
HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM
24 November 2024
Bacaan I : Daan 7:13-14
Bacaan II : Why 1:5-8
Bacaan Injil : Yoh 18:33b-37
Orientasi Hidup
Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Hari raya ini ditetapkan pertama kali oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik “Quas Primas” pada tahun 1925. Ensiklik (ajaran resmi Paus) ini dikeluarkan untuk menanggapi munculnya gejala materialisme, atheisme, maupun sekularisme. Intinya, Sri Paus mengajak seluruh umat Kristiani untuk menempatkan Kristus di dalam hidup masing-masing sebagai Raja Semesta Alam. Dengan ditetapkan sebagai Hari Raya, pemuliaan Kristus Raja Semesta Alam senantiasa relevan dan untuk itu dikehendaki agar dilaksanakan secara tetap sepanjang masa/waktu.
Bacaan Injil hari ini mengisahkan dialog antara Yesus dengan Pilatus tentang identitas Yesus sebagai raja. Pilatus bertanya kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” Jawab Yesus: “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku”.
Ketika merenungkan sabda Tuhan pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam ini, saya teringat akan sebuah pertanyaan: Apa bedanya Raja Kristus dengan Raja Perampok? Untuk bisa menjawabnya, dipaparkan sebuah kisah:
Di suatu tempat, ada seorang perampok yang mempunyai isteri sedang hamil. Ketika sudah dirasakan waktu melahirkan tiba, sang isteri meminta suaminya untuk menemaninya dalam proses kelahiran anak mereka. Proses kelahiran berlangsung lancar. Anaknya turas, metu waras. Sang perampok begitu senang karena bayinya sehat dan ganteng.
Singkat cerita, sang ibu dan bayinya sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah. Betapa senangnya sang perampok dan isterinya itu. Maka, segera saja sang Perampok itu mengambil bayinya sendiri. Rupanya ia keliru mengambil bayi. Yang diambil bukan bayinya, tetapi bayi orang lain. Isterinya tahu kalau yang dibawa bukan bayinya, tetapi suaminya tidak menggubrisnya. ”Mas, itu bukan bayi kita. Bayi kita lebih besar dan jenis kelaminnya cowok. Itu bayi cewek, Mas,”, kata isterinya ketika meninggalkan rumah sakit. Jawab suaminya, ”Husss, diam kamu. Tidak masalah ini bayi kita atau bukan. Yang penting di tangannya ada gelang emas yang sangat mahal harganya”. Begitu kisahnya.
Seorang raja itu harus mempunyai orientasi hidup. Raja Perampok itu mempunyai orientasi hidup. Orientasi hidupnya bagaimana bisa mendapatkan sesuatu yang dibutuhkannya dengan menghalalkan segala cara. Ia tidak memedulikan atau tidak menggubris apakah tindakannya itu benar atau salah, baik atau tidak. Yang penting dia untung dan mendapatkan sesuatu yang berharga. Sampai, mata hatinya tumpul akan sosok seorang bayi yang merupakan buah hatinya sendiri. Barang rampokan atau curian jauh lebih berharga atau diutamakan daripada anaknya sendiri.
Raja Kristus pun juga mempunyai orientasi hidup. Orientasi hidup-Nya bagaimana membuat sebanyak mungkin orang mengalami dan menikmati keselamatan atau kebenaran. Bahkan Ia rela berkurban dan mempersembahkan diri-Nya bagi keselamatan orang lain. Ia sadar betul bahwa tindakan-Nya itu baik dan berkenan pada kehendak Allah Bapa. Bahkan, sampai Ia rela menderita, dicemooh, diolok-olok, dan wafat di salib.
Pertanyaan refleksinya, apa yang menjadi orientasi hidup Anda sebagai pengikut Kristus? Sejauh mana hidup Anda dipengaruhi oleh semangat pengorbanan hidup Yesus Sang Raja Semesta Alam selama ini?
Yohanes Gunawan, Pr
Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani Sanjaya,
Jangli – Semarang