
Uskup terpilih Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus didampingi Vikep Labuan Bajo sekaligus sebagai ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Romo Richardus Manggu Pr, Romo Frans Nala, Pr dan Romo Martin Toleh Pr bersama rombongan panitia tahbisan menyambangi Kantor Sekretariat Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Manggarai Barat di Wae Mata, Labuan Bajo, Senin (14/10/2024).
Kunjungan Mgr Maksi ini untuk bersilaturahmi membangun toleransi dan solidaritas dengan umat muslim di Labuan Bajo. Hal ini juga sebagai bagian dari rangkaian acara menyongsong tahbisan Uskup Labuan Bajo.
Bapa Uskup bersama rombongan berangkat dari rumah Kevikepan Labuan Bajo sekitar pukul 08.20 WITA dan tiba di Kantor Sekretariat PCNU Manggarai Barat sekitar pukul 08.30 WITA. Bapa Uskup bersama rombongan diterima dengan hangat dan oleh Ketua PCNU Manggarai Barat dan seluruh jajarannya beserta ratusan umat muslim yang memenuhi halaman Kantor Sekretariat PCNU Manggarai Barat.
Kegiatan ini dimaknai sebagai sebuah takdir Tuhan, bukan kebetulan semata, seperti yang diungkapkan oleh Ustad Radit dalam doa pembuka.
Dalam sambutannya, Ketua PCNU Manggarai Barat, Haji Ishak Jabi mengungkapkan dukungannya atas pembentukan Keuskupan Labuan Bajo dan penunjukan Mgr. Maksimus Regus sebagai Uskup Labuan Bajo. “Bahwa pembentukkan Keuskupan Labuan Bajo, kami atas nama pengurus NU mendukung sepenuhnya. Termasuk juga penunjukkan Bapa Uskup, Uskup Maksimus Regus, kami sangat mendukung dan proficiat atas penunjukkannya” ujar Haji Ishak Jabi.
Lebih lanjut, Haji Ishak Sabi mengatakan bahwa NU sangat bersyukur atas momen silaturahmi ini. Dia mengungkapkan bahwa toleransi umat beragama ini sangat baik yang dampaknya bukan hanya dirasakan oleh NU tetapi oleh semua agama.
“Atas nama warga Nahdliyin kami mengucapkan terima kasih atas kunjungan Yang Mulia ke rumah kami. Hanya Allah yang tahu segala perasaan dan isi hati kami untuk mengungkapkan perasaan hati kami,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa selama ini dialog dan toleransi umat beragama sangat baik. Kontribusi NU sangat baik terlihat dari beberapa kegiatan yang melibatkan pemuda NU seperti dalam hari raya Idul Fitri ada peran pemuda Katolik, dan kalau ada kegiatan Natal ikut melibatkan pemuda NU.
Menurutnya, itu semua tidak terlepas dari kekeluargaan dan komitmen NU sebagai garda terdepan untuk membela Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini juga diharapkan menjadi komitmen semua agama. “Selain itu NU tidak mendukung hal-hal yang bersifat intoleran. Karena itu kami NU bergandeng tangan bersama teman-teman FKUB berjalan satu hati melakukan sosialisasi ke desa tentang kerukunan,” tegas Ishak.
Mgr. Maksi dalam sambutannya menyampaikan, kegiatan tersebut bukan hanya kegiatan monumental, namun menjadi gambaran untuk kehidupan bersama yang harus dihidupi ke depan. Ia bercerita, setelah menelusuri sejarah, banyak keluarga yang beragama Islam. “Karena itu bagi saya dalam banyak perjumpaan sebetulnya kita sudah melewati perjumpaan dalam keberagaman,” katanya.
Ketika studi pun Mgr Maksi mengaku banyak berjumpa dengan umat Muslim baik ketika di Malang maupun di Belanda. Menariknya, kata Mgr Maksi, saat studi di Belanda ia bahkan dibimbing oleh orang yang tidak beragama.
Mgr Maksi menegaskan, dari perjalanan itu ia menjadi sadar bahwa agama ini sangat penting karena di luar itu ada kehidupan yang lebih besar di mana kita mengabdi. “Karena dalam kehidupan ini ada alam, ada ekologi dan ada juga yang tidak percaya kepada Tuhan yang sama-sama mendiami bumi ini,” ungkapnya.
Menurutnya, kita mempunyai tugas lebih berat dengan tugas khusus menyembah Tuhan dengan melakukan kebaikan-kebaikan di dalam hidup ini. “Jangan sampai mereka yang tidak menyebut nama Tuhan lebih baik lagi kelakuannya daripada kita yang berdoa setiap hari,” tuturnya.
Ia melanjutkan, di luar kita ini ada kehidupan yang harus kita selamatkan, ada kehidupan yang harus kita rawat, ada kehidupan yang harus kita sembuhkan. Ada banyak sekali alasan dimana kita bertemu dan berjumpa dan seringkali kita direpotkan oleh alasan-alasan orang-orang atau siapa pun yang pikirannya hanya untuk mencederai.
“Dalam kehidupan ini dengan satu dua alasan di dalam hati kita selalu ada ingatan akan kebaikan, dan kasih. Mudah-mudahan itu menjadi jembatan yang memudahkan kita untuk saling bertemu dan melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupan. Perjalanan bersama itu adalah sebuah ikhtiar kita agar berjalan bersama selalu untuk kehidupan yang lebih baik. Kehidupan yang lebih damai. Kehidupan yang ada dalam semangat persaudaraan,” ungkap Mgr Maksi.
Mgr Maksi mengatakan, Labuan Bajo sudah menjadi keuskupan dan dipisahkan dari Keuskupan Ruteng. “Tentu kehadiran Gereja khususnya keuskupan di Labuan Bajo sebagai sebuah Gereja yang terbuka. Terbuka maksudnya agar kita berkolaborasi, kerjasama untuk bisa menghadirkan kebaikan yang lebih besar dan nyata lagi melalui profesi kita masing-masing,” kata Uskup yang memilih moto Ut Mundus Salvetur Per Ipsum (Supaya Dunia Diselamatkan oleh-Nya) itu.
Mgr Maksi berharap, semua itu menjadi perjalanan perjumpaan. “Perjalanan persaudaraan, perjalanan kebaikan, demi kemanusiaan. Manusia itu sangat universal maka dialog-dialog antar umat bergama terus kita tingkatkan. Mudah-mudahan dari dialog ini kita ikuti dengan kegiatan-kegitan yang lain yang sifatnya memberdayakan umat,” kata Mgr Maksi.
Pariwisata, lanjutnya, sudah berkembang dengan kehadiran banyak orang asing, menjadi kesempatan agar kita mengambil bagian di situ sehingga ada manfaat baik ekonomi, sosial, maupun dari segi spiritual bagi umat kita dari perubahan-perubahan yang sedang terjadi. Dengan demikian kita tidak menjadi orang-orang yang tersingkir atau terabaikan dari perubahan yang sangat cepat dan sangat besar ini
Silaturahmi berlangsung dalam suasana yang hangat dan penuh persaudaraan. Acara ditutup dengan pembagian 200 paket sembako yang diselenggarakan oleh Seksi Sosial Karitatif Panitia Tahbisan Uskup. Paket sembako itu masing-masing berisi 5 kg beras, 1 liter minyak goreng, 10 bungkus mie instan, 10 butir telur dan 2 kg gula.