Memilih yang Sederhana

Kepada para penerima Sakramen Krisma di Paroki Santa Clara, Bekasi (13 Oktober 2024), Uskup Agung Jakarta, Bapak Ignatius Kardinal Suharyo berpesan pentingnya membiarkan diri kita dipimpin oleh Roh Kudus untuk berusaha memilih yang baik dan yang benar.

Berikut adalah petikan homili Kardinal Suharyo.

Para Calon penerima Sakramen Krisma yang berbahagia bersama-sama dengan para Imam dan Petugas Liturgi,

Pada hari ini bersama-sama dengan orang tua dan keluarga Dewan Paroki, para pendamping dan panitia Krisma dan bersama-sama dengan seluruh umat yang hadir dalam perayaan ekaristi ini, pertama-tama, saya ingin mengucapkan selamat kepada para calon penerima Sakramen Krisma. Selamat atas keputusan iman yang telah para Ibu-Bapak dan Anak-anak ambil untuk menerima Sakramen Krisma.

Menerima Sakramen Krisma adalah suatu keputusan yang diambil dengan sadar dan bebas untuk membiarkan Roh Kudus mendampingi hidup kita. Pertanyaannya adalah, apa artinya atau apa tandanya kalau kita sungguh membiarkan Roh Kudus mendampingi hidup kita?

Tanda-tandanya sebetulnya jelas. Yang pertama adalah, setiap kali kita mengambil keputusan, kita tidak mengambil keputusan itu baik yang kecil maupun yang besar, hanya dengan pertimbangan-pertimbangan kita sendiri, tetapi di dalam doa, membiarkan Roh Kudus menunjukkan jalan kepada kita. Tandanya apalagi kalau kita membiarkan Roh Kudus membimbing hidup kita? Jawabannya juga jelas meskipun pelaksanaannya tidak mudah, yaitu kalau kita memilih tidak sekadar memilih yang gampang atau yang sekadar menyenangkan. Kalau hanya memilih atau selalu memilih yang seperti itu, tandanya kita kurang memberi kesempatan kepada Roh Kudus untuk memimpin hidup kita.

Tanda yang jelas adalah kalau kita selalu berusaha, saya katakan berusaha karena tidak selalu berhasil, selalu berusaha membiarkan Roh Kudus membimbing hidup kita kalau kita terus berusaha memilih yang baik dan yang benar. Bukan sekadar yang gampang dan yang menyenangkan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini dapat kita renungkan, dapat kita maknai dengan kacamata memilih itu. Memilih yang baik dan yang benar. Saya bacakan satu dua kalimat dari bacaan yang pertama dan dari bacaan Injil. Dari bacaan pertama. “Kebijaksanaanlah yang lebih kuutamakan daripada tongkat kerajaan dan tahta.” Kitab kebijaksanaan mengajari kita untuk tidak sekadar memilih kekuasaan tetapi kebijaksanaan. “Dibandingkan dengan kebijaksanaan, kekayaan kuanggap bukan apa-apa”. Memilih bijaksana daripada kaya. Atau kalau kita memaknai Injil dengan kacamata memilih itu, orang orang yang diceritakan di dalam Injil pada awalnya memilih yang baik dan yang benar dengan bertanya kepada Yesus, “apa yang harus aku lakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?” Pertanyaan ini mencerminkan pilihan yang baik. Tetapi sesudah pertanyaannya dijawab oleh

Yesus dan ternyata jalan itu tidak gampang dan tidak menyenangkan, kemudian dikatakan pada akhirnya, “Mendengar jawaban Yesus mukanya muram, lalu pergi dengan sedih”. Semula memilih yang baik, ketika jalan menuju kebaikan itu ditunjukkan, ia tidak siap menerima. Membiarkan diri kita dipimpin oleh Roh Kudus berarti selalu berusaha memilih yang baik dan yang benar.

Apakah ada contoh konkret yang bisa kita teladani? Beberapa waktu yang lalu kita dikunjungi Paus Fransiskus. Kalau kita membaca pilihan-pilihannya, ada yang sangat menarik. Saya ambil contoh beberapa hal ketika beliau datang di tengah-tengah kita. Saya mendapat kesempatan untuk selalu dekat dengan beliau. Saya amat-amati sepatunya. Paus itu biasanya mengenakan sepatu warna merah sesuai dengan martabatnya, pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Waktu beliau datang ke sini, sepatunya hitam, bukan merah. Dan sepatu saya lebih baik daripada sepatu beliau kelihatannya. Karena sepatunya itu yang hitam sudah ada garis-garis putihnya. Itu artinya sudah lama dipakai.

Memilih yang sederhana. Mobil apa yang beliau tumpangi? Sudah ditawarkan segala macam mobil, termasuk mobil yang disediakan oleh pemerintah sesuai dengan protokol. Mobil yang anti peluru. Mereknya Mercedes. Istimewa. Ditolak. Ditawari mobil yang bermerek hebat ditolak. Yang diterima adalah mobil yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di sini. Pilihan untuk sederhana.

Duduknya di mana di dalam mobil? Biasanya kalau pimpinan-pembesar duduknya di belakang, bukan? Beliau memilih untuk duduk di samping sopir, bercanda dengan sopir, menyalami umat yang mengelu-elukan dia. Pilihan.

Pilihan-pilihan yang sederhana itu ternyata sangat mengesankan bagi masyarakat kita. Karena pilihan-pilihan Paus Fransiskus sangat berbeda dengan pilihan banyak orang yang suka pamer kemewahan. Maka ada istilah flexing, pamer kemewahan. Dan pada waktu itu kita tahu Pak Presiden kita langsung ganti mobil seperti mobilnya paus. Hanya satu hari itu. Sesudah itu diganti lagi yang lain. Kalau paus tidak seperti itu. Di Vatikan tempat beliau tinggal, mobil yang dipakai adalah mobil Ford tahun 2004. Saya melihat sendiri. Pilihan yang sederhana menjadi sangat bermakna, menjadi kesaksian yang sangat kuat di tengah-tengah masyarakat kita yang mempunyai watak yang berbeda.

Kita umat Keuskupan Agung Jakarta juga sudah membuat pilihan bersama sebagai umat Keuskupan Agung Jakarta. Di kompleks-kompleks gereja di seluruh keuskupan, kita melihat satu banner, tulisannya “solidaritas”. Maksudnya apa? Setiakawan. Maksudnya supaya umat Katolik membangun watak setiakawan di tengah-tengah arus masyarakat kita yang kehilangan semangat itu. Mengapa saya katakan kehilangan semangat kesetiakawanan? Saya ambil saja contoh angka. Kita dapat melihat dengan mudah di koran, di televisi bahwa angka tengkes, tengkes itu cebol. Anak-anak kita yang usianya kurang dari 5 tahun, sekian persen mengalami tengkes itu. Stunting bahasa yang lebih umum. Karena kurang makan, anak-anak kita itu tidak bisa bertumbuh fisiknya dengan baik. Dan bukan hanya fisik yang kurang bertumbuh. Tetapi seluruh pribadinya tidak bisa bertumbuh dengan normal karena kekurangan makan. Dari lain pihak, ada angka yang menunjukkan hal ini.

Angka yang bisa dipercaya. Pada tahun 2021, sampah makanan, sampah makanan yang dibuang di negara kita tercinta ini, kalau dirupiahkan jumlahnya 330 triliun rupiah. Bulan Juni yang lalu, 2024 angka itu menjadi lebih besar, sampah makanan yang dibuang tahun 2023 551 triliun rupiah. Kesenjangan. Yang satu sebagian kurang makanan, yang lain makanan dibuang-buang. Kita memilih untuk membangun watak setiakawan.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

Pilihan-pilihan seperti itu harus terus dirawat dan dikembangkan. Kalau tidak, watak yang baik: solider, setia kawan, memilih yang baik dan yang benar itu bisa hilang oleh arus zaman.

Mengakhiri renungan ini, saya ingin memberikan ilustrasi bagaimana suatu pilihan yang baik pada awal mula, akhirnya hilang diganti dengan pilihan yang tidak baik dan itu merugikan. Ceritanya begini. Ada empat orang bersaudara yang sangat baik hatinya. Mereka selalu bekerja untuk kebaikan bersama, tidak untuk dirinya sendiri. Suatu ketika mereka berkumpul dan mereka berdiskusi apa yang harus kita lakukan supaya pelayanan kita bagi masyarakat menjadi semakin baik dan semakin berbuah banyak?

Keputusannya, mereka mau belajar ilmu supaya perbuatan baik semakin menjadi

berkah bagi banyak orang. Pergilah mereka ke negeri asing. Sesudah beberapa tahun, pulang saling berceritera mengenai ilmunya. Yang bungsu berkata begini kepada kakak-kakaknya, “Kakak, saya mempelajari ilmu ajaib. Kalau kepada saya, kamu berikan sepotong tulang, tulang dari makhluk apapun, saya bisa membuat makhluk itu, kerangka makhluk itu lengkap.”

Kakaknya lagi tidak mau kalah, “Kalau betul katamu, Dik, saya bisa melengkapi makhluk itu dengan dagingnya.” Kakaknya tidak mau kalah lagi, “Kalau betul yang kalian katakan, saya bisa melengkapi yang kurang dari makhluk itu.”

Yang sulung harus paling hebat, “Kalau kalian betul, saya bisa menghidupkan makhluk itu.”

Akhirnya mereka setuju pergi ke hutan. Ditemukanlah sepotong tulang kecil. Si bungsu menyulap tulang kecil itu menjadi kerangka utuh suatu makhluk. Belum jelas makhluk itu apa. Kakaknya membuktikan ilmunya, memberikan daging. Kakaknya lagi membuktikan ilmunya, melengkapi yang kurang, kulit dipasang, ternyata warnanya loreng-loreng. Gigi dipasang, yang keluar taring. Kuku dipasang, ternyata yang terpasang adalah kuku yang mencengkeram tajam. Makhluk itu harimau. Sudah kepalang tanggung, yang sulung tidak mau kalah membuktikan ia paling hebat. Makhluk itu dihidupkan. Dan betul-betul hidup. Namanya dongeng, jadi semuanya bisa diceriterakan. Ternyata, harimau yang hidup itu harimau lapar. Harimau itu mengaum keras. Satu persatu keempat bersaudara itu diterkam habis. Dan habislah juga dongengnya.

Maksud yang baik pada awal mula berubah menjadi nafsu untuk saling mengalahkan karena tidak dirawat dengan baik.

Marilah kita saling mendoakan agar Roh Kudus yang sudah kita terima dan akan diterimakan kepada calon penerima Sakramen Krisma, kita beri kesempatan untuk mendampingi hidup kita lewat doa, lewat ziarah, lewat cara apapun, sehingga kita semakin terdorong untuk terus berusaha memilih yang baik dan yang benar. Tuhan memberkati!

 

Bagikan:

Recommended For You

About the Author: redinspirasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *