
Dalam Why 11: 2-14, dikisahkan: “Aku, Yohanes, melihat dua pohon zaitun dan dua kaki dian yang berdiri di hadapan Tuhan semesta alam. Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, keluarlah api dari mulut mereka dan menghanguskan semua musuh mereka.
Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, orang itu harus mati dengan cara itu. Mereka mempunyai kuasa untuk menutup langit, supaya jangan turun hujan selama mereka bernubuat; dan mereka mempunyai kuasa atas segala air untuk mengubahnya menjadi darah, dan untuk memukul bumi dengan segala jenis malapetaka, setiap kali mereka menghendakinya.
Dan apabila mereka telah menyelesaikan kesaksian mereka, binatang yang muncul dari jurang maut, akan memerangi mereka dan mengalahkan serta membunuh mereka. Dan mayat mereka akan terletak di atas jalan raya kota besar, yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan.
Dan orang-orang dari segala bangsa dan suku dan bahasa dan kaum, melihat mayat mereka tiga setengah hari lamanya dan orang-orang itu tidak memperbolehkan mayat mereka dikuburkan. Dan mereka yang diam di atas bumi bergembira dan bersukacita atas mereka itu dan berpesta dan saling mengirim hadiah, karena dua nabi itu telah merupakan siksaan bagi semua orang yang diam di atas bumi.
Tiga setengah hari kemudian masuklah roh kehidupan dari Allah ke dalam mereka, sehingga mereka bangkit dan semua orang yang melihat mereka menjadi sangat takut. Dan orang-orang itu mendengar suatu suara yang nyaring dari sorga berkata kepada mereka: “Naiklah ke mari!” Lalu naiklah mereka ke langit, diselubungi awan, disaksikan oleh para musuh mereka.
Lukas dalam injilnya (Luk 20: 27-40) mewartakan: “Ketika itu, datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada Yesus: “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.
Adalah 7 orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh tujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itupun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu ? Siapakah di antara mereka itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan, sebab semua telah beristerikan dia.”
Jawab Yesus: “Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian di dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti para malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan.
Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya melalui nas tentang semak duri. Di sana dikatakan Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup.” Ketika mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: “Guru, jawab-Mu itu tepat sekali.” Dan mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus.
Hiikmah yang dapat kita petik:
Satu, pada akhir zaman, semua yang ada di dunia ini, semua yang kuat dan berkuasa akan tunduk dan tak berdaya di hadapan Allah. Memang pada awalnya mereka tampaknya gagah perkasa dan tidak bisa mati, namun ternyata mereka itu binasa juga. Hanya Allah yang tetap ada dan tidak akan pernah binasa. Maka, janganlah kita menggantungkan hidup dan masa depan kita kepada manusia, meski dia adalah pejabat tinggi dan punya banyak gelar.
Dua, orang-orang pada waktu bertanya kepada Yesus apakah keadaan atau ikatan sosial di surga itu seperti yang terjadi di dunia. Ternyata tidak demikian. Mereka hidup seperti para malaikat: tidak ribet dengan urusan duniawi.
Mereka hidup bersama Allah, dalam sukacita kekal dan bersama dengan para kudus mereka memuji Allah dan bersyukur. Semoga kita pun sejak di dunia sudah menyiapkan diri agar layak menerima pahala surgawi. Amin.
Mgr Nico Adi MSC