hati dengan mencurahkan perhatian kepada yang didengar. Sikap hening yang mendengarkan sesama akan memberikan “ruang” agar sesama merasa diterima, merasa aman dan didengarkan dan pada akhirnya mendengarkan, memberikan penyembuhan bagi sesama yang sedang menghadapi persoalan hidup.

Kau semakin menyadari bahwa Tuhan selalu berbicara untuk menyampaikan pesan kepadamu dalam perjalanan hidup yang kau lalui, entah itu di saat bahagia, sedih, kecewa, terluka, dalam seluruh pasang surut kehidupan. Kini kau berusaha untuk terbuka mendengarkan agar engkau dibimbing-Nya dengan kasih. Dalam keheningan, kau menyadari bahwa sebagai manusia betapa lemahnya dirimu dan tidak akan mampu hanya mengandalkan dirimu sendiri. Kesadaran ini mengajakmu untuk selalu berusaha tinggal dalam keheningan di dalam Tuhan agar engkau bisa berjalan menuju tujuan hidup yang benar bahkan ketika engkau dalam situasi yang sulit.

*Rahib and Imam – Our Lady of Silence Abbey –Roscrea Co. Tipperary Irlandia.

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *