
Dalam Zef 3: 14-18a diserukan beginilah firman Tuhan: “Bersorak-sorailah, hai puteri Sion, bertepuk-soraklah, hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem! TUHAN telah menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa musuhmu. Raja Israel, yakni TUHAN, ada di antaramu; engkau tidak akan takut kepada malapetaka lagi.
Pada hari itu akan dikatakan kepada Yerusalem: “Janganlah takut, hai Sion! Janganlah tanganmu menjadi lemah lesu. TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai, seperti pada hari pertemuan raya.”
Lukas dalam injilnya (Luk 1: 39-45) mewartakan: “Beberapa waktu setelah menerima kabar malaikat, berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya.
Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sesungguhnya, ketika salammu sampai ke telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”
Hikmah yang dapat kita petik:
Satu, melalui nabi-Nya Tuhan mengajak umat-Nya untuk bersukacita. Apa alasannya? Alasannya adalah Tuhan telah menyingkirkan hukuman, menghalau para musuh, dan Dia tinggal di tengah umat-Nya.
Dia telah memberikan teladan kepada kita supaya “melepaskan/menghapus hukuman yang kita timpakan kepada sesama, menjauhkan/menyelesaikan masalah: utang, sakit hati, dendam, dan hadir di rumah/di keluarga dan di mana-mana sebagai sahabat dan pembawa kerukunan.
Dua, Maria ketika mengunjungi Elisabeth, hatinya dipenuhi rasa syukur dan sukacita. Begitu pula Elisabeth yang sedang dipenuhi rasa syukur dan sukacita, kegembiraannya meluap ketika mendapat kunjungan Maria. Luapan kegembiraannya pun dirasakan oleh Yohanes (anak yang masih ada di dalam kandungannya).
Hendaknya kita sadar dan percaya bahwa sukacita yang kita pancarkan dan diterima oleh orang yang sedang bersukacita, akan menjadikan sukacita itu berlipat ganda. Sebaliknya dendam, kemarahan, sakit hati yang disebarluaskan justru akan membawa kita dan sesama kepada kemalangan/kesesakan yang lebih besar. Amin.
Mgr Nico Adi MSC