
Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (PSE KWI) menyelenggarakan Rapat Pleno di Jakarta, yang diikuti para peserta dari keuskupan-keuskupan se-Indonesia, 19-21 Mei 2025. Rapat Pleno mengusung tema “Mewujudkan Gerakan Ekonomi yang Berkeadilan Ekologis”. Dalam misa pembukaan di Kapel Fransiskus, Ketua Komisi PSE KWI Mgr Samuel Oton Sidin OFMCap menekankan pentingnya solidaritas terhadap sesama.
Berikut ini adalah homili lengkap yang disampaikannya.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus,
Injil Markus 6: 34-44 berkisah tentang penggandaan roti dan ikan. Dari lima ketul roti dan dua ekor ikan, Tuhan memberi makan 5.000 orang laki-laki. Kejadiannya berlangsung di suatu padang rerumputan. Markus berceritera tentang suatu mukjizat tetapi yang sekaligus juga dapat dimaknai sebagai ilustrasi tentang perjamuan eskatologis di mana Kristus hadir sebagai Gembala yang tidak membiarkan kawanan-Nya dilanda kelaparan.
Dalam catatan Markus ini, Yesus tidak hanya dihadirkan dan bertindak sebagai pengajar nilai-nilai spiritual dan moral. Tetapi dengan itu juga menjadi seorang Gembala yang selalu peduli dengan kesejahteraan kawanannya. Tempat mereka berkumpul dilukiskan sebagai suatu padang luas dengan banyak rerumputan, yang biasanya menjadi tempat penggembalaan domba-domba. Sunyi seperti sepinya padang rumput luas atau padang gurun.
Figur Yesus yang sedang mengajar dan dikerumuni banyak orang lebih dari 5.000 orang menggambarkan keberadaan seorang Gembala yang dikelilingi oleh domba-domba yang mengikuti tuntunan serta bimbingan-Nya menuju padang penggembalaan yang hijau seperti kata pemazmur, “Tuhan menuntun daku ke padang rumput yang hijau”.
Ini sekaligus juga mengingatkan kita akan pengembaraan umat Allah Israel di padang gurun di bawah tuntunan Yahwe lewat penggembalaan Musa. Tuhan tidak membiarkan umat-Nya binasa. Ia menjatuhkan makanan dari surga dalam rupa manna sehingga semua orang mendapat rezeki secukupnya setiap hari.
Semua yang mendengarkan pengajaran Yesus mendapat makanan, menunjuk kepada makna universal mukjizat ini, yakni bahwa setiap orang berhak mendapat rezeki. Sebelum makan para hadirin dibagi dalam kelompok-kelompok. Dan setelah makan sampai kenyang masih ada sisa-sisa yang atas perintah Tuhan dikumpulkan sebagai wujud konkret penghargaan atas setiap anugerah Allah termasuk kelimpahan rezeki.
Hal ini menunjuk kepada perjamuan makan Mesianis dan kelimpahannya. Rahmat Allah berlimpah ruah. Markus hendak menggaris bawahi bahwa Yesus yang mengajar banyak orang dan kemudian menggandakan roti dan ikan untuk menjadi santapan bagi mereka yang mengikuti-Nya itu tampil sebagai gembala eskatologis.
Tuhan selalu membimbing dan menuntun domba-domba gembalaan-Nya dengan pengajaran-Nya serta mengarahkan mereka ke padang rumput yang hijau, lambang tanah terjanji yang bersifat eskatologis itu, di mana rahmat Allah berkelimpahan. Gambaran tentang keberadaan para murid bersama dengan Tuhan dalam perziarahan menuju tanah terjanji dan bagaimana Tuhan memelihara murid-murid-Nya juga dengan perantaraan para rasul menjadi kenyataan dalam komunitas Kristiani awal sebagaimana diceriterakan dalam Kisah Para Rasul 11: 27-30.
Ciri-ciri khas persaudaraan perdana para murid terlukiskan dengan sangat baik dalam Kisah para Rasul ini. Ketika menempuh perjalanan hidup sehari-hari sementara menyimak sabda Tuhan dan perihidup-Nya, serta menjadikannya praksis hidup, mereka menjabarkannya secara sangat real yakni dengan membangun solidaritas. Luar biasa apa yang mereka lakukan. Hidup sehati sejiwa. Berbagi dalam segala sesuatu. Hidup dalam kasih karunia melimpah sehingga tidak seorang pun berkekurangan.
Saudara-saudari yang terkasih,
Dalam bacaan pertama hari ini yakni dari kisah itu diceriterakan bagaimana murid-murid mengumpulkan sumbangan sesuai kemampuan masing-masing dan membagikannya kepada saudara-saudara yang membutuhkannya. Tampak di sini hidupnya semangat solider para murid dalam hal menampilkan hakikatnya sebagai komunitas orang-orang yang percaya kepada Kristus. Solidaritas di antara mereka itu sungguh sangat kuat.
Apa yang hidup dalam dan dipraktikkan oleh Gereja perdana hendak diwujudnyatakan juga oleh Gereja sepanjang masa di seantero dunia, termasuk Gereja masa kini di Indonesia. Maka bukan tanpa alasan kalau para uskup membentuk suatu komisi untuk menjadi perpanjangan tangan, melaksanakan kerasulan khusus pengembangan sosial ekonomi.
Dalam perjalanan peziarahannya, Gereja Katolik Indonesia sebagai komunitas orang-orang beriman sadar, pertama-tama bahwa dia berada dan bertindak dalam persekutuan dengan Yesus, Tuhan. Seperti dalam kisah Injil Markus, orang-orang beriman Katolik perlu sadar bahwa mereka selalu membutuhkan pengajaran dan contoh teladan Tuhan serta menghidupinya sebagai jalan kepada tanah terjanji di mana Bapa berada.
Selama dalam perjalanan perziarahan ini, mereka menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan terhadap satu sama lain, bahkan terhadap semua manusia. Sabda Tuhan “Kamu yang harus memberi mereka makan dan kamu harus saling melayani”, kiranya menjadi kenyataan dan praksis hidup sehari-hari sehingga setiap orang boleh mendapat rezeki secukupnya dari hari ke hari dan tidak ada yang harus menderita kelaparan atau hidup melarat karena kekurangan makanan.
Kini ketika Tuhan tidak lagi secara fisik kemanusiaan-Nya tinggal dan bergiat bersama kita, tugas tersebut harus tetap dilaksanakan. Lewat aneka program dan kegiatan berkelanjutan di lapangan atau di manapun dan di setiap waktu, Gereja Indonesia secara khusus lewat Komisi PSE tidak hanya menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan untuk membagi rezeki, kegiatan sosial, tetapi juga harus mencari tahu bagaimana menggandakan roti dan mengupayakan penggandaan roti itu demi kesejahteraan masyarakat secara umum, khususnya umat Katolik Indonesia. Itulah makna pengembangan ekonomi yang bersifat sosial.
Hal yang tidak kalah pentingnya ialah upaya-upaya menyadarkan masyarakat melalui kerasulan khusus ini agar mereka selalu mensyukuri pemberian atau anugerah Tuhan yang tersalur lewat sesama, yakni orang-orang yang barangkali juga tidak selalu berkelebihan rezeki, bahkan barangkali tidak jarang juga berkekurangan. Selain itu dirasakan perlu juga kemudian mendidik masyarakat untuk selalu menghargai anugerah tersebut dalam wujud hidup hemat serta memiliki kepekaan akan perlunya menyimpan setiap kelebihan untuk masa-masa mendatang.
Saudara-saudari yang terkasih,
Kita berada dalam proses menumbuhkembangkan dengan baik solidaritas. Rasanya perlu juga membangun kesadaran bahwa orang bisa memberi tanpa menunggu berkelebihan dan yang menerima diingatkan untuk selalu bersyukur dan mempertanggungjawabkan setiap pemberian secara baik dan benar. Untuk semua perlu penyadaran bahwa kita bergerak dalam dan bersama Tuhan. Dialah Gembala yang menuntun kepada perjamuan eskatologis. Kita dijiwai semangat solider, bergerak bersama sambil menyimak sabda Tuhan dan teladan-Nya serta mengikuti-Nya tapak demi tapak dan hari demi hari. Tuhan memberkati!